Pemikiran Tan Malaka

Tan Malaka dalam melihat revolusi Indonesia tak jauh berbeda dengan para founding fathers lainya seperti Soekarno, Hatta, Sjahrir dan lain-lain. Ia melihat revolusi Indonesia tidak berhenti pada revolusi politik semata mata namun melihatnya sebagai revolusi yang lebih global sifatnya, mulai dari revolusi penghapusan feodalisme, revolusi kemerdekaan dan revolusi social yang isinya harapan terhadap hadirnya masyarakat adil dan makmur. Untuk sebagian besar founding fathers kita, diartikan sebagai penolakan terhadap kapitalisme.

Menurut Tan Malaka Sosialisme dengan hakekat dan substansi yang sama memiliki bermacam variasi. Variasi tersebut bergantung dari asal kelahirannya. Namun, semuanya merupakan antitesis terhadap kapitalisme. Ada sosialisme Marx-Engels, adasosialisme agama dan ada sosialisme idealis.

Dalam penerapannya pun, Tan Malaka mengatakan untuk tetap memperhatikan kondisi yang ada dalam masyarakat Indonesia. Seperti yang dinyatakan olehnya; “sosialisme 100% bisa dijalankan, adalah tergantung kekuatan lahir batin bangsa Indonesia sendiri dan keadaan disekitar Indonesia”. Tentang bentuk perekonomian yang bagaimana ditawarkan Tan Malaka pada rakyat Indonesia, Tan Malaka tampaknya yakin bahwa ekonomi sosialislah yang menjadi idaman rakyat Indonesia dikemudian hari. Menurut keyakinannya, pengelompokan politik yang ada di Indonesia, seperti Islam yang mewakili kaum tani, nasionalis yang mewakili kaum borjuisi tengah serta sosialis yang mewakili kaum proletar. Dalam upaya membangun perekonomian Indonesia, di dalam brosur“Rentjana Ekonomi” yang ditulisnya tahun 1945, Tan Malaka menawarkan sebuah konsep rencana ekonomi untuk diterapkan dalam konteks negara Indonesia. Ekonomi sosialis menurutnya adalah rencana ekonomi yang dapat menolong rakyat Murba Indonesia keluar dari cengkraman kapitalisme yang telah menyengsarakan bangsanya selama ber abad-abad, dan ini segera dilenyapkandari Indonesia.

Kapitalisme dalam pertumbuhannya hanya akan terakumulasinya modal pada kaum kapitalis yang jumlahnya sedikit, dan sebagian besar lainnya yaitu rakyat murba hanya akan menikmati sebagian terkecil dari jumlah modal tadi. Surplus values (nilai lebih) yang dikemukakan oleh Marx menurutnya adalah perampokan yang dilakukan si kapitalis terhadap hak rakyat Musyawarah RakyatBanyak (Murba).

Inilah kritik terhadap perekonomian dunia yang menurutnya perekonomian yang berdasarkan kapitalisme, demokrasi dan fasisme tidak akan dapat mensejahterakan masyarakat Indonesia. Dalam perekonomian liberal klasik sebagaimana yang ditunjukkan TanMalaka dengan merujuk kepada pendapat Marx, setiap individu merdeka untuk berproduksi sesukanya, menurut kaum kapitalis, maka hasrat mencari untung(profit motive) adalah hak setiap individu, dan ini diperkuat dengan teori ekonomi klasik yang menyatakan bahwa pertama, kegiatan ekonomi dalam sistem kapitalis digerakkan dan dikoordinasi oleh pasar (bebas) dengan instrument harga sebagaipenanda (sinyal).

Namun menurut Tan Malaka sistem kapitalisme hanya akan menyebabkan siapa kuat secara modal maka itulah yang akan bertahan. Yang kedua, sistem itu akan memberikan pendapatan baru dan yang ketiga sistem ini pada akhirnya semakin mengekalkan perbedaan yang mencolok antara kelas bourjuis dan kelas proletar. Pembagian hasil produksi yang tidak sama dimana buruh hanya mendapatkan upah yang kecil, pada akhirnya membuat kondisi buruh tidak akan pernah menjadi lebih baik dan hidup terus dalam serba kekurangan. Dalam suasana masyarakat yang seperti ini, di mana masyarakat terbelah dua antara kelas bourjuasi dan kelasproletar maka barang yang banyak dihasilkan menjadi over produksi.

Kelas bourjuasi tidak habis mengkonsumsi, sementara kelas proletar tidak mempunyai kemampuan membeli. Sebagai puncak dari produksi anarchistis itu adalah persaingan hebat antara satu kapitalis dengan kapitalis lain dalam satunegara, dan selanjutnya persaingan antara satu negara kapitalis dengan negarakapitalis yang lainnya. Tiap-tiap negara kapitalis berlomba-lomba menanamkanmodal di negara yang lemah atau negara dunia ketiga, lalu memonopoli hasilbuminya untuk perindustrian negara kapitalis tersebut.

Perlombaan ini akhirnya memunculkan imperialisme dan perang imperialisme antara satu negara kapitalis dengan negara kapitalis lainnya, untuk memperebutkan tanah jajahan. Danproduksi anarchistis ini berakhir pada peperangan imperialisme.

Kalau dalam pendapat Marx produksi yang over tadi sebagai penyebab krisis, maka kelebihan produksinya di ekspor ke negara-negara terjajah tadi sebagai pangsa pasar baru. Siklus penindasannya pun berubah, tidak lagi seperti apa yang ada dalam kapitalisme klasik melalui penindasan majikan terhadapburuh dan pabrik. Namun dia berkembang melalui penindasan negara kapitalis terhadap negara terjajah atau negara dunia ketiga.

Rencana Ekonomi Tan Malaka

Rencana ekonomi menurut Tan Malaka adalah usaha untuk mengatur produksi dan distribusi agar terencana. Rencana ekonomi ini sudah dijalankan dinegara-negara komunis seperti Uni Sovyet, kemudian di negara-negara facis seperti Jerman, Italia dan di negara-negara demokratis seperti Amerika Serikat. Berhubung pemusatan kekuasaan untuk mengatur ekonomi di negara-negara demokratis dan tidak demokratis selanjutnya berlainan, maka pemusatan kekuasaan untuk mengatur ekonomi pun berlainan pula derajatnya. Di Amerika dan negara-negara fasis hak milik tetap diakui,sedangkan dinegara komunis hak milik dikelola oleh negara.

Sedangkan adanya undang-undang yang mengatur hak dan kekuasaan adalah cirri dari sebuah negara demokrasi. Tan Malaka mengatakan hak dan kekuasaan tersebut dibagi-bagi kedalam: pertama, antara rakyat dan pemerintah. Kedua, pemisahan kekuasaan dalam tiga badan yang terpisah yang lebih dikenal dengan Trias Politika. Asumsi dasarnya adalah pemisahan badan tersebut berguna untuk mencegah terjadinya praktek-praktek otoriter, di mana kekuasaan terpusatpada satu tangan saja. Kemudian Tan Malaka beranjak kepada sistem perekonomian sosialis, yang ditawarkannya untuk menjadi sistem perekonomian yang dapat dipakai oleh bangsa Indonesia. Namun sebelum jauh melangkah Tan Malaka kembali mengingatkan apa yang dimaksud dengan rencana ekonomi tersebut sebagai dasar dari sosialisme.

 

Menurutnya perekonomian tersebut harus diatur secara terencana tidak anrchis seperti dalam kapitalisme. Produksi harus diseimbangkan dengan pemakaian. Dengan demikian krisis dapat dihindarkan, sedangkan dasarnya menurut Tan Malaka adalah persamaan sosial dan tolong menolong yang merupakan fondasi dari sosialisme. Untuk lebih spesifikasinya Tan Malaka menyatakan jumlah keseluruhanproduksi yang ada setelah dinominalkan haruslah sesuai dengan jumlahkeseluruhan gaji warga negara. Makin tinggi gaji makin bisa ditinggikan jumlah produksi, makin rendah gaji makin susah untuk menaikkan jumlah produksi.

Menurut Tan Malaka “tiap-tiap orang bekerja menurut kemampuannya dan mengambil hasil secukupnya”.  Sedangkan dalam tahap sosialisme berlaku sistem penggajian menurut kepandaiannya masing-masing, namun disamping itu juga ada tunjangan sosial yang diberikan kepada masing-masing keluarga, yang terakhir ini dibagi rata  untuk orang dewasa dan anak-anak. Hal demikian menurut Tan Malaka cocok untuk periode pertengahan dan bersifat kompromis, yang merupakan jalan tengah antara fase kapitalis dengan fase komunis. Disatu sisi masih terdapat sistem penggajian menurut kemampuan dan kecakapan seseorang, namun disisi yang lain juga memberikan tunjangan sosial yang merata pada semua orang.

Relevansi Pemikiran Politik Ekonomi Tan Malaka di Indonesia

Sistem ekonomi Indonesia yang diterapkan saat ini adalah Sistem Perekonomian Pancasila, atau disebut juga dengan Sistem Ekonomi Demokrasi. Artinya, landasan sistem ekonomi di Indonesia secara normatif adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Landasan ekonomi Indonesia telah diatur dalam UUD 1945 Pasal 33 yang isinya:

  1. Ayat 1 Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan.
  2. Ayat 2 Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
  3. Ayat 3 Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
  4. Ayat 4 Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Walaupun sistem perekonomian di indonesia sudah jelas dirumuskan dalam UUD 1945 ayat 33 namun dalam prakteknya dalam kondisi perekonomian hari ini justru indonesia mempraktekkan sistem ekonomi kapitalis, yang meliberalisasisakan modal-modal asing yang saangat bertentangan dengan landasan sistem ekonomi indonesia,

Dalam pergolakan politik dan ekonomi Indonesia hari ini tentunya jelas bahwa ketergantungan Indonesia terhadap Negara asing masih kuat, sehingga mudah di monopoli oleh Negara asing yang  mempunyai kepentingan di Indonesia. Monopoli yang di mainkan adalah ideology neo liberalism dan konsep demokrasiyang saat ini masih berkembang dalam hasanah pengetahuan. maka revolusi Indonesia merupakan revolusi masalah politik dan ekonomi tak bisa lagi di pisah-pisahkan. Perang kemerdekaan rakyat Indonesia berarti kemerdekaan politik dan perjuangan jaminan ekonomi. Kemerdekaan nasionalyang serentak berarti menjamin keadaan ekonomi dan sosial.

Relevansi dari pemikiran Tan Malaka cukup jelas jika di kaitkan dengan konsep politik ekonomi hari ini, yaitu menolak kapitalisme di Indonesia. Sikap ini dibangun oleh Tan Malaka mulai dari pra kemerdekaan Indonesia yang menyatakan bahwa kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 merupakankemerdekaan yang mutlak untuk bangsa Indonesia dan sesuai dengan hukuminternasional. Dengan begitu Indonesia mempunyai hak untuk mengambil kembali alat produksi yang telah dirampas bangsa asing dan memberikan alat produksi tersebut kepada rakyat Musyawarah Rakyat Banyak (MURBA).

Salah satu term kapitalisme diatas mengatakan bahwa mendorong investasi asing, ini menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia sudah masuk kedalam liberalisasi ekonomi tersebut. Artinya disini masyarakat bukan lagi sebagai subyek akan tetapi obyek dari kebijakan ekonomi. Dampak dari itu semua adalah budaya konsumeris dan peran pemodal yang dominan. Hal ini akan membentuk kelas menurut Marx dalam teori kapitalismenya. Sehingga rakyat yang tidak mempunyai modal harus rela menjadi bawahan atau buruh dari pemilik modal. Pada prinsipnya Tan Malaka ingin melepaskan diri dari intervensi asing, baik itu secara politik maupun ekonomi.

Tan Malaka melihat revolusi nasional adalah sebuah revolusi yang melawan imperialisme, kapitalisme. Dalam pengertian ini dapatlah dikatakan bahwa revolusi nasional Indonesia adalah reaksi dari imperialisme sebagai tahap tertinggi dari era kapitalisme. Dalam pandangan Historical Materialism dengan memakai analisa dialektika, Marx menyatakan bahwa perubahan masyarakat terjadi melalui perubahan sistem produksi.

BIGRAF TRIANGGA, S.S.T.,M.M