Strategi Penetapan Harga Untuk Menghasilkan Laba yang Lebih Besar dengan Mengambil Surplus dari Konsumen (Bagian 2)

Dalam situasi ketika perusahaan tidak mengetahui harga maksimum yang bersedia dibayarkan oleh setiap konsumen untuk suatu barang, atau saat tidak memungkinkan untuk menetapkan perencanaan yang kontinu terkait harga untuk setiap unit tambahan yang dibeli, kemungkinan perusahaan dapat menggunakan diskriminasi harga tingkat kedua untuk mengambil bagian surplus dari konsumen. Diskriminasi harga tingkat kedua merupakan praktik penetapan perencanaan secara terpisah terkait penurunan harga untuk jangkauan yang berbeda dari kuantitas. Praktik ini sangat umum dalam industri layanan listrik, dimana perusahaan biasanya mengenakan tarif lebih tinggi pada seratus kilowatt-jam pertama untuk listrik yang digunakan daripada unit berikutnya. Keuntungan utama dari strategi ini adalah perusahaan dapat mengambil beberapa surplus konsumen dari konsumen tanpa perlu mengetahui terlebih dahulu identitas konsumen yang akan memilih untuk membeli dalam jumlah kecil (dan dengan demikian bersedia dan mampu membayar pada harga yang lebih tinggi per unit). Berdasarkan perencanaan harga yang telah ditetapkan, konsumen dengan sendirinya terseleksi berdasarkan kesediaanya membayar untuk sejumlah tertentu barang. Sehingga, perusahaan menetapkan harga yang berbeda untuk konsumen yang berbeda, namun tidak perlu mengetahui karakteristik khusus dari seorang konsumen.

Tipe dasar diskriminasi harga yang terakhir biasanya diterapkan oleh perusahaan yang menyadari bahwa permintaan untuk produknya berbeda secara sistematis di seluruh konsumen dalam kelompok demografis yang berbeda. Dalam hal ini, perusahaan dapat memperoleh laba dengan menetapkan berbagai kelompok harga yang berbeda kepada konsumen dengan harga yang berbeda untuk produk yang sama. Strategi ini merupakan diskriminasi harga tingkat ketiga. Sebagai contoh, merupakan hal yang umum bagi toko untuk menawarkan “diskon bagi mahasiswa” serta hotel dan restoran yang menawarkan “diskon bagi warga senior”. Praktik seperti ini secara efektif menunjukkan bahwa mahasiswa dan warga senior membayar dalam jumlah lebih sedikit untuk beberapa barang dibandingkan konsumen lainnya. Mayoritas orang kemungkinan berpikir bahwa strategi penetapan harga ini diterapkan untuk menguntungkan mahasiswa dan warga senior, walaupun demikian terdapat alasan yang lebih menarik, yaitu untuk meningkatkan laba perusahaan.

Dalam menyusun diskriminasi harga tingkat ketiga untuk meningkatkan laba, harus ada perbedaan dalam elastisitas permintaan dengan berbagai konsumen. Pada contoh yang disebutkan sebelumnya, terdapat alasan untuk percaya bahwa warga senior memiliki permintaan yang lebih elastis untuk kamar hotel atau restoran makanan daripada konsumen lainnya. Sebagian besar individu yang telah pensiun memiliki pendapatan yang besarnya tetap dan berarti jauh lebih sensitif terhadap harga dibandingkan individu yang masih bekerja. Fakta bahwa mereka dikenakan harga yang lebih rendah untuk kamar hotel merupakan implikasi sederhana dari diskriminasi harga tingkat ketiga, yaitu menetapkan harga yang lebih rendah untuk individu dengan permintaan yang lebih elastis.

Kondisi lain yang harus ada dalam diskriminasi harga tingkat ketiga agar menjadi efektif yaitu perusahaan harus memiliki beberapa cara untuk mengidentifikasi elastisitas permintaan berdasarkan kelompok konsumen yang berbeda. Jika tidak, maka perusahaan tidak akan mengetahui kelompok konsumen mana yang harus dikenakan harga yang lebih tinggi.

 

Referensi:

Baye, M.R and Prince, J.T. (2017). Managerial Economics and Business Strategy. Ninth Edition. McGraw-Hill Education. New York

PRISKA ARINDYA PURNAMA, S.SI., M.SI