Konsep Digital Humanism
Di era Industry 5.0, konsep digital transformation (DT) melangkah lebih jauh dari sekadar teknologi. Jika di Industry 4.0 teknologi dan otomasi menjadi fokus utama, Industry 5.0 menekankan kolaborasi antara teknologi dan keterampilan manusia yang lebih bermakna. Dalam perubahan ini, muncullah konsep digital humanism—di mana teknologi tidak lagi berdiri sendiri sebagai pengganti manusia, melainkan menjadi alat yang memperkuat kemampuan manusia dalam menghasilkan kreativitas, inovasi, dan semangat kewirausahaan.
Cerita ini berfokus pada pengalaman seorang pemilik perusahaan di sektor Knowledge-Intensive Business Services (KIBS) bernama Sarah. Sarah menjalankan perusahaan konsultan di bidang keuangan di Eropa yang sering melibatkan teknologi digital canggih. Sebagai seorang wirausahawan, Sarah berkomitmen mengintegrasikan teknologi untuk mendukung pekerjanya, namun ia juga percaya pada pentingnya kreativitas manusia. Ketika DT semakin berkembang, muncul pandangan bahwa robot dan AI akan menggantikan peran manusia dalam banyak sektor. Namun, Sarah merasa ada yang berbeda. Ia menyadari bahwa teknologi saja tidak cukup untuk memenangkan kompetisi dalam lingkungan yang cepat berubah. Justru, kreativitas, kemampuan inovatif, dan entrepreneurial spirit timnya menjadi nilai tambah yang tidak tergantikan.
Melalui pendekatan berbasis social cognitive theory, Sarah menciptakan lingkungan kerja yang mendorong kreativitas. Ia berusaha memanfaatkan teknologi untuk mendukung inovasi timnya—misalnya, menggunakan AI untuk analisis data besar sehingga timnya dapat membuat keputusan yang lebih cepat dan akurat. Teknologi ini membantu, tetapi kreativitas manusialah yang menyaring dan memproses hasil analisis ini menjadi solusi nyata yang dapat diimplementasikan. Seiring berjalannya waktu, Sarah mendapati bahwa para pekerja di perusahaannya tidak hanya melihat teknologi sebagai alat kerja, tetapi sebagai katalis yang memperkuat ide dan gagasan kreatif mereka. Teknologi menjadi motivator yang membuat mereka berpikir lebih maju dan menciptakan nilai yang lebih tinggi. Dengan teknologi yang mendukung mereka, tim Sarah menciptakan layanan-layanan keuangan yang inovatif dan unik, memenangkan kepercayaan klien, dan memperluas jaringan perusahaan.
Sebagai pemimpin, Sarah juga mulai berperan dalam advokasi pada pemerintah lokal, memohon agar mereka memprioritaskan kebijakan yang mendorong kreatifitas dalam dunia digital. Ia mengajak pembuat kebijakan untuk menciptakan infrastruktur yang mendukung kerja kolaboratif antara manusia dan teknologi, mendorong kegiatan kerja kreatif, dan menumbuhkan inovasi baru di berbagai sektor industri KIBS. Kisah Sarah menjadi inspirasi dalam dunia KIBS dan menunjukkan kepada banyak orang bagaimana digital humanism bisa menguatkan manusia. Alih-alih melihat teknologi sebagai ancaman, Sarah memperlihatkan bagaimana keterampilan manusia dapat berkembang pesat dengan bantuan teknologi—menghasilkan solusi yang lebih berfokus pada manusia, kreatif, dan berdampak luas dalam digital transformation yang sedang berlangsung.
Oleh: Glory Aguzman – D5368
Reference: Scuotto, 2023 The digital humanism era triggered by individual creativity, Journal of Business Research
Published at :