Ruang virtual bukan lagi wilayah asing yang sulit dijangkau. Keberadaannya kini bukan lagi menjadi alternatif, melainkan bagian penting dalam peradaban di era teknologi digital. Manusia kontemporer dengan sadar menghuni dan memanfaatkan ruang-ruang virtual yang tersedia dan tumbuh seiring kemajuan teknologi untuk berbagai keperluan seperti berbagi informasi, berinteraksi, berkomunikasi, berekspresi, hingga mengaktualisasikan diri.

Virtualitas menjadi bagian tak terpisahkan dari dunia digital, tetapi apakah virtualitas hanya milik dunia digital? Menurut Rob Shields dalam bukunya, “The Virtual”, ia mengusulkan pendekatan yang berbeda untuk memahami istilah virtual. Shields mengusulkan bahwa “virtual” adalah sesuatu yang ada tetapi tidak aktual. Sesuatu yang kualitasnya bisa dirasakan, tetapi mewakili realitas lain di luar dirinya. Jadi, tidak selalu berkaitan dengan dunia digital.

Sebuah lukisan di atas kertas atau canvas bisa dianggap sebagai media virtual karena ia mewakili realitas tertentu seperti karakter, tempat, peristiwa dan lain sebagainya. Lukisan seekor kucing misalnya, hanyalah representasi dan simbol, bukan kucing itu sendiri. Melalui lukisan, audiens diajak memasuki dunia virtual di mana simbol memiliki kekuatan untuk ‘menggantikan’ realitas fisik. Lalu bagaimana jika karya seni dipamerkan dalam sebuah ruang digital?

Adalah VirtuArts, sebuah ruang pamer digital yang dibangun oleh BINUS Digital dan Digital Content Development (DCD) BINUS sebagai wadah untuk menampilkan karya-karya visual terbaik Binusian secara online. Sebuah ruang virtual untuk media virtual. Terdengar berlapis seperti “Inception”, ya?

Sebagai pembuka, VirtuArts menghadirkan pameran karya sketsa Julianto, dosen senior berdedikasi tinggi di School of Design (SOD) BINUS University. Tiga puluh dua karya hasil goresan tangan alumni Seni Rupa, Jurusan Desain Grafis, Universitas Trisakti Jakarta (S1) dan Magister Penciptaan Seni, Institut Seni Indonesia, Yogyakarta (S2) ini menjadi penanda dibukanya sebuah ruang main virtual yang menunggu diramaikan oleh Binusian.

Rangkaian karya sketsa dari Mas Jul (begitu beliau biasa disapa) akan menari-nari dalam VirtuArts, melintasi batasan tradisional-digital, menampilkan tema-tema keseharian yang direkam dalam goresan pena, tinta dan cat air yang khas.

Menggelar medan penafsiran sebebas-bebasnya bagi penikmat karya dosen rendah hati ini. Karya-karya Mas Jul tidak pernah jauh dari kehidupannya sebagai warga Jakarta. Lukisan tentang Angke dan beberapa tempat di Jakarta, menjadi inspirasi utama Mas Jul yang ditampilkan dalam garis-garis yang ekspresif, berani dan kadang-kadang eksperimental. Manusia juga menjadi subjek utama dalam beberapa karya Mas Jul. Sahabat dan beberapa tokoh terkenal tak luput menjadi “bidikan” tangan lelaki kelahiran Malang, 26 Juli 1960 ini.

Selain nuansa realisme dalam karya-karyanya tentang Jakarta, Mas Jul juga banyak menampilkan sketsa dengan sentuhan surealisme. Lukisan tentang Jalur Sutera (Silk Road) merupakan salah satu ekspresi yang unik dari seseorang dengan latar belakang multi-kultural seperti beliau. Gaya dekoratif yang kental menambah keunikan karya seorang dosen yang telah melintasi dan menyintasi berbagai era perkembangan teknologi seni rupa dan desain. Sebuah inspirasi bagi siapapun yang selalu ingin belajar dan terus mengembangkan dirinya.

VirtuArts merupakan ruang virtual yang dibangun untuk menampilkan karya-karya terbaik Binusian yang memperluas batasan pengalaman visual.

Meskipun tidak menggantikan pengalaman fisik sepenuhnya, museum virtual menawarkan cara baru untuk mengakses, menikmati, dan memahami seni dan desain, membuatnya lebih inklusif dan dinamis. Virtualitas memungkinkan seni untuk hidup dalam bentuk digital, memberikan kesempatan bagi audiens global untuk terhubung dengan karya seni dengan cara yang inovatif dan interaktif.

Jakarta, 26 Juli 2024

Ardiyansah
BINUS Digital