Strategi Penetapan Harga Untuk Menghasilkan Laba yang Lebih Besar Bagi Perusahaan dengan Struktur Biaya dan Permintaan Khusus (Bagian 2)

Sejauh ini, analisis terkait keputusan penetapan harga mengasumsikan bahwa seorang manajer memiliki tugas dalam memutuskan penetapan harga dan keluaran. Walaupun demikian, kebanyakan perusahaan berskala besar memiliki manajer hulu (upstream) dan manajer hilir (downstream) yang harus membuat keputusan tentang harga dan keluaran untuk divisi mereka sendiri. Misalnya, pembuat mobil seperti Toyota memiliki manajer hulu yang mengontrol produksi masukan (seperti mesin mobil) yang diproduksi di divisi hulu. Masukan ini “ditransfer” ke divisi hilir, yang mana manajer hilir mengoperasikan pabrik yang menggunakan masukan tersebut untuk menghasilkan keluaran akhir (mobil). Suatu hal yang penting dalam pengaturan ini adalah transfer pricing yang optimal yaitu harga internal dimana divisi hulu harus menjual masukan ke divisi hilir perusahaan untuk memaksimalkan laba keseluruhan dari perusahaan.

Transfer pricing merupakan hal yang penting karena sebagian besar manajer divisi menetapkan insentif untuk memaksimalkan laba divisi mereka sendiri. Jika pemilik perusahaan tidak mengatur transfer pricing yang optimal, namun membiarkan manajer divisi mengatur harga masukan yang diproduksi secara internal sehingga memaksimalkan laba divisi mereka, maka hasilnya kemungkinan akan menurunkan keseluruhan laba bagi perusahaan.

Untuk mengilustrasikannya, anggaplah tidak ada pasar lainnya untuk masukan yang dihasilkan oleh divisi hulu, dan manajer divisi diperintahkan untuk memaksimalkan laba dari divisi mereka. Dalam hal ini manajer divisi hulu memiliki kekuatan pasar dan memaksimalkan laba dari divisi hulu dengan berproduksi saat penerimaan marginal yang berasal dari penjualan ke divisi hilir sama dengan biaya marginal divisi hulu dalam menghasilkan keluaran. Karena kekuatan monopoli yang dimiliki oleh divisi hulu, masukan dijual ke divisi hilir dengan harga yang melebihi biaya marginal perusahaan yang sebenarnya. Berdasarkan harga masukan ini, manajer hilir kemudian memaksimalkan laba divisinya dengan berproduksi dimana penerimaan marginal yang diperolehnya di pasar produk akhir sama dengan biaya marginalnya. Hal ini juga berarti, menetapkan harga di atas biaya marginalnya. Selain itu, karena harga yang dibayarkan divisi hilir kepada divisi hulu untuk masukan lebih tinggi daripada biaya marginal yang sebenarnya dari masukan, divisi hilir pada akhirnya menetapkan harga untuk produk akhirnya secara aktual lebih tinggi daripada harga yang memaksimalkan laba perusahaan secara keseluruhan. Singkatnya, saat kedua divisi menaikkan harga melebihi biaya marginalnya, margin ganda (double marginalization) terjadi dan hasilnya adalah kurang dari tingkat optimal laba perusahaan secara keseluruhan.

Untuk menghindari masalah margin ganda, transfer pricing harus ditentukan sehingga memaksimalkan nilai keseluruhan perusahaan daripada laba dari divisi hulu. Untuk melihat bagaimana hal ini dapat dicapai, misalkan divisi hilir membutuhkan satu unit masukan (satu mesin) untuk memproduksi satu unit keluaran akhir (satu mobil). Asumsikan bahwa divisi hilir memiliki biaya marginal untuk perakitan keluaran akhir yang merupakan tambahan biaya untuk memperoleh masukan dari divisi hulu. Dalam hal ini, laba secara keseluruhan bagi perusahaan adalah maksimal saat divisi hulu menghasilkan mesin sehingga biaya marginal sama dengan penerimaan marginal bersih dari divisi hilir.

 

Referensi:

Baye, M.R and Prince, J.T. (2017). Managerial Economics and Business Strategy. Ninth Edition. McGraw-Hill Education. New York

PRISKA ARINDYA PURNAMA, S.SI., M.SI