Mengembangkan Empati dan Memanusiakan Karyawan (2)
Bagi Ali yang mengandalkan pengalaman di lapangan tanpa mentor khusus yang membimbingnya, pemimpin yang baik adalah mereka yang mampu berempati kepada anak buah. “Kebetulan karena saya pernah berada di posisi sebagai orang yang tidak punya apa-apa, tidak punya pertolongan dari siapa pun dan tidak punya tempat untuk berlindung, dan saya juga pernah menjadi karyawan, saya tahu rasanya seperti apa berada di bawah yang membuat saya bisa lebih sensitif dan peka terhadap emosi karyawan,” tuturnya.
Menurutnya, pemimpin yang baik adalah yang berhasil memanusiakan karyawan. Ibarat sedang mendidik seorang anak, bisnis ataupun karyawannya harus diberi yang terbaik. Intinya, seorang pemimpin harus bisa menuntun sebelum menuntut. “Saya harus memberi contoh sebelum menyuruh. Ketika menyuruh karyawan melakukan sesuatu, saya juga harus memahami tugas yang didelegasikan tersebut,” katanya.
Menjadi seorang pemimpin perusahaan di usia muda memang jauh lebih menantang. Namun, yang pasti, masalah kesejahteraan karyawan itu nomor satu, dari hal terkecil misalnya jam kerja, juga kebahagiaan mereka. “Ketika kami berhasil menyentuh area tersebut, presentase berhasil akan lebih besar ketimbang hanya memperhatikan berjalannya bisnis tapi miskin perhatian di SDM,” ia menandaskan.
Ali bersyukur lahir dari keluarga yang serba terbatas sehingga terbiasa bekerja keras. “Waktu kecil ayah saya pengepul rongsokan, saya sering diajak ke tempat pengepul barang itu,” katanya mengenang.
Sejak kecil sudah melihat kerasnya kehidupan, ia pun punya kecenderungan mencari uang sendiri. “Saya pernah jualan kresek di pasar untuk bisa mendapatkan uang tambahan, karena waktu itu keadaan ekonomi sangat sulit sekali,” ungkapnya.
Belajar dari pengalaman dan kepahitan masa lalu itulah, kini ia mengaku sangat hati-hati dalam mengelola usaha, terutama terkait uang. Misalnya, untuk membuka cabang, ia mengandalkan cash flow, tidak meminjam bank ataupun pemodal lain.
Dalam mengelola gerai, Ali mencoba mendelegasikan ke GM Area. Intinya, ia tidak ingin menjadi superman, melainkan superteam. Semua harus dikerjakan bersama, saling mengisi dan sling amelengkapi.
Dengan pendekatan seperti itu, Makaroni Ngehe dapat bertahan meski dihajar pandemi. Dari segi pendapatan ia mengaku memang ada penurunan. Namun, Ali optimistis, bisnis akan terus melaju kencang. Ia siap berada di barisan depan.
Published at :