Siapkah Para Calon Kepala Daerah Hadapi Money Politic?
Oleh: Frederikus Fios *
Tahun 2024 adalah tahun politik untuk bangsa Indonesia. Kita telah menyelesaikan tahapan Pilpres dan Pileg serentak di Indonesia pada 14 Februari 2024. Hasilnya pun sudah kita ketahui bersama. Prabowo-Gibran berhasil terpilih sebagai presiden dan wakil presiden periode 2024-2029. Prabowo-Gibran menang 58 persen atas dua paslon lainnya yakni Anis-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud. Kita patut mengucapkan proficiat untuk Presiden dan Wakil Predisen terpilih Prabowo-Gibran.
Sementara dalam pemilihan legislatif, ada partai yang lolos, ada pula yang tidak lolos. Ada figur lama yang terpilih sebagai anggota DPR dan DPD, ada pula banyak pendatang baru yang mengisi kursi DPR dan DPD periode lima tahunan itu. Selamat juga untuk para partai yang lolos dan juga anggota DPR, DPRD dan DPD yang terpilih.
Pemilihan presiden dan wakil presiden serta anggota legislatif telah usai. Namun masih ada yang belum selesai. Proses demokrasi di Indonesia masih menyisakan satu tahap pemilihan lagi. Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah memastikan bahwa pemilihan umum kepala daerah (Pilkada) akan digelar pada 27 November 2024 nanti. Kita akan memilih gubernur dan wakil gubernur serta bupati-wakil bupati kita.
Saat ini sedang terjadi proses lobi, negosiasi dan komunikasi politik yang intensif antara paslon dengan para partai pendukung. Ini diprediksi penuh dengan nuansa politik uang. Bahkan sikut menyikut dan ganjal mengganjal pun ramai sekali. Penuh kejutan. Bagaimana mungkin hal ini terjadi?
Sudah menjadi rahasia umum bahwa para paslon ini tentu harus siap dana yang banyak untuk membayar mahar politik atau membeli kursi partai pengusungnya. Angkanya juga tidak sedikit. Besarannya bervariasi tapi yang jelas butuh miliaran rupiah dana yang perlu disetor oleh paslon ke para partai politik untuk dapat memperoleh dukungan. Kalau tidak menyetor uang maka jangan harap Surat Keputusan (SK) pencalonan akan bisa didapatkan dengan mudah.
Salah seorang calon wakil kepala dearah yang akan maju dalam kontestasi Pilkada November mendatang mengatakan “Dalam proses ini kita sangat membutuhkan dukungan finansial. Kita perlu siap uang cukup untuk menyetor ke partai. Kalau tidak ada uang, maka kita akan sulit mendapatkan dukungan parpol”.
Itulah fenomena Pilkada di Indonesia ini. Siapa yang mau maju kepala daerah dan wakil kepala daerah harus siap banyak uang. Jika tidak memiliki banyak uang, maka mustahil bisa mendapatkan dukungan partai politik alias kendaraan politik. Selain politik uang yang sarat dalam fenomena Pilkada, para calon itu pun harus memiliki track record yang baik dan juga mendapatkan dukungan dari masyarakat yang ditandai dengan bukti survei yang menunjukkan trend possitive.
Memang tidak mudah untuk maju menjadi kepala daerah di zaman yang dipenuhi dengan money politic saat ini. Kalau praktik politik uang masih banyak digunakan, maka kita sulit mengharapkan pelaksanaan politik yang jujur, etis dan fair. Apalagi banyak masyarakat kita yang nota bene masih miskin mengharapkan uang dari para calon kepala daerah. Siapa yang ber-uang, dia yang akan didukung partai dan dia pula yang akan dipilih rakyat.
Namun satu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa sering kali kandidat yang justru memiliki karakter dan kepribadian yang baik namun tidak memiliki uang, justru sulit untuk mendapatkan dukungan partai ataupun dukungan masyarakat. Akhirnya pemimpin yang tercalonkan oleh parpol adalah mereka yang memiliki banyak uang. Sedangkan yang tidak memiliki banyak uang, tidak akan lolos menjadi calon. Bahkan ada pemimpin yang berpengalaman atau bahkan dikenal baik dan bagus, belum tentu bisa dicalonkan oleh partai kalau tidak memiliki banyak uang.
Itulah realita politik Pilkada di Indonesia jelang perhelatan Pilkada serentak pada November tahun 2024 ini. Kita berharap masyarakat semakin cerdas untuk memilih pemimpin sesuai dengan hati nuraninya dan bukan karena sesuai dengan isi kantongnya. Kita pun berharap partai politik mengusung kandidat yang baik dan benar bukan karena uang setorannya. Tapi apakah itu mungkin? Tanyakan pada rumput yang bergoyang, dan angin yang berhembus!
* Dosen Filsafat dan Character Building Binus University, Jakarta