Oleh: Bambang kartono Kurniawan

Pengantar

Industri mebel kayu skala kecil dan menengah (UKM) di Indonesia punya peran besar dalam menyokong ekonomi nasional? Namun demikian,  di balik kontribusinya, industri ini juga menyumbang tantangan besar bagi lingkungan. Eksploitasi hutan, limbah produksi, dan kurangnya kesadaran akan desain berkelanjutan menjadi sorotan dunia. Saat ini, konsumen global makin cerdas dan peduli. Mereka bukan hanya ingin mebel yang cantik dan kuat, tapi juga yang eco-friendly. Inilah saatnya desainer muda ikut ambil bagian—mendorong transisi menuju produk yang lebih bertanggung jawab terhadap alam.

Desain hijau (green design) merupakan pendekatan kreatif yang mempertimbangkan dampak lingkungan dalam setiap tahap proses, mulai dari pemilihan bahan baku, metode produksi, hingga pengelolaan akhir masa pakai produk. Prinsip utama dalam desain ini meliputi efisiensi sumber daya dengan meminimalkan penggunaan bahan baru, pemanfaatan limbah melalui praktik reuse dan daur ulang, serta penciptaan estetika berkelanjutan yang menonjolkan keaslian material dan kesadaran ekologis. Di berbagai negara, desain hijau telah menjadi standar baru dalam industri, tidak hanya sebagai upaya melestarikan lingkungan, tetapi juga sebagai strategi untuk memperkuat citra merek dan membangun loyalitas konsumen yang semakin peduli terhadap isu keberlanjutan.

Filosofi “Waste is More”

Pernah dengar konsep “Waste is More”? Berasal dari filosofi less is more, konsep ini justru membalik stigma negatif limbah menjadi sesuatu yang punya value tinggi. Setiap produk dirancang untuk menghadirkan harmoni antara fungsionalitas, estetika, dan bahan ramah lingkungan. Dengan pendekatan upcycling, menggunakan kayu bekas dan bahan bangunan bekas, terutama kayu jati berkualitas tinggi yang mempertahankan karakter aslinya. Tekstur alami, garis usang, dan serat kayu yang unik tidak disembunyikan, melainkan menjadi daya tarik utama, menciptakan cerita baru di setiap elemen desain. Kayu diproses seminimal mungkin untuk menjaga keasliannya, sedangkan potongan-potongan kecil yang tersisa dimanfaatkan sepenuhnya, mengubah limbah menjadi kreasi bernilai tinggi. Hasil akhir alami semakin memperkaya karakter kayu, menghasilkan furnitur yang tidak hanya kuat dan tahan lama tetapi juga memiliki estetika abadi yang cocok untuk berbagai gaya interior. Konsep keberlanjutan bukanlah kompromi, tetapi inovasi—menciptakan furnitur yang bermakna, berkualitas, dan berkontribusi pada lingkungan yang lebih baik.

Pongge Antik Furniture di Jepara jadi contoh menarik. Mereka memproduksi mebel dari potongan kayu bekas bangunan, khususnya jati tua yang punya karakter kuat. Goresan alami, serat yang terlihat jelas, dan warna usang tidak disembunyikan. Justru, itu semua menjadi bagian dari estetika. Setiap produk mencerminkan ”” bukan hanya fungsi dan bentuk, tapi juga soul dari material yang sudah hidup lama.

Gambar: Mebel Limbah Kayu: Desainer Bambang kartono

Tantangan Desainer

Tentu tidak mudah mengubah paradigma industri mebel saat ini. Banyak produsen masih menghadapi keraguan akibat keterbatasan akses yang minim terhadap bahan ramah lingkungan. Namun, justru di titik inilah tantangan bertransformasi menjadi peluang. Bagi mahasiswa desain, ini adalah momentum penting untuk bereksperimen dengan material alternatif seperti potongan limbah, bioplastik, atau bambu olahan; menerapkan pendekatan circular design yang memungkinkan produk digunakan ulang, diperbaiki, atau dibongkar menjadi komponen baru; selain itu dapat memanfaatkan teknologi CAD/CAM untuk meningkatkan efisiensi sekaligus mengurangi limbah. Dengan menggabungkan prinsip-prinsip tersebut, karya desain tidak hanya bisa tampil estetis dan ergonomis, tetapi juga memberikan kontribusi nyata terhadap keberlanjutan sosial dan ekologis.

Penutup

Industri mebel kini tengah bergerak menuju arah yang lebih hijau dan berkelanjutan, dan di sinilah peran generasi desainer masa depan menjadi sangat penting. Saatnya mengubah cara pandang: melihat desain bukan sekadar soal bentuk, melainkan sebagai solusi; memandang limbah bukan sebagai beban, tetapi sebagai sumber daya utama; dan menjadikan produksi bukan rutinitas semata, melainkan sebagai peluang untuk menciptakan masa depan yang lebih baik bagi manusia sebagai penduduk bumi.

Sumber:

Barbaritano, M. & Savelli, E. (2021). How Consumer Environmental Responsibility Affects the Purchasing Intention of Design Furniture Products. Sustainability, 13(11), 6140. DOI:10.3390/su13116140

Forest Policy Trade and Finance Initiative (2022). Forest Trends Report, forest-trends.org

 Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. IKM dan Industri Mebel, ikm.kemenperin.go.id