Laporan Seminar Bifest Desember 2019 – Change Agents
Digital transformasi dapat dilakukan mulai dari people-centric atau berfokus terhadap orang-orang. Inovasi design pun dapat dilakukan jika menggambungkan tiga hal berikut, yaitu: faktor keinginan manusia (desirability human factor), faktor visibilitas bisnis (visibility business factors), dan kelayakan faktor teknologi (feasibility of technology factors). Untuk membuat inovasi design, sangat lah perlu membayangkan kembali pengalaman atau experience yang akan didapatkan oleh pelanggan dan pengguna atau dapat disebut dengan faktor keinginan manusia (desirability human factor), selanjutkan sangat perlu juga untuk membanyangkan kembali akan model dan proses bisnis yang dilakukan atau disebut dengan faktor visibilitas bisnis (visibility business factors), yang terakhir perlu dilakukan adalah meningkatkan trobosan tren teknologi atau disebut dengan kelayakan faktor teknologi (feasibility of technology factors) dan hal ini pun mencakup hyper-connectivity, big data, mobility and cloud, internet of things, dan security. Churchill atau mantan perdana Menteri Inggris pada tahun 1992 pun bertanggapan bahwa entrepreneurship merupakan proses yang menciptakan sebuah nilai melalui inovasi di perusahan yang baru atau yang sudah ada. Sama halnya dengan Muhammad Yunus seorang pemenang hadiah nobel dan keuangan mikro, dimana ia mengatakan bahawa setiap manusia merupakan seorang entrepreuners.
Peran agen perubahan atau change agents pada sector social dimiliki oleh social entrepreneur yang dimana mereka mengambil sebuah misi untuk menciptakan nilai sosial dengan cara menciptakan berbagai oportunitas dan menggunakan proses inovasi yang terus berkembang tanpa dihalanginya oleh keterbatasan sumber daya. Hal ini pun menjunjung tinggi akan akuntabilitas atas kegiatan yang dilakukan.
Spektrum model bisnis yang ditinjau kembali pun terbagi akan 3 hal, yaitu: Traditional Charity, dimana hal ini bertujuan untuk mencapai social value; Social Entreprise, hal ini pun membahas mengenai dampak investasi; Traditional Business yang bertujuan untuk mencapai financial value. Ketiga hal ini pun memiliki tujuan yang diinginkan dicapai berbeda bahkan dalam mekanisme pun berbeda, seperti: dalam traditional charity yang murni dana amal dari hibah dan sumbangan, sedangkan jika dibandingkan dengan social enterprises yang dimana dalam social business, keuntungan akan di investasikan kembali, dan traditional business hanya menggunakan orientasi laba murni investor.
Perbedaan pun dapat ditemukan dalam hal business entrepreneur dengan social entrepreuner. Business entrepreneur selalu memikirkan akan profit yang mereka dapatkan dan bagaimana reaksi pasar akan produk tersebut dan hal ini pun didorong oleh competitor dan respon terhadap pemegang saham. Sedangkan, social entrepreneur, selalu mempertimbangkan untuk menciptakan solusi yang inovatif dan tentunya efektif yang dapat dieskalasi dan berkelanjutan arah persoalan sosial. Social entrepreneur pun memiliki misi sosial dan finansial yang tentu saja berseimbangan. Kedua hal ini pun dapat dicapai bila adanya kreativitas dan inovasi.
Oleh :
Natasha Aurel Gowinsky / 2201827004
Anatasya Indah Putri Darmawan / 2201818246
Ledy Seftiana / 2201833953
Maria Ulfah Nurhasanah Putri / 2201831115
M. Panji Wirasatya H. / 2201841362
Rafli Athalla / 2201800021
Reinaldy Daffaudrey Ammarafi Tjaja / 2201767711
Published at :