Jersey dan Digital Influencer

Jersey dan Digital Influencer
Penulis: Dr Yoseph Benny Kusuma, S.M., M.SM
Sepak bola dikenal sebagai salah satu olahraga yang paling banyak ditonton di dunia (Ozanian, 2017:1). Tidak heran jika setiap pertandingan dapat menarik perhatian puluhan ribu penonton. Sepak bola modern saat ini tidak hanya menghadirkan permainan yang atraktif dan menarik, tetapi juga mampu menarik minat masyarakat untuk datang ke stadion, membeli tiket, dan menyaksikan tim favorit mereka bertanding. Bagi sebuah klub sepak bola, para suporter berperan sebagai konsumen yang harus dipahami dengan baik agar klub dapat memberikan kepuasan kepada mereka. Keberadaan pendukung yang loyal atau fanatik menjadi faktor penting bagi kelangsungan klub. Suporter juga merupakan bagian dari identitas klub dan memiliki hubungan timbal balik dengan tim yang mereka dukung. Dalam dunia sepak bola, terdapat ungkapan yang menyatakan bahwa “football is nothing without fans.” Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Nielsen Sport pada tahun 2017, sebanyak 77% penduduk Indonesia adalah penggemar berat sepak bola, terutama saat tim nasional Indonesia bertanding (Arifianto, 2017).
Saat menyaksikan pertandingan, suporter biasanya mengenakan berbagai atribut seperti syal, topi, dan jersey. Fanatisme mereka dapat ditunjukkan dengan berbagai cara, salah satunya adalah selalu menggunakan atribut yang mencerminkan identitas tim favorit mereka, seperti kaos, topi, syal, atau jaket.
Dengan pasar yang begitu besar serta tingkat fanatisme yang tinggi di kalangan pendukung klub sepak bola di Indonesia, penting bagi klub untuk memiliki orientasi keuntungan. Klub sepak bola tidak hanya berfokus pada pencapaian prestasi di lapangan, tetapi juga perlu mempertimbangkan aspek finansial untuk memastikan keberlanjutan dan perkembangan mereka.
Saat ini, penggunaan merchandise di kalangan suporter klub sepak bola tidak lagi sekadar atribut wajib saat menonton pertandingan, tetapi telah berkembang menjadi bagian dari gaya hidup yang dapat digunakan dalam aktivitas sehari-hari. Tidak hanya para suporter, semakin banyak artis dan influencer di Indonesia yang membagikan foto mereka saat mengenakan jersey klub sepak bola. Fenomena ini tentu menjadi peluang bagi klub sepak bola Indonesia untuk mengoptimalkan penjualan jersey dan memperluas pasar mereka.
Sumber : Instagram.com
Menyaksikan pertandingan sepak bola kini telah menjadi bagian dari gaya hidup baru bagi anak muda. Di Indonesia, banyak influencer digital yang secara terbuka menunjukkan ketertarikan dan dukungannya terhadap klub yang berlaga di Liga 1 Indonesia. Salah satu contohnya adalah Joshua Suherman, mantan artis cilik yang kini dikenal sebagai YouTuber dan selebgram idola generasi milenial. Ia sering membagikan unggahan di media sosial yang menunjukkan dukungannya terhadap Persebaya Surabaya. Selain Joshua, beberapa influencer lain seperti Isaa Bajaj dan Dul Jaelani juga aktif mengunggah dukungan mereka untuk Persebaya Surabaya.
Tak hanya itu, sejumlah influencer lainnya turut menunjukkan kecintaan mereka terhadap klub sepak bola Indonesia. Melody JKT48, Aura Kasih, dan Sandra Olga, misalnya, dikenal sebagai pendukung Persib Bandung. Sementara itu, Rian D’Masiv kerap mengungkapkan dukungannya terhadap klub ibu kota, Persija Jakarta.
Penggunaan media sosial dalam pemasaran menjadi fenomena penting dan terkini dalam dunia ritel, terutama dalam menjalin kerja sama dengan influencer digital atau influencer media sosial. Kolaborasi ini berperan dalam menarik minat konsumen terhadap produk atau jasa yang ditawarkan serta menyediakan tautan langsung ke toko online mereka (Ryu dan Park, 2020).
Influencer digital berperan sebagai duta merek bagi para pengikutnya ketika mempromosikan suatu brand untuk perusahaan. Biasanya, mereka menerima kompensasi dalam bentuk produk gratis, eksposur, atau pembayaran uang (Duffy, 2016; Scott, 2015). Namun, ada juga upaya dari perusahaan untuk memanfaatkan aktivitas influencer dengan harapan mereka mempromosikan produk secara gratis (Rocamora, 2018). Dengan demikian, influencer digital menjadi peluang strategis dalam memperluas jangkauan informasi mengenai merek melalui electronic word of mouth (eWOM).
Referensi:
- Arifianto, N. 2017. Indonesia Negara Penggila Sepak Bola Nomor Dua di Dunia, https://www.cnnindonesia.com/olahraga/20171219204103-142-263606/indonesia-negara-penggila-sepak-bola-nomor-dua-di-dunia. Februari 2021.
- Duffy, B. E. (2016). The romance of work: Gender and aspirational labour in the digital culture industries. International Journal of Cultural Studies, 19(4), 441–457.
- Ozanian, M. 2017. The world’s most valuable soccer teams 2017, https://www.forbes.com/sites/mikeozanian/2017/06/06/the-worlds-most-valuable-soccer-teams-2017/#3cba040477ea. Februari 2021.
- Rocamora, A. 2018. Fashioning professionals: Identity and representation at work in the creative industries (pp. 65–81). London, UK: Bloomsbury.
- Ryu, S., Park, J., 2020. The effects of benefit-driven commitment on usage of social media for shopping and positive word-of-mouth. J. Retailing Consum. Serv. 55, 102094 https://doi.org/10.1016/j.jretconser.2020.102094.
- Scott, D. M. 2015. The new rules of marketing and PR (5th ed.). New York: Wiley.