Gig Economy dan Dampaknya terhadap Lanskap Kewirausahaan

Gig Economy dan Dampaknya terhadap Lanskap Kewirausahaan 

Gig economy, atau ekonomi berbasis pekerjaan lepas, telah mengalami pertumbuhan pesat dalam dekade terakhir, mengubah secara signifikan cara orang bekerja dan berbisnis. Fenomena ini ditandai dengan meningkatnya jumlah pekerja lepas, kontrak jangka pendek, dan pekerjaan berbasis proyek, yang difasilitasi oleh perkembangan teknologi digital dan platform online. Menurut studi yang dilakukan oleh Lehdonvirta et al. (2019), pertumbuhan gig economy telah menciptakan peluang baru bagi individu untuk menjadi “mikro-wirausahawan”, di mana mereka dapat memanfaatkan keterampilan dan waktu mereka secara lebih fleksibel. Platform seperti Uber, Airbnb, dan Fiverr telah memungkinkan individu untuk mengkapitalisasi aset dan keterampilan mereka dengan cara yang sebelumnya tidak mungkin dilakukan. Namun, penelitian ini juga menggarisbawahi tantangan yang dihadapi oleh pekerja gig, termasuk ketidakpastian pendapatan dan kurangnya perlindungan kerja tradisional. 

Dampak gig economy terhadap lanskap kewirausahaan sangat beragam dan kompleks. Di satu sisi, gig economy telah menurunkan hambatan masuk bagi wirausahawan pemula, memungkinkan mereka untuk memulai bisnis dengan modal yang lebih kecil dan risiko yang lebih rendah. Penelitian oleh Burtch et al. (2018) menunjukkan bahwa pertumbuhan platform gig economy seperti Uber telah menyebabkan penurunan dalam penciptaan bisnis kecil tradisional di beberapa sektor. Ini menunjukkan bahwa gig economy mungkin mengalihkan beberapa potensi wirausahawan dari mendirikan bisnis tradisional ke model bisnis berbasis platform. Di sisi lain, gig economy juga telah menciptakan ekosistem baru yang mendorong inovasi dan kewirausahaan. Platform gig tidak hanya menjadi tempat bagi pekerja lepas, tetapi juga telah melahirkan startup-startup baru yang bertujuan untuk melayani kebutuhan spesifik dari ekonomi berbasis pekerjaan lepas ini, seperti aplikasi manajemen freelancer atau layanan asuransi khusus untuk pekerja gig. 

Meskipun gig economy menawarkan fleksibilitas dan peluang yang menarik, ia juga membawa tantangan baru bagi para wirausahawan dan pembuat kebijakan. Studi yang dilakukan oleh Wood et al. (2019) mengungkapkan bahwa pekerja gig di negara-negara berkembang sering menghadapi persaingan global yang intens dan tekanan untuk bekerja dengan upah rendah. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang keberlanjutan model bisnis ini dan implikasinya terhadap kesejahteraan pekerja dalam jangka panjang. Selain itu, ketergantungan pada platform digital juga menciptakan risiko baru, seperti perubahan algoritma yang dapat secara drastis mempengaruhi visibilitas dan pendapatan pekerja gig. Bagi wirausahawan yang membangun bisnis di sekitar ekosistem gig economy, tantangannya adalah menciptakan nilai tambah yang unik dan membangun ketahanan terhadap perubahan cepat dalam lanskap digital. 

Oleh : Riesta Devi Kumalasari, S.E.,M.M. 

Referensi: 

  1. Lehdonvirta, V., Kässi, O., Hjorth, I., Barnard, H., & Graham, M. (2019). The global platform economy: A new offshoring institution enabling emerging-economy microproviders. Journal of Management, 45(2), 567-599. 
  2. Burtch, G., Carnahan, S., & Greenwood, B. N. (2018). Can you gig it? An empirical examination of the gig economy and entrepreneurial activity. Management Science, 64(12), 5497-5520. 
  3. Wood, A. J., Graham, M., Lehdonvirta, V., & Hjorth, I. (2019). Good gig, bad gig: Autonomy and algorithmic control in the global gig economy. Work, Employment and Society, 33(1), 56-75.