Inovasi dan Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah
Beberapa penelitian menemukan bahwa suatu usaha yang inovatif memiliki tingkat pengembangan usaha yang lebih tinggi dibandingkan dengan usaha yang memiliki tingkat inovatif yang lebih rendah (Hadjimanolis 2000; Wang dan Ahmed; 2004; Kmieciak, et al. 2012). Di dalam penelitian-penelitian tersebut, kriteria yang digunakan untuk mengukur seberapa inovatif suatu usaha adalah dengan mengukur sumber daya kreatif yang dimiliki oleh usaha tersebut. Sumber daya kreatif adalah sumber daya yang unik, karena sumber daya tersebut murni dihasilkan oleh individu-individu yang bekerja di dalam suatu usaha. Berdasarkan temuan tersebut dalam rangka meningkatkan tingkat inovatif di dalam suatu usaha, pengelola atau pemilik usaha perlu memperhatikan bagaimana cara terbaik dalam mengelola sumber daya kreatif yang dihasilkan oleh individu-individu tersebut.
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan badan usaha yang mengelola aset senilai Rp 50.000.000,- hingga Rp 10.000.000.000,- (Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM). Jumlah tenaga kerja untuk kategori UMKM juga berkisar di antara 30 hingga 300 orang. Karena sumber daya baik dari sisi aset serta tenaga kerja yang kecil tersebut, pengelolaan serta aktivitas yang dapat dilakukan untuk menghasilkan inovasi yang dapat digunakan dalam pengembangan usaha juga terbatas. Oleh karena itu, pada level UKM pengembangan inovasi yang perlu dilakukan oleh suatu usaha perlu difokuskan pada beberapa kategori. Terdapat empat kategori inovasi yang perlu difokuskan oleh pengelola atau pemilik UKM, yaitu: inovasi produk, inovasi proses, inovasi organisasional, dan inovasi pemasaran. Memfokuskan sumber daya kreatif dan sejumlah aset di dalam keempat kategori inovasi tersebut dengan tepat adalah salah satu kunci dalam meningkatkan tingkat inovatif suatu usaha.
Terdapat tiga faktor tambahan yang dapat meningkatkan tingkat inovatif dari suatu usaha. Pertama adalah peran dari manajer dan karyawan dalam menyalurkan ide dalam pengembangan usaha. Apabila manajer dan karyawan suka memiliki inisiatif dalam menyalurkan ide untuk pengembangan usaha, maka ide-ide tersebut dapat membentuk suatu gagasan baru yang dapat membantu usaha dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Faktor pertama tadi kemudian memiliki keterkaitan erat dengan faktor yang kedua, yaitu budaya organisasi. Pada organisasi yang terbuka dengan ide atau gagasan baru, inovasi untuk pengembangan usaha akan lebih mudah untuk ditemukan dibandingkan dengan organisasi yang skeptis terhadap ide atau gagasan baru. Terakhir adalah faktor lingkungan kerja. Terdapat kriteria desain lingkungan kerja yang dapat meningkatkan kreatifitas individu di dalamnya. Salah satu kriteria desain lingkungan kerja yang populer adalah lima kriteria yang disampaikan oleh Theresa Amabile yang dikutip di dalam Buku Breakthrough Thinking: A Guide to Creative Thinking and Idea Generation milik Thomas Vogel.
References
Vogel, T. (2014). Breakthrough thinking: A guide to creative thinking and idea generation. Simon and Schuster.
Hadjimanolis, A. (2000). A resource based view of innovativeness in small firms.
Technology Analysis & Strategic Management, 12(2), 263–281. Wang, C.L., Ahmed, P.K. (2004). The development and validation of the organisational innovativeness construct using confirmatory factor analysis. European Journal of Innovation Management, 7(4), 303–313.
Kmieciak, R., Michna, A., Meczynska, A. (2012). Innovativeness, empowerment and IT capability: Evidence from SMEs. Industrial Management & Data Systems, 112(5), 707–728.