Menghadapi Ancaman dan Peluang Digital dalam Bisnis
Dalam era transformasi digital, perusahaan tidak lagi hanya bersaing dalam produk atau layanan, tetapi juga dalam kecepatan dan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan digital. Bab pertama buku What’s Your Digital Business Model? menyoroti bahwa ancaman digital bukan sekadar hipotesis masa depan, melainkan realitas yang mengancam model bisnis konvensional saat ini. Perusahaan besar dan mapan justru menjadi target utama karena mereka memiliki basis pelanggan luas dan margin keuntungan tinggi—dua hal yang sangat menarik bagi pendatang baru digital yang lincah dan inovatif.

Penulis menekankan bahwa disrupsi digital muncul dalam tiga bentuk utama: (1) pendatang baru yang menggunakan teknologi untuk menciptakan model bisnis baru, seperti Uber dan Airbnb; (2) perusahaan tradisional yang mengadopsi model digital baru, seperti Nordstrom yang bertransformasi menjadi omnichannel; dan (3) perusahaan lintas industri yang menggunakan kekuatan digital untuk memasuki pasar baru, contohnya IKEA dan Coles yang mulai menawarkan layanan keuangan. Perubahan ini mengancam perusahaan yang hanya mengandalkan strategi tradisional tanpa memperbaharui pendekatan digital mereka.
Salah satu pendekatan awal dalam menghadapi ancaman digital adalah dengan mengukur seberapa besar risiko yang dihadapi perusahaan. Weill dan Woerner menyarankan penggunaan self-assessment untuk menilai apakah produk atau layanan utama sebuah perusahaan rentan terhadap disrupsi digital. Penelitian mereka terhadap lebih dari 400 eksekutif senior menunjukkan bahwa rata-rata 28% dari pendapatan perusahaan diperkirakan akan terancam dalam lima tahun ke depan jika tidak ada inovasi signifikan. Untuk perusahaan besar dengan pendapatan lebih dari $7 miliar, angka ini melonjak hingga 46%.
Namun, ancaman digital juga menyimpan peluang besar bagi perusahaan yang mampu bertindak cepat dan tepat. Contoh inspiratif ditunjukkan oleh BBVA, sebuah bank global asal Spanyol yang berhasil mengidentifikasi ancaman digital sebagai peluang untuk menciptakan layanan keuangan berbasis mobile melalui investasi di Garanti Bank di Turki. Perusahaan lain seperti Schneider Electric juga menyadari bahwa untuk menciptakan masa depan digital yang berkelanjutan, mereka perlu menyederhanakan proses internal dan membangun pengalaman pelanggan digital yang terintegrasi.
Pada akhirnya, perusahaan harus memilih antara menjadi pelaku perubahan atau korban disrupsi. Transformasi digital bukan hanya soal teknologi, melainkan perubahan paradigma dalam memahami konsumen, membangun model bisnis baru, dan menciptakan nilai melalui konektivitas dan pengalaman. Bab ini menegaskan bahwa kesadaran akan ancaman hanyalah langkah pertama—keberhasilan ditentukan oleh keberanian untuk bertindak dan bertransformasi secara menyeluruh.
Referensi:
Weill, P. and Woerner, S.L., 2018. What’s Your Digital Business Model? Six Questions to Help You Build the Next-Generation Enterprise. Boston: Harvard Business Review Press.
Comments :