RUANG SAKRAL : KONSEP DAN ELEMEN PEMBENTUK (Part 1: Pemahaman Tentang Kesakralan)

By: Ira Audia A.

RUANG SAKRAL : KONSEP DAN ELEMEN PEMBENTUK

(Part 1: Pemahaman Tentang Kesakralan)

 

Konsep ruang sakral pada lingkungan binaan dalam ruang maupun luar ruang, tidak lepas dari sistem kepercayaan atau agama yang memiliki pengaruh kuat terhadap place attachment (keterikatan terhadap suatu ruang) pada pengunjung, terutama pada tempat-tempat yang menjadi latar belakang sejarah suatu agama dan yang dianggap memiliki aura “ilahiah”, atau yang disebut juga dengan “ruang sakral” (sacred space). Ruang sakral adalah sebuah fenomena yang terjadi di semua tempat, oleh semua manusia dari waktu ke waktu, meskipun bentuk dari pengalaman tersebut dipengaruhi oleh budaya dan pengalaman masing-masing (Srisadono, 2012).

Pembentukan ruang sakral itu sendiri, selain disebabkan oleh latar belakang sosial reigius seseorang, juga dipengaruhi oleh elemen fisik: yaitu: desain, dekorasi, simbol, konsep arsitektural dan estetika pada struktur sakral tersebut yang dianggap mampu membawa seseorang lebih dekat kepada idealisme religius mereka, baik secara spiritual, komunitas, maupun tempat (Mazumdar & Mazumdar, 2004)

Berdasarkan luas cakupannya, kesakralan itu sendiri dapat dibagi kedalam dua tipe, yaitu:

  1. Kesakralan Personal

Dalam pemahaman ini, keberadaan Tuhan dipahami ada dimana saja, baik itu didalam maupun diluar diri manusia, dan pengalaman terhadap kesakralan dapat mengambil tempat dimana saja, selama orang tersebut mampu mencari dan menunggu dalam diam dan keheningan untuk keberadaan Tuhan. Dalam kepercayaan Jawa, tingkat kesakralan personal tertinggi adalah sebuah “manunggaling kawula gusti” atau “bersatunya Aku dengan Tuhan” (Magnis-Suseno, 2003)

  1. Kesakralan Komunal

Kesakralan komunal ditetapkan berdasarkan kesepakatan-kesepakatan komunal, dimana kesakralan ini dapat dimaknai secara lebih seragam dan umum oleh seluruh anggota komunitas. Setiap anggota dapat memahami makna kesakralan yang disematkan pada suatu obyek, konsep atau simbol tertentu sama dengan pemahaman anggota lain sesuai dengan apa yang telah disepakati dan ditetapkan dalam kitab suci atau aturan -aturan yang berlaku, baik tertulis maupun tidak tertulis. Kesakralan ini bersifat internal yang berarti nilai sakral tersebut hanya berlaku dan mengikat begi mereka yang percaya atau para anggota komunitas itu sendiri, dan tidak bernilai sama bagi individu/ kelompok diluar mereka (Agustina, 2015)

Konsep sakral sendiri juga terhubung dengan suatu konsep religiusitas, dimana Prof. Dr. Koentjaraningrat dirangkum sebagai suatu sistem yang terdiri dari komponen – komponen sebagai berikut:

  1. Emosi Keagamaan.

Timbulnya suatu emosi yang menggerakkan jiwa manusia yang muncul saat jiwa manusia mendapatkan “pencerahan” yang dialami secara pribadi dalam kesendirian. Saat dihinggapi emosi tersebut, seseorang akan membayangkan Tuhan, Dewa, Roh, atau lainnya yang ditentukan oleh kepercayaan yang dianutnya atau yang lazim ada dalam masyarakat dan kebudayaan, dan selanjutnya perilaku keagamaan dijalankan menurut adat yang berlaku.

  1. Sistem Kepercayaan

Mengandung keyakinan serta bayangan manusia tentang sifat Tuhan serta “wujud dari sesuatu yang ghaib” yaitu hakikat hidup dan mati, wujud Dewa/Tuhan, dan makhluk halus lainnya. Sistem kepercayaan tersebut diajarkan melalui kitab suci agama yang bersangkutan, dongeng suci, mitologi yang hidup dalam masyarakat, dan erat hubungannya dengan sistem upacara religius.

  1. Sistem Upacara Religius

Adalah suatu behavioural manifestation dari kepercayaan yang bertujuan mencari hubungan manusia dengan Tuhan, Dewa, atau makhluk gaib melalui simbolisasi dan ritual, bauk yang wajib maupun yang tidak, ritual harian, musiman, atau sesekali.

  1. Kelompok – kelompok Religius

Kelompok religius atau kesatuan sosial yang menganut dan melakukan sistem upacara religius diatas. Kelompok religius ini dapat berupa:

  • Keluarga initi atau kelompok kekerabatan kecil lainnya
  • Kelompok kekerabatan yang lebih luas seperti keluarga besar, keluarga unilineal seperti klan, suku, marga, dan lain-lain.
  • kesatuan komunitas seperti desa, RT, dan lain-lain.
  • organisasi religius seperti organisasi penyiaran agama, organisasi sangha, organisasi gereja, partai politik yang berdasarkan pada ideologi religius, dan lain. Lain.

Source:

  1. Agustina, Ira. (2015). Transformasi Elemen Visual Yang Berkonsep Jawa Sebagai Aspek Pembentuk Ruang Sakral Pada Gereja Katolik Ganjuran. Thesis. Institut Teknologi Bandung.
  2. Srisadono, Y.D. (2012). Konsep Sacred Space dalam Arsitektur Gereja Katolik. Jurnal Melintas, 182-206.
  3. Mazumdar, S., & Mazumdar, S. (2004). Religion and Palce Attachment : A Studyof Sacred Places. Journal of Environmental Psychology , 385-397.
  4. Magnis-Suseno, Frans. (1988). Etika Jawa: Sebuah Analisa Filsafat Tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa. Gramedia. Jakarta.
  5. Koentjaraningrat, R.M. (2005). Pengantar Antropologi. 03. Rineka Cipta. Jakarta.
Baskoro Azis