Generasi Z: The Strawberry Generation

Seiring dengan proses pergantian generasi, generasi Z yang merupakan generasi penerus dari generasi millenial (Y) dan generasi X, mulai mendapatkan atensi lebih sebagai generasi yang memiliki keunikan tersendiri. Generasi Z adalah generasi yang lahir dari rentang tahun 1997 hingga 2012 dan memiliki proporsi terbesar dalam populasi penduduk di Indonesia, seperti yang tercatat pada sesus penduduk tahun 2020 sebesar 27.93 persen [1]. Generasi Z memiliki banyak fasilitas kemewahan dan kesejahteraan dibandingkan generasi X dan Y. Generasi ini merupakan generasi yang cukup jauh dari era peperangan dan peradaban manusia sudah pada tingkatan penggunaan teknologi yang masif. Kondisi istimewa ini membuat generasi Z cenderung memiliki sifat “tidak tahan banting” atau tidak bisa menghadapi stress maupun kerja keras berlebih. Situasi ini sering dianalogikan dengan sebuah stroberi yang mudah memar memerah dan tidak memiliki fondasi yang kuat menahan beban. Stroberi juga sering hidup dilindungi pada rumah kaca dan relatif memiliki harga tinggi dari pada buah pada umum nya. Sesuai dengan analoginya, generasi stroberi terbentuk dikarenakan kehidupan anak – anak yang ada di generasi ini besar dengan kondisi overprotection dari kedua orang tua dan cenderung memiliki sifat egois, manja, arogan, berpikiran pendek, banyak permintaan, dan tidak cekatan dalam bekerja. Dibalik sifat negatif yang terlihat, generasi stroberi ternyata memiliki nilai positif juga seperti banyak nya gagasan [2], memiliki kekuatan terhadap penggunaan teknologi [3], dapat mengambil keputusan secara cepat [4], memiliki sosial network yang kuat, lebih bersikap entrepreneurial, dan tidak terlalu terpaku pada uang dibandingkan generasi Y, dan lebih peduli terhadap isu lingkungan [5]. Istilah suka baper sering disematkan pada generasi stroberi dikarenakan mereka tidak mendapatkan tempaan yang membuat mereka tangguh. Namun, generasi stroberi memiliki wawasan yang luas terhadap perkembangan berita maupun pertumbuhan teknologi yang terbentuk. Sebagai calon pemimpin, generasi stroberi perlu mendapatkan pendampingan yang cukup dapat mentransfer pengalaman dan tantangan yang sudah dihadapi sehingga generasi stroberi dapat lebih tahan banting dan bisa terbiasa jika ada tantangan yang akan dihadapi. Semenjak hadirnya pandemi Covid-19, eksistensi generasi stroberi di dunia digital menjadi cukup masif. Kehadiran content creator membuat value yang mereka senangi dapat terfasilitasi dengan baik. Terlebih, saat ini content creator merupakan new job yang menjanjikan, dimana indikator yang cukup sederhana untuk menghasilkan uang atau monetizing adalah jumlah viewer maupun jumlah follower atau subscriber. Dengan cukup dewasanya praktik bisnis berbasis digital berbasis konten menjadikan posisi generasi stroberi menjadi dominan dan memberikan warna keilmuan dari sudut pandang praktis maupun dinamis. Dengan adanya kegiatan berbasis konten, diharapkan generasi Z dapat memberikan warna yang bermanfaat bagi keilmuan maupun studi kasus praktis yang terjadi disekitar kita.

 

Referensi:

[1]   BPS. “Hasil Sensus Penduduk 2020,” https://demakkab.bps.go.id/news/2021/01/21/67/hasil-sensus-penduduk-2020.html.

[2]   R. Kasali, Strawberry Generation: Mizan, 2018.

[3]   A. Turner, “Generation Z: Technology and social interest,” The journal of individual Psychology, vol. 71, no. 2, pp. 103-113, 2015.

[4]   E. J. Cilliers, “The challenge of teaching generation Z,” PEOPLE: International Journal of Social Sciences, vol. 3, no. 1, pp. 188-198, 2017.

[5]   A. P. Singh, and J. Dangmei, “Understanding the generation Z: the future workforce,” South-Asian Journal of Multidisciplinary Studies, vol. 3, no. 3, pp. 1-5, 2016.

SATRIA FADIL PERSADA, S.KOM., MBA., PH.D