Konsep Biophilic Design pada Interior Design
Bagi kalian yang sering berhubungan dengan bidang profesi Arsitektur maupun Interior, istilah Biophilic tentu sudah tidak asing lagi didengar. Istilah “biophilic” berasal dari konsep “biophilia”, yang pertama kali diperkenalkan oleh psikolog dan filsuf Amerika Bernama Erich Fromm pada tahun 1964. Fromm menggunakan istilah ini dalam konteks psikologi untuk menjelaskan ketertarikan mendasar manusia terhadap semua yang hidup dan alami. “biophilia” itu sendiri memiliki arti “cinta terhadap kehidupan dan segala yang hidup”.
Konsep “biophilic” menjadi lebih dikenal secara luas ketika dipopulerkan oleh ahli biologi terkenal Edward O. Wilson melalui bukunya yang berjudul Biophilia pada tahun 1984. Dalam buku ini, Wilson memperluas gagasan Fromm dengan teori bahwa manusia memiliki kecenderungan bawaan untuk terhubung dengan alam dan makhluk hidup lainnya. Menurut Wilson, keterikatan ini adalah hasil dari evolusi panjang manusia yang hidup di alam liar, sehingga menjadikan alam sebagai bagian penting dalam kesejahteraan psikologis dan fisiologis kita.
Pada tahun-tahun berikutnya, konsep Biophilia ini mulai diterapkan dalam berbagai disiplin ilmu, termasuk arsitektur dan desain interior, yang kemudain dikenal dengan istilah “Biophilic design”. Fokus dari konsep desain ini adalah Upaya desain untuk menginterasikan elemen-elemen alam kedalam lingkungan binaan (bangunan, landscape, interior) untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup manusia.
Stephen R. Kellert, seorang profesor di Yale University, adalah salah satu tokoh utama dalam pengembangan konsep biophilic design. Dalam bukunya yang berjudul Biophilic Design: The Theory, Science and Practice of Bringing Buildings to Life (2008), Kellert menekankan bahwa desain yang terinspirasi oleh alam memiliki dampak positif terhadap kesehatan mental, emosi, dan fisik manusia.
Terdapat 3 Prinsip utama dari Biophilic Design, yaitu:
- Koneksi dengan Alam Langsung: Melibatkan elemen-elemen alami yang nyata dalam ruang, seperti tanaman, air, dan cahaya matahari.
- Koneksi dengan Alam Tidak Langsung: Penggunaan material alami, warna, tekstur, dan bentuk yang meniru elemen-elemen dari alam, seperti pola daun atau tekstur kayu.
- Koneksi dengan Ruang dan Tempat: Penciptaan tata ruang yang mendorong orientasi, kejelasan, dan keterikatan emosional dengan tempat, yang bisa memunculkan perasaan nyaman dan aman, mirip dengan cara kita merasakan ruang alami.
Source: Pinterest
Beberapa elemen yang harus diperhatikan dalam mendesain dengan konsep Biophilic adalah sebagai berikut:
- Pencahayaan Alami: Memaksimalkan pencahayaan alami dapat membantu untuk menciptakan atmosfir yang tenang serta mengurangi kebutuhan pencahayaan buatan. Cahaya alami dapat meningkatkan mood serta produktifitas penghuninya.
- Tanaman Indoor: Memasukkan tanaman indoor tidak hanya meningkatkan kualitas udara namun juga membawa vibe kehidupan serta kesegara pada ruang dalam bangunan. Hal ini bisa dilakukan dengan menerapkan vertical garden, tanaman dalam pot, dan pgar hijau pada bangunan berkonsep biophilic.
- Material Alami: Penggunaan material alami seperti kayu, batu, dan kain organic dapat menciptakan tekstur serta kehangatan pada sebuah ruang. Material alami ini dapat membawa kesan membumi yang dapat memicu rasa nyaman.
- Pandangan Alam: Menciptakan ruang dengan akses pandangan yang luas terhadap lingkungan alami, tanaman dan pepohonan hijau, melalui jendela dan ruang terbuka, dapat memperkuat koneksi manusia terhadap alam serta telah terbukti dapat mengurangi stress serta meningkatkan kualitas hidup.
- Elemen Air: Meletakkan elemen air pada bangunan seperti air mancur, aquarium, dinding air, dapat menciptakan pengalaman auditori dan visual yang menenangkan yang dapat menurunkan tingkat stress.
- Bentukan dan Pola Organik: Menggunakan bentuk maupun pola yang terdapat di alam, seperti lengkungan, fractal, gelombang, pada furniture maupun dekorasi ruangan dapat menciptakan harmoni serta kesan alamiah yang lebih kuat pada ruang.
- Tekstur dan warna yang terinspirasi oleh alam: Warna bumi, hijau, biru, dan warna-warna netral hangat adalah warna yang mencerminkan alam yang dapat memunculkan rasa nyaman dan atmosfer yang seimbang pada sebuah ruang.
- Kualitas udara dan sirkulasi: Pastikan adanya sirkulasi udara yang baik dengan mengaplikasikan sistem yang dapat menirukan kesegaran udara pada ruang outdoor. Hal ini dapat dicapai dengan menciptakan sistem ventilasi yang cukup, aliran udara yang natural, dan meletakkan tanaman-tanaman penyegar udara.
Apabila konsep Biophilic ini dapat dengan baik diterapkan pada suatu bangunan, maka dapat memberikan keuntungan-keuntungan sbb:
- Meningkatkan taraf hidup penghuni: Pengaplikasian konsep Biophilic yang baik dapat meningkatkan kesehatan mental dan fisik penghuninya dengan mengurangi Tingkat stress, memperbaiki mood, dan menciptakan suasana yang tenang serta nyaman.
- Meningkatkan kreatifitas dan Produksi: Menstimulasi otak untuk dapat lebih meningkatkan kreatifitas, focus, dan performa dalam pekerjaan maupun pada rang sekolah.
- Ramah Lingkungan: Semua aspek yang diterapkan pada konsep biophilic berkontribusi pada penerapan konsep ramah lingkungan dan berkelanjutan, mulai dari penggunaan material alami hingga efisiensi energi melalui penggunaan pencahayaan alami dan sirkulasi udara alami.
Source: Pinterest
Source: LW Design
Source:
- Fromm, E. (1964). The Heart of Man: Its Genius for Good and Evil. Harper & Row.
- Kellert, S. R. (2008). Biophilic design: The theory, science, and practice of bringing buildings to life. Wiley.
- Kellert, S. R., & Wilson, E. O. (1993). The biophilia hypothesis. Island Press.
- Ryan, C. O., Browning, W. D., Clancy, J. O., Andrews, S. L., & Kallianpurkar, N. B. (2014). Biophilic design patterns: Emerging nature-based parameters for health and well-being in the built environment. International Journal of Architectural Research: ArchNet-IJAR, 8(2), 62-76.
- Wilson, E. O. (1984). Biophilia. Harvard University Press.
- Joye, Y. (2007). Architectural lessons from environmental psychology: The case of biophilic architecture. Review of General Psychology, 11(4), 305-328. https://doi.org/10.1037/1089-2680.11.4.305