People Innovation Excellence
 

Alasan Mengapa Optimisme dan Bisnis Adalah Kombinasi Yang Buruk

Kebanyakan start-up bisnis berakhir dengan tidak baik. Sementara jumlah dari bisnis yang baru tercipta di UK sebanyak 414.000 pada tahun 2016, di tahun yang sama angka yang gagal adalah sebanyak 328.000.
Kegagalan selalu menjadi tanda dari entrepreneurship. Hanya 50% dari bisnis yang bertahan dalam 5 tahun pertama. Bukan hanya itu, rata-rata dari para bisnis owner yang mendapatkan bayaran lebih sedikit dibandingkan apabila mereka bekerja sebagai pegawai orang lain.
Jadi apa yang buat seseorang memutuskan untuk meninggalkan keamanan keuangan yang relatif stabil, kenyamanan menjadi pegawai, dan menginvestasikan rata-rata 70% dari total keuangan mereka di dalam tiket yang bernama entrepreneurship? Jawabannya adalah: optimisme.
Tentu

Tentu dengan pendapatan yang potensial dan keinginan ingin menjadi Bill Gates yang selanjutnya sangatlah menggoda. Psikologi telah mendokumentasikan kecenderungan kita untuk menjadi optimis. Faktanya adalah, optimisme adalah salah satu yang paling menjalar di sifat alami manusia. Dengan optimisme, kita berarti cenderung terlalu berharap probabilitas untuk berbuat lebih baik, atau, terlalu merendahkan probabilitas berbuat kesalahan.
Sebagai contoh, kebanyakan manusia cenderung lebih optimis dalam hal skill mengemudi mereka, atau keuangan masa depan mereka, pernikahan yang bahagia, dan kesempatan mereka untuk berhasil/sukses. Dalam banyak metode yang berbeda, studi melaporkan

secara konsisten bahwa mayoritas populasi manusia (sekitar 80%) menunjukkan pandangan optimis yang berlebihan.
Melihat diri sendiri dan kesempatan untuk masa depan yang lebih baik di dalam hal positif yang tidak masuk akal memang dapat meningkatkan ambisi dan kegigihan kita untuk bekerja. Hal itu dapat memaksa orang untuk bekerja sama dengan kita. Bahkan mungkin ada unsur takdir orang yang terpenuhi dengan sendirinya, dimana kepercayaan yang berlebihan dapat meningkatkan kemungkinan kesuksesan.
Namun, terdapat kelemahan di dalamnya. Sebagaimana lebih baik kita menggunakan informasi yang tepat dalam melakukan pilihan, optimisme cenderung menghasilkan penilaian yang salah dan keputusan yang salah. Walaupun mungkin itu bisa meningkatkan kinerja kita, tapi juga menghasilkan partisipasi dalam aktifitas yang gagal.
Di dalam studi juga mengatakan, pikiran optimis cenderung meningkat ketika hasil yang tidak pasti. Hal itu juga berkembang ketika kesuksesan dirasakan di bawah kontrol seseorang.

 

Jadi tidak kaget apabila orang yang optimis tertarik pada dunia wirausaha yang tidak pasti dan penuh lika-liku. Semakin besar optimisme seorang individu, maka semakin besar juga kemungkinan mereka telah ditipu dengan berpikiran bahwa mereka telah menemukan peluang bisnis yang baik dan bahwa mereka memiliki sesuatu untuk dimanfaatkan agar bisa sukses. Seorang yang realistis tentu cenderung untuk tidak melanjutkan prospek yang tidak menjanjikan.
Mendapatkan gaji sebagai karyawan, ditemukan bahwa pemilik bisnis dengan optimisme di atas rata-rata memperoleh sekitar 30% lebih
rendah daripada mereka yang memiliki optimisme yang di bawah rata-rata.
Maka secara keseluruhan, dari hasil menunjukkan bahwa banyak keputusan menjadi seorang pemilik bisnis dipandang sebagai kesalahan, yang hanya berdasarkan pada kepercayaan yang berlebihan kepada kemungkinan berhasil dan berbuat lebih baik.
Optimisme sebagian besar bertanggung jawab atas banyak mati dan hidupnya lahan bisnis yang terjadi dari tahun ke tahun di seluruh dunia. Dan walaupun lahan bisnis juga memberikan ratusan lapangan pekerjaan yang baru, perlu diingat juga ketika perusahaan gagal, maka mereka juga bertanggung jawab atas ratusan kehilangan pekerjaan.

Sumber:
1. David de Meza, Christopher Dawson, Andrew Henley, G. Reza Arabsheibani (2019). Curb Your Enthusiasm: Optimistic Entrepreneurs Earn Less. https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0014292118301582
2. Harvard Business Review. Delusions of Success: How Optimism Undermines Executives’ Decisions. https://hbr.org/2003/07/delusions-of-success-how-optimism-undermines-executives-decisions
3. Dr. Andreas Kappes and Dr. Tali Sharot. February 2015. Optimism And Entrepreneurship: A Double Edged Sword. http://affectivebrain.com/wp-content/uploads/2015/05/optimism_and_entrepreneurship_-_a_double-edged_sword.pdf


Published at :
Leave Your Footprint

    Periksa Browser Anda

    Check Your Browser

    Situs ini tidak lagi mendukung penggunaan browser dengan teknologi tertinggal.

    Apabila Anda melihat pesan ini, berarti Anda masih menggunakan browser Internet Explorer seri 8 / 7 / 6 / ...

    Sebagai informasi, browser yang anda gunakan ini tidaklah aman dan tidak dapat menampilkan teknologi CSS terakhir yang dapat membuat sebuah situs tampil lebih baik. Bahkan Microsoft sebagai pembuatnya, telah merekomendasikan agar menggunakan browser yang lebih modern.

    Untuk tampilan yang lebih baik, gunakan salah satu browser berikut. Download dan Install, seluruhnya gratis untuk digunakan.

    We're Moving Forward.

    This Site Is No Longer Supporting Out-of Date Browser.

    If you are viewing this message, it means that you are currently using Internet Explorer 8 / 7 / 6 / below to access this site. FYI, it is unsafe and unable to render the latest CSS improvements. Even Microsoft, its creator, wants you to install more modern browser.

    Best viewed with one of these browser instead. It is totally free.

    1. Google Chrome
    2. Mozilla Firefox
    3. Opera
    4. Internet Explorer 9
    Close