“Teori Idea”
Idea menurut Plato bersifat objektif-universal, tidak subyektif-parsial. Idea objektif berada di luar pikiran, sedangkan idea subyektif ada dalam pikiran. Plato juga memakai istilah Absolute Beauty (ldea of Beauty) dan Absolute Good (ldea of Good). Dari akar kata “ldea” muncul “ldea-isme” (Idealisme) (Titus, 1984: 316). Idealisme subjektif sering disebut dengan “mentalisme” atau ” Fenomenalisme”
Objek pengalaman adalah persepsi. Realitas fundamental menurut Plato disebut ide. Idealisme objektif berpendirian bahwa peraturan dan bentuk dunia, dan pengetahuan ditentukan oleh watak dunia itu sendiri. Bagi Plato, dunia dibagi dalam dua bagian. Pertamadunia persepsi, dunia pengelihatan, suara dan benda-benda individual. Kedua, terdapat alam di atas alam benda, yaitu alam konsep, ide, universal atau esensi yang abadi. Ide-ide adalah contoh yang transenden dan asli, sedangkan persepsi dan benda-benda individual adalah copy atau bayangan dari ide-ide tersebut (Titus. 1984:318-321). ldea itu bersifat universal, tetap dan tidak berubah serta mandiri. Menurut Plato pendapat Herakleitos benar untuk dunia fisik, dan pendapat Parmenides benar tetapi untuk dunia ide. Dalam bahasa logika konsep ‘ldea’ disebut ‘pengertian’. Menurut Plato pengertian itu bagian putusan, putusan merupakan pencetusan pengetahuan. Pengetahuan dan pengertian pada prinsipnya sama.
Secara epistemologis Plato mengakui dua sumber pengetahuan, yakni yang bersifat inderawi (sense perseption) dan supra inderawi atau nalar (reflection). Pengetahuan inderawi bersifal semu (tidak hakiki) dan tidak pasti; karena alam empiris hanya copy dari idea yang sempurna. Pengetahuan yang benar (hakiki) menurut Plato adalah pengetahuan yang diperoleh dari akal budi dari dunia idea namun demikian pengetahuan inderawi tetap penting(K. Bertens- 1978: 108-109).
Teori Ide Plato dengan manajemen bisnis
Para ilmuwan yang mencetuskan “pengertian” terhadap idenya :
- Baker A. dan Zubair A.C. 1990. Metodelogi Penelitian Filsafat.
- Barney (1991)
- Teece (1997)
Dari pemaparan diatas, benang merah antara pemikiran (toughts) Plato dengan Manajemen bisnis adalah sebagai berikut;
- Pemikiran yang berasal dari ide merupakan starting point dalam berbagai pemikiranpemikiran strategis khususnya yang menjadi cikal bakal beberapa teori seperti knowledge base view (Teece, 1997) dimana teori ini muncul sebagai bentuk penghargaan terhadap modal intelektual individu dalam organisasi. Ide atau gagasan individu merupakan sebuah transformasi teori ide dari plato untuk menghasilkan transfer pengetahuan dalam meningkatkan kualitas karyawan.
- Pemikiran yang berasal dari ide merupakan bentuk operasional manajemen seperti yang disampaikan oleh GR Terry (1997) bahwa ide merupakan rumusan langkah penting dalam melakukan perencanaan (planning) dan menentukan apa yang akan dilakukan sebagai implementasi dari Theory of Planned behaviour (Azjen, 1991) dimana dalam teori ini semua Tindakan dimulai dari ide yang bertransformasimenjadi niat, sikap dan pengambilan keputusan. Jadi implementasi teori ide Plato telah melahirkan cara pandang baru (different angle) bagaimana proses dan mekanisme manusia dalam mengambil keputusan. Dalam konteks bisnis, baik dalam organizational maupun individual level, pengambilan keputusan yang tepat harus didasari oleh pendekatan yang terukur dan sistematis.
- Pemikiran Plato tentang teori ide adalah bahwa pengetahuan, proses dan hasil merupakan sebuah garis lurus dimana ketiganya merupakan satu kesatuan yang utuh dalam sebuah system yang komprehensif. Peran ide adalah melahirkan gagasangagasan serta pengetahuan yang kemudian diterjemahkan dalam berbagai program untuk dilakukan (implementasi) yang diharapkan berhasil. Jadi mekanisme ini adalah sebuah jawaban dari alur kehidupan bahwa sesuatu akan muncul, berkembang untuk hilang lagi. Dalam konteks manajemen bisnis bagiamana organisasi mampu mencapai visi melalui misi dan milestones untuk tujuan organisasi d. Pemikiran Plato menjadi sebuah referensi alamiah bahwa sesuatu berasal dari gagasan (pengetahuan yang tidak terlihat/tacit) sehingga perlu dikembangkan, ditransformasikan menjadi pengetahuan terlihat (explisit) dan dilaksanakan secara berkelanjutan. Dalam konteks manajemen hal ini menjadi dasar bagaimana sebuah organisasi menyiapkan pengetahuan yang baik sehingga menjadi sumber daya yang unik, yang tidak bisa ditiru oleh pesaing serta menjadi implementasi RBV (Barney, 1991) yang beimplikasi pada kekuatan dan keberlanjutan menuju keunggulan bersaing.