EKSISTENSI PIDANA MATI MENURUT KUHP 2023


Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, pada tanggal 11 September 2024 mengadakan seminar nasional menyongsong berlakunya KUHP Nasional. Isu yang diangkat adalah tentang pidana mati bersyarat. Dosen Jurusan Hukum Bisnis BINUS Shidarta, menjadi salah satu pembicara dalam seminar nasional ini. Beliau mengulas tentang pidana mati bersyarat dalam perspektif kajian filsafat hukum. Seminar yang dibuka oleh Rektor Universitas Diponegoro ini juga mengundang Ketua Mahkamah Agung RI sebagai keynote speaker. Pembicara lain dalam seminar yang berlangsung di Kampus Undip Tembalang ini adalah Dr. Dhahana Putra (Dirjen HAM Kemenkuhmham), Prof. Pujiono, dan Prof. Rahayu, dimoderatori oleh Rahmi Dwi Sutanti.

Dalam kesempatan itu, Shidarta mengulas posisi pidana mati bersyarat ini menurut pandangan kaum rentesionis dan abolisionis. Menurutnya, kedua kubu itu sebenarnya sama-sama menggunakan alasan moralitas, fakta, dan hukum (khususnya konstitusi) sebagai pembenaran untuk menghukum atau menolak menghukum dengan pidana mati. Pada akhir presentasinya, Shidarta mengatakan bahwa pidana mati bersyarat ini memang dapat diposisikan sebagai cara pandang aliran hukum kodrat dan mazhab sejarah. Ia menilai ada dimensi transenden sekaligus imanen yang ingin ditekankan dalam opsi atas pidana mati bersyarat ini. Indonesia sendiri secara internasional masih dikategorikan sebagai negara retensionis. Menurut pembicara, posisi Indonesia menurut KUHP Nasional tahun 2023 sudah bergeser ke “de facto” abolisionis, tetapi ia mencatat ada banyak pekerjaan rumah dalam memastikan pidana mati bersyarat ini dapat dilaksanakan sesuai harapan. (***)

 

 

 

 

... ... ...