Six Sigma pada Manajemen Kualitas
Metodologi Six Sigma pertama kali diperkenalkan oleh Motorola pada pertengahan tahun 1980-an. Pada waktu itu, Motorola menghadapi persaingan dengan Jepang di industri elektronik dan perlu melakukan perbaikan drastis pada tingkat kualitasnya. Inisiatif Six Sigma, yang awalnya difokuskan pada proses manufaktur dan kualitas produk, kemudian dirancang untuk mengubah budaya dalam suatu organisasi melalui terobosan perbaikan dalam semua aspek bisnis. Pengembang Six Sigma di Motorola berfokus pada perbaikan dalam semua operasi dalam suatu proses untuk menghasilkan hasil yang jauh lebih cepat dan efektif.
Saat program Six Sigma diimplemantasikan di Motorola dan hasilnya sukses, manfaat yang sangat besar diperoleh Motorola, yaitu mencatat pengurangan cacat dan waktu produksi, dan juga mulai menuai keuntungan finansial. Dengan menerapkan Six Sigma, dalam waktu empat tahun, Motorola telah menghemat biaya perusahaan sebesar $2,2 miliar, kemudian pencapaian puncaknya adalah pengakuan atas Penghargaan Kualitas Nasional Malcolm Baldrige.
Penerapan metodologi Six Sigma dapat menjadi pendekatan yang sangat berhasil untuk perbaikan proses. Banyak perusahaan yang menerapkan Six Sigma telah melihat peningkatan kualitas produk, pengurangan biaya, dan peningkatan tingkat efisiensi. Namun, terkadang keberhasilan ini juga dapat menjadi fenomena jangka pendek jika organisasi gagal mempertimbangkan secara memadai semua faktor yang dapat menjamin keberlanjutan jangka panjang dari perbaikan tersebut.
Berbagai metodologi yang digunakan dalam Six Sigma didasarkan pada data kualitas yang akurat sebagai dasar awal untuk mengurangi cacat dengan membatasi jumlah cacat yang mungkin terjadi hingga kurang dari 3,4 cacat per 1 juta kemungkinan. Metodologi tersebut sama efektifnya dalam industri manufaktur dan jasa. Dalam industri manufaktur, Six Sigma sebagian besar digunakan untuk mengurangi jumlah cacat sedangkan dalam industri jasa, Six Sigma digunakan terutama untuk meningkatkan kepuasan pelanggan.
Keberhasilan penerapan Six Sigma mendorong General Electric (GE) untuk melakukan implementasi menyeluruh program Six Sigma pada tahun 1995 sebagai inisiatif perusahaan untuk meningkatkan laba bersih dan margin operasi. Hasilnya, laporan tahunan GE tahun 1999 menunjukkan bahwa implementasi tersebut menghasilkan keuntungan lebih dari US$2 miliar. Selanjutnya, karena manfaat dari keberhasilan penerapan program Six Sigma di Motorola, Allied Signal, dan GE menyebabkan metodologi Six Sigma diadopsi secara luas oleh berbagai industri di seluruh dunia.Aktivitas Six Sigma di Motorola berfokus pada kualitas produk dan proses manufaktur, adapun program GE-6s memperluas aktivitas perbaikan untuk mencakup semua proses utama yang terkait dengan kepuasan pelanggan.
Sebagian besar dari model perbaikan kualitas didasarkan pada langkah-langkah yang diperkenalkan oleh W. Edwards Deming, yang dapat dikarakterisasi sebagai PDCA (Plan, Do, Check, Action). GE-6s memiliki siklus perbaikan lima fase yang semakin populer dalam organisasi Six Sigma: ‘Define’, ‘Measure’, ‘Analyze’, ‘Improve’, dan ‘Control’ (DMAIC). Selain itu terdapat siklus lain yaitu Define’, ‘Measure’, ‘Analyze’, ‘Design’, and ‘Verify’ (DMADV). Seperti model perbaikan lainnya, model DMAIC (atau DMADV) didasarkan pada siklus PDCA Deming yang asli. Biasanya, organisasi Six Sigma menggunakan DMAIC untuk perbaikan proses dan DMADV untuk desain proses (dan desain ulang). Tabel 1 menjelaskan tahapan DMAIC termasuk Langkah, alat serta teknik yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas
| Tahapan | Langkah Spesifik | Alat dan Teknik yang digunakan |
| Define |
|
|
| Measure |
|
|
| Analyze |
|
|
| Improve |
|
|
| Control |
|
|
Penerapan Six Sigma di Perusahaan memerlukan Chief executive officer (CEO) yang biasanya merupakan kekuatan pendorong yang menetapkan visi, mengembangkan strategi, dan menggerakkan perubahan. Selain peran penting CEO, pelaku lain juga memiliki peran spesifik untuk penerapan Six Sigma antara lain:
- ‘Champions’ biasanya adalah manajer senior, yang merupakan sponsor proyek dan bertanggung jawab atas keberhasilan upaya Six Sigma, mereka adalah pemimpin bisnis yang terlatih penuh yang mempromosikan dan memimpin penerapan proyek Six-Sigma; (‘Master Black Belt (MBB)’ adalah guru dan konsultan penuh waktu, mereka bertanggung jawab atas strategi, penerapan, pelatihan, pendampingan, dan hasil Six-Sigma. Seorang Master Black Belt di Motorola telah memimpin sebagai Black Belt selama sekitar sepuluh proyek yang berhasil setidaknya selama lima tahun, dan membutuhkan rekomendasi dari manajemen tingkat tinggi;
- ‘Black Belts (BBs)’ memiliki peran operasional utama dalam program sebagai pelaku Six Sigma penuh waktu, mereka adalah pakar Six Sigma yang terlatih penuh dan memimpin tim perbaikan. Mereka memenuhi syarat karena berhasil memimpin setidaknya dua proyek Six Sigma;
- Green Belts (GBs)’ adalah pemilik proses yang, dipimpin oleh BBs, mengerjakan proyek Six Sigma sambil tetap menjalankan fungsi pekerjaan asli mereka di perusahaan.
Sumber: Yang, Ching-Chow, 2010, Quality Management and Six Sigma, (Abdurrahman Coskun editor) Published by Sciyo, Janeza, Croatia
Comments :