Konsumsi Etis, Gender, dan Kesadaran Lingkungan

Konsumsi Etis, Gender, dan Kesadaran Lingkungan

Penulis: Mufida Sekardhani, S.E., MBA

Di era saat ini, konsumsi tak lagi sekedar soal harga dan fungsi—melainkan juga tentang apa yang ada di balik proses produksinya. Istilah konsumsi etis mencakup pilihan yang dibuat berdasarkan pertimbangan sosial, lingkungan, dan ekonomi — mulai dari penghormatan terhadap tenaga kerja, minimnya dampak ekologis, hingga dukungan untuk usaha lokal.

Penelitian dari Zhao et al. (2021) mengungkap bahwa perempuan secara signifikan memiliki niat green consuption lebih tinggi dibanding pria, mengonsumsi lebih sedikit karbon dan lebih sering membeli produk ramah lingkungan. Studi tersebut juga menjelaskan bahwa perbedaan gender ini lahir dari keyakinan, norma sosial, serta teori “value–belief–norm” yang menekankan tanggung jawab terhadap lingkungan.

Selain itu, Tjokrosoeharto dan Paramita (2021) meneliti fashion berkelanjutan di Indonesia. Mereka menemukan bahwa persepsi terhadap kualitas, desain, dan harga produk berkelanjutan—yang dipandang berbeda oleh konsumen berdasarkan gender—secara signifikan mempengaruhi niat beli. Konsumen yang sadar terhadap upaya keberlanjutan dalam produk fashion menunjukkan kecenderungan lebih besar untuk membeli.

Apa yang mendorong kaum perempuan lebih aktif? Menurut Brough dkk. (2016), stereotip “green-feminine” menunjukkan bahwa perempuan secara sosial dianggap lebih peduli terhadap lingkungan — sebuah dampak dari peran tradisional sebagai pengasuh dan penopang etis dalam masyarakat. Ini juga tercermin dalam penelitian Afridi dkk. (2021) di Pakistan, yang menunjukkan bahwa perhatian terhadap generativitas — kepedulian terhadap generasi mendatang — memperkuat perilaku green consumption, khususnya di kalangan mereka yang memiliki orientasi kuat terhadap alam.

Namun, konsumsi etis tidak eksklusif untuk perempuan. Studi menunjukkan bahwa pria juga melakukan green consumption, terutama bila mereka merasa hal itu meningkatkan citra sosial mereka. Fenomena ini dikenal sebagai conspicuous conservation — membeli produk ramah lingkungan demi menampilkan status dan reputasi.

Secara praktis, konsumsi etis memberikan dampak positif:

  • Lingkungan: mengurangi limbah, emisi karbon, dan melindungi sumber daya .
  • Ekonomi: mendukung usaha lokal dan perdagangan adil, memperkuat ekonomi komunitas.
  • Sosial: mendorong transparansi dan praktik kerja yang manusiawi .

Dengan pemahaman gender yang lebih dalam, kampanye pemasaran etis dapat disesuaikan: perempuan mungkin cocok dengan narasi keberlanjutan intrinsik, sementara pria bisa dijangkau lewat citra sosial dan identitas yang terkait dengan green consumption.

Referensi utama

  1. Zhao, Z., Gong, Y., Li, Y., Zhang, L., & Sun, Y. (2021). Gender-Related Beliefs, Norms, and the Link With Green Consumption. Frontiers in Psychology
  2. Tjokrosoeharto, M. A., & Paramita, E. L. (2021). Understanding Consumer Purchase Intention to Purchase Sustainable Fashion…. Diponegoro International Journal of Business
  3. Brough, A. R., Wilkie, J. E. B., Ma, J., Isaac, M. S., & Gal, D. (2016). The green-feminine stereotype…. Journal of Consumer Research
  4. Afridi, S. A., Khan, W., Haider, M., Shahjehan, A., & Afsar, B. (2021). Generativity and Green Purchasing Behavior…. SAGE Open
  5. Green consumption (Wikipedia)