Kebebasan dan Pemikiran Inovatif Online Patut Didukung
Oleh: Frederikus Fios
Belakangan ini jagad media tanah air dipenuhi dengan adanya berita mengenai gugatan uji materi dari salah satu stasiun televisi swasta di republik ini kepada pihak Mahkamah Konstitusi (MK). Intinya, larangan atas siaran media sosial youtube, instagram, facebook dll. Hal ini menarik untuk dikaji secara filosofis. Berikut ini beberapa argumentasi dasar pemikiran terkait fenomena ini.
Pertama, paradigma filosofi postmodern dengan aliran teori kritis memungkinkan setiap Subjek Manusia bebas mengekspresikan diri dan menciptakan dunianya. Aku sebagai Subjek, berpeluang menciptakan kesadaran subjektif yang dinamis, fleksibel, cair dan selalu dalam proses becoming. Aku bukanlah aku yang pasif atau mati, tetapi aku menjadi subjek yang mampu menalar, berlogika, berproses menjadi, hidup, memiliki keunikan. Aku yang unik mampu menciptakan kultur sendiri sehingga memberikan kontribusi pada keanekaragaman informasi dan multiperspektif atas duniaku.
Kedua, Freire mengatakan manusia adalah aktor, pelaku atau subjek bukannya penderita atau objek. Panggilan manusia sejati adalah menjadi pelaku yang sadar, yang bertindak mengatasi dunia dan realitas. Perlu bertindak untuk mengatasi dan melampaui realitas yang dominatif dan mengkooptasi sehingga aktualisasi dan aspirasi diri tetap terjaga.
Ketiga, Manusia memiliki dimensi kebebasan, pengetahuan, kesadaran kritis dan inisiatif untuk menciptakan keunikan, makna dan tujuan hidup yang tidak statis, memiliki kebebasan untuk memilih dan bertindak yang harus dihargai. Oleh karena itu kebebasan berpikir setiap subjek manusia, termasuk menyampaikan gagasan/siaran melalui media online perlu didukung perkembangannya.
Keempat, Pandemi Covid 19 saat ini di mana semua lini serba live online, ini mendorong manusia sebagai makhluk personal untuk melakukan aktualisasi diri dan kreativitas inovatif untuk melakukan siaran online melalui channel pribadi (youtube, facebook, instagram dll). Dan hal ini perlu didukung, tidak boleh dilarang apalagi dibatasi. Karena kalau dilarang, maka ruang kebebasan individu seolah dibonsai.
Kelima, siaran online saat ini yang disajikan media sosial merupakan suatu momentum dekonstruksi (istilah Derrida) pada media konvensional yang sejauh ini mulai kurang diminati publik. Tidak semua pemirsa suka pada tayangan media konvensional yang ada saat ini seperti radio, televisi dll. Media konvensional perlu kreatif dan inovatif juga untuk meningkatkan kualitas tayangan dan acaranya. Ada tawaran alternatif untuk melihat dunia kehidupan yang lain (lebenswelt) dari perspektif subjektif masing-masing individu dan media sosial jadi pilihan publik saat ini yang tidak dapat dibendung kekuatannya.
Keenam, hak asasi manusia termasuk di dalamnya adalah hak untuk berpikir dan mengemukakan pendapat perlu diberi tempat. Media sosial seperti youtube, facebook dan instagram pribadi, dapat kita nilai sebagai bagian dari demokratisasi hak berpikir dan kreasi warga negara di masa sekarang dalam rangka untuk memajukan demokrasi di Indonesia. Larangan siaran media online dapat saja berpotensi menciptakan otoritarianisme kekuasaan yang kontraproduktif.
Ketujuh, patut dicatat juga bahwa media sosial juga membuka kesempatan/peluang kerja bagi ribuan warga Indonesia yang kehilangan pekerjaan akibat covid 19 ini. Banyak pihak termasuk para youtubers mendapat kesempatan untuk mencari uang atau penghasilan tambahan dengan siaran berbobot yang ditampilkan dan dinikmati oleh penikmat acara mereka. Ujung-ujungnya selera publik dan pilihan penonton ikut memberikan andil pada perkembangan para pelaku media massa online seperti youtube dll.
Kedelapan, kita berharap Mahkamah Konstitusi (MK) dapat memberikan keputusan yang bijak dan adil dalam paradigma menjaga semangat persatuan dan kesatuan bangsa agar demokrasi serta kebebasan berpikir/berpendapat semakin diberi tempat yang adequat di republik ini.
Di atas segalanya, pada akhirny setiap pengguna media sosial, setiap kita harus sadar untuk menjadi pengguna media sosial yang cerdas, kritis, etis dan bertanggung jawab sehingga tidak mendatangkan persoalan yang merugikan pihak lain dan juga ruang publik serta ruang sosial hidup bernegara kita di bumi pertiwi Indonesia ini. Media online perlu menjadi alat perdamaian dan pemersatu bagi bangsa Indonesia yang kita cintai ini.