Seberapa Nyata “Kutukan” Generasi Ketiga, dan Bagaimana Penasihat Keuangan dapat Mengatasinya?

Oleh: Ignatius Edward Riantono

Istilah “kutukan generasi ketiga” atau three-generation curse sudah lama menjadi pembahasan menarik dalam dunia bisnis keluarga dan manajemen kekayaan. Ungkapan populer ini menggambarkan fenomena di mana kekayaan yang dibangun oleh generasi pertama dan dikembangkan oleh generasi kedua, sering kali habis atau runtuh di tangan generasi ketiga. Tapi, seberapa nyata sebenarnya kutukan ini? Dan, lebih penting lagi, bagaimana penasihat keuangan dapat membantu keluarga menghindarinya?

Apa Itu Kutukan Generasi Ketiga?

Kutukan generasi ketiga pertama kali dipopulerkan oleh pepatah lama yang berbunyi, “Shirtsleeves to shirtsleeves in three generations.” Versi serupa juga ada di banyak budaya lain. Misalnya di Jepang, ada istilah “rice paddies to rice paddies in three generations.”

Artinya sederhana: seseorang memulai dari nol (bekerja keras), membangun kekayaan (generasi pertama), mewariskannya ke anak-anak (generasi kedua yang masih cukup menghargai nilai kerja keras), lalu pada generasi ketiga—yang tidak pernah merasakan perjuangan membangun kekayaan itu—harta tersebut lenyap karena salah urus, kurang motivasi, atau gaya hidup boros.

Penelitian memperkuat fenomena ini. Menurut beberapa studi:

  • Sekitar 70% dari kekayaan keluarga hilang saat berpindah ke generasi kedua.
  • Hingga 90% menghilang pada generasi ketiga.

Ini bukan hanya soal kesialan atau takdir. Ada banyak faktor psikologis, budaya, dan finansial yang berperan.

Mengapa Kutukan Ini Terjadi?

Beberapa alasan utama di balik kutukan generasi ketiga adalah:

  1. Kurangnya Pendidikan Keuangan

Anak-anak yang tumbuh dalam kekayaan sering kali tidak diajarkan bagaimana mengelola uang. Mereka tahu cara membelanjakan, tetapi tidak memahami konsep menghasilkan atau mempertahankan kekayaan.

  1. Tidak Ada Nilai Kerja Keras

Generasi ketiga sering kali tidak mengalami perjuangan berat untuk mendapatkan kekayaan. Tanpa rasa “memiliki,” mereka mungkin lebih rentan terhadap keputusan keuangan yang sembrono.

  1. Konflik Keluarga

Perbedaan pendapat antar anggota keluarga tentang bagaimana kekayaan harus dikelola atau diwariskan dapat memicu konflik internal, yang pada akhirnya menggerogoti harta keluarga.

  1. Perubahan Ekonomi dan Pasar

Terkadang, faktor eksternal seperti resesi ekonomi atau perubahan pasar juga ikut berperan dalam menyusutnya kekayaan keluarga.

  1. Kegagalan dalam Perencanaan Warisan

Tanpa strategi perencanaan yang solid, pajak warisan, biaya hukum, dan masalah administrasi dapat dengan cepat menghabiskan harta warisan

Peran Krusial Penasihat Keuangan

Di sinilah penasihat keuangan memiliki peran penting. Mereka bukan hanya membantu mengelola investasi, tetapi juga menjadi jembatan penghubung antar generasi untuk memastikan keberlangsungan kekayaan.

Bagaimana penasihat keuangan dapat membantu?

  1. Membangun Pendidikan Keuangan untuk Semua Generasi

Penasihat dapat mengadakan sesi edukasi khusus untuk anggota keluarga, mulai dari anak-anak hingga dewasa muda. Topik seperti:

  • Cara membaca laporan keuangan sederhana
  • Investasi dasar
  • Manajemen utang
  • Pajak dan warisan
  • Pendidikan ini harus berkelanjutan, tidak hanya sekali saja.
  1. Membantu Membuat Rencana Warisan yang Komprehensif

Penasihat keuangan bisa bekerja sama dengan pengacara untuk memastikan rencana warisan keluarga:

  • Mengoptimalkan pajak
  • Melindungi aset
  • Mengatur distribusi kekayaan sesuai keinginan pendiri keluarga
  • Ini termasuk trust fund, surat wasiat, atau struktur bisnis keluarga yang kuat.
  1. Menumbuhkan Nilai-Nilai Keluarga

Seorang penasihat yang bijak juga mendorong keluarga untuk mendokumentasikan nilai-nilai mereka dalam sebuah family mission statement. Ini bukan hanya soal uang, tetapi tentang mewariskan filosofi hidup, etika kerja, dan tujuan.

Nilai yang kuat membantu mengikat generasi berikutnya untuk bertanggung jawab terhadap warisan mereka.

  1. Membantu Mengatur Struktur Investasi yang Berkelanjutan

Alih-alih memberikan warisan besar secara sekaligus, penasihat keuangan dapat membantu keluarga mengatur struktur distribusi bertahap, investasi endowment, atau pendanaan proyek-proyek amal yang berkelanjutan.

Ini membantu menghindari gaya hidup konsumtif dan menciptakan rasa tanggung jawab dalam menggunakan kekayaan.

  1. Menjadi Mediator Independen

Dalam situasi konflik antar anggota keluarga, penasihat keuangan berfungsi sebagai pihak netral yang fokus pada visi jangka panjang. Ini penting untuk mencegah pertikaian yang dapat merusak hubungan dan kekayaan.

Studi Kasus: Yang Berhasil Melawan Kutukan

Beberapa keluarga besar berhasil menghindari kutukan ini, dan kunci kesuksesan mereka hampir selalu melibatkan:

  • Pendidikan keuangan sejak dini
  • Keterlibatan aktif dalam bisnis keluarga
  • Komunikasi terbuka antar generasi
  • Konsultasi rutin dengan penasihat professional

Kesimpulan: Kutukan Ini Nyata, Tapi Bisa Dihindari

Kutukan generasi ketiga itu nyata, tetapi bukan tidak bisa dilawan. Melalui pendidikan keuangan yang kuat, perencanaan warisan yang cermat, komunikasi antar generasi, serta keterlibatan penasihat keuangan yang berpengalaman, keluarga dapat mempertahankan dan bahkan memperbesar kekayaannya untuk generasi-generasi mendatang.

Bagi keluarga yang ingin mempertahankan warisannya, bekerja sama dengan penasihat keuangan yang memahami dinamika antar generasi bukan lagi pilihan tetapi sebuah keharusan.