Oleh: Hilmi Dzakaaul Islam

Mungkin dari kita sudah sering mendengar istilah “bangunan heritage”, namun apakah arti sesungguhnya? Apakah ada spesifikasi khusus? Mari kita bahas lebih dalam.

Kata “heritage” sendiri berasal dari bahasa Inggris yang berarti “warisan”. Warisan dapat berarti sesuatu yang ditinggalkan oleh generasi sebelumnya kepada generasi berikutnya. Warisan dapat berupa benda, nilai, tradisi, atau budaya yang memiliki makna dan penting untuk dipertahankan. Dengan demikian, bangunan heritage dapat diartikan sebagai warisan berbentuk bangunan dari masa lalu yang memiliki nilai, tradisi atau budaya dan dianggap penting sehingga masih dilestarikan sampai sekarang.

Gambar 1. Balai Kota Malang tahun 1937-an

Sumber: netralnews.com, 2025

Dalam bahasa Indonesia, heritage juga disebut sebagai cagar budaya. Berdasarkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding, dan beratap. Bangunan tersebut masuk dalam kategori cagar budaya apabila memenuhi kriteria berikut:

  1. Berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih;
  2. Mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun;
  3. Memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan; dan
  4. Memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.

Dari kriteria tersebut, dapat diketahui bahwa tidak semua bangunan peninggalan dari masa lalu masuk kategori bangunan heritage, karena juga tidak semua bangunan memiliki kriteria yang telah ditetapkan dalam undang-undang.

Sebuah bangunan apabila dibiarkan terbengkalai dan tidak terawat tentu akan rusak dengan perlahan, maka diperlukan beberapa usaha untuk mempertahankan bangunan tersebut, diantaranya yaitu:

  1. Pemanfaatan yaitu pendayagunaan Cagar Budaya untuk kepentingan sebesar besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertahankan kelestariannya.
  2. Revitalisasi yaitu kegiatan pengembangan yang ditujukan untuk menumbuhkan kembali nilai-nilai penting Cagar Budaya dengan penyesuaian fungsi ruang baru yang tidak bertentangan dengan prinsip pelestarian dan nilai budaya masyarakat.
  3. Adaptasi yaitu upaya pengembangan Cagar Budaya untuk kegiatan yang lebih sesuai dengan kebutuhan masa kini dengan melakukan perubahan terbatas yang tidak akan mengakibatkan kemerosotan nilai pentingnya atau kerusakan pada bagian yang mempunyai nilai penting.

Gambar 2. Balai Kota Malang tahun 2024

Sumber: netralnews.com, 2025

Sebagai warga negara Indonesia yang baik, sudah sepantasnya kita turut andil dalam menjaga bangunan heritage di sekitar kita. Khususnya sebagai desainer interior, kita memiliki ilmu yang lebih untuk diaplikasikan dan turut andil dalam pelestarian bangunan heritage dengan tetap mengikuti peraturan yang telah disepakati bersama.

Referensi

Rahayu, T., dan Elly, A. S., (2023), Penerapan Metode Adaptive Reuse pada Bangunan Cagar Budaya Gedung Filateli Jakarta Pusat, Jurnal Ilmiah ARJOUNA, 7(2), 45-57.

Setiawan, I., dan Susanti, A. D., (2021), Studi Pemanfaatan Bangunan Heritage di Wilayah Indonesia, ARSIP Jurnal Arsitektur, 1(2), 25-37.

Yuanditasari, A., Krisnawatie, A., dan Nastiti, R. A., (2024), Analisis Penerapan Konsep Adaptive Reuse dalam Mendesain Interior Restoran di Kawasan Heritage (Studi Kasus: Locaahands Tunjungan), Jurnal Lintas Ruang: Jurnal Pengetahuan & Perancangan Desain Interior, 12(2), 112-122.

UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya https://bphn.go.id/data/documents/10uu011.pdf