Dikenal memiliki pendidikan dan fokus mengajar di bidang edukasi selama belasan tahun, Irfan Rifai, S.Pd., M.Ed., Ph.D yang merupakan Head of English Department di BINUS University berpengalaman dalam pengembangan profesional guru, teori pedagogi, instruksi baca tulis, percakapan di kelas, diskusi berbasis teks, dan pendidikan bahasa. Dr. Irfan Rifai juga seorang peneliti yang berfokus pada implementasi Instruksi Membaca dan Literasi Berbasis Seni dalam pembelajaran bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Ia adalah penggemar pertunjukan teater dan sebelum berkarir sebagai dosen, ia adalah guru bahasa Inggris di sekolah dasar dan menengah.
Dr. Rifai meraih gelar Bachelor of English dari Universitas Negeri Semarang di Indonesia, gelar Master of Education dari The Flinders University di Australia, dan gelar Doctor of Philosophy in Reading and Literacy dari The Ohio State University di Amerika Serikat. Selain itu, Dr. Irfan Rifai juga menjadi fasilitator program pengembangan professional guru, penerjemah dan editor media & komunikasi Kementerian Luar Negeri, serta fasilitator dan instruktur di bisnis ritel dan badan usaha milik negara.
Dalam beberapa publikasinya, Irfan Rifai, Ph.D. menganalisis bagaimana meningkatkan tingkat literasi di Indonesia melalui aktivitas yang menyambungkan masyarakat dan rumah. Salah satu publikasi Dr. Irfan Rifai mengarah ke komparasi antara pengajaran literasi tingkat sekolah dasar (elementary) di Jepang dan Indonesia. Menurutnya, ada perbedaan fokus pengajaran literasi di Jepang dan Indonesia, misalnya fokus pengajaran literasi di Indonesia pada level elementary mengarah pada pengajaran bahasa asing sementara di Jepang pada level elementary fokus mengajar tentang IoT, robotic, dan lainnya. Landasan mengapa beliau menyoroti Jepang dan Indonesia, karena pencetus society 5.0 adalah bangsa Jepang. Untuk mencapai tahapan atau landasan 5.0, literasi dasar harus dapat dikuasai dengan baik demikian pula kurikulum dari tingkat sekolah dasar perlu menjadi pondasi kokoh bagi literasi membaca. Hal itulah yang kemudian beliau pelajari dari Jepang yang belum dikembangkan di Indonesia. Ia menyoroti kurikulum di Indonesia yang terkadang tidak berkesinambungan dan belum dikembangkan dengan baik. Oleh karena itu, Dr. Rifai mengusulkan strategi untuk mendeskripsikan visual dan menjelaskan teks dalam bidang ilmu yang diajarkan guru. Melihat banyaknya anak Indonesia yang tidak terbiasa membaca tabel atau grafik dan kurang memahami bagaimana cara mendeskripsikan visual, maka ia mengajak para guru mata pelajaran selain bahasa untuk membiasakan siswa agar menulis dan membacakan hasil pemahaman atas visualisasi tertentu. Dengan demikian strategi literasi itu sendiri menurutnya adalah strategi literasi yang sangat penting untuk dikuasai oleh para guru sebagai subject teacher yang mau dan mampu menjelaskan kepada siswa untuk memahami teks-teks bidang ilmu mereka. Tantangan yang dihadapi guru, selain guru bahasa, adalah mindset agar lebih fokus pada kesenangan belajar, bukan hanya mengajar anak-anak memenuhi standar tertentu. Metode lain yang inovatif dalam mengajar mata pelajaran tertentu akan lebih menyenangkan, sehingga guru dapat menanamkan perubahan perubahan mindset mulai dari diri guru sendiri, dan menciptakan kebiasaan baru.
Dr. Irfan Rifai juga memberikan beberapa saran untuk sisi persiapan atau masa pembentukan guru. Menurutnya, guru perlu menjadi suri teladan yang baik. Sarannya untuk universitas yang memiliki school of education para dosen-dosennya perlu memberikan pemodelan dan arah yang jelas kepada pre-service teacher, dan untuk universitas yang belum memiliki school of education namun passion dalam mengajar, dosen bisa menjadi sumber inspirasi yang tidak hanya mengajar secara theoretical.
Tanggapan Dr. Rifai soal ‘membaca’ itu sendiri: “Dosen juga perlu walk the talk, seberapa seharusnya kita sebagai dosen membaca, untuk level higher education, saya pikir it's part of game kita membaca dan mengimplementasikan dalam pekerjaan kita. Kemudian kita berteori dan melakukan riset. Namun yang dilupakan dosen adalah reading for pleasure. Aktivitas membaca untuk kesenangan, juga memberikan kesempatan untuk merefleksikan apa yang kita lakukan.“
Dr. Irfan Rifai juga memberikan saran kepada dosen dan mahasiswa di luar English Department agar dapat mengadopsi inovasi alih wahana sebagai salah satu cara untuk meningkatkan literasi di Indonesia. Seperti yang telah diterapkan oleh Departemen English Literature BINUS yaitu BINUS EDAP atau English Department Adaptation Project, merupakan proyek inisiatif yang mengadaptasikan cerita pendek yang ditulis oleh Mahasiswa English Literature BINUS dan diimplementasi menjadi film pendek serta dalam bentuk lain seperti audio dan picture books. Upaya alih wahana ini mendorong para pelaku di dalamnya untuk membaca dalam mempersiapkan wahana baru. Dengan demikian, literasi baca juga meningkat.
“Saya pikir, adalah penting untuk dosen menjadi model yang baik dan partner yang baik bagi mahasiswa dalam berdiskusi, serta memberikan kesempatan (kepada mahasiswa) untuk dapat merefleksikan pembelajaran yang telah dilakukan agar bisa bersama-sama berkontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Untuk ini, literasi membaca dan menulis yang baik sangat penting dalam membantu (mahasiswa) menciptakan output pemikiran dalam bentuk tulisan atau moda yang lain.” - Irfan Rifai, S.Pd., M.Ed., Ph.D