Seorang pengajar seringkali merasa kesulitan bagaimana pembelajaran dapat berjalan secara maksimal. Dalam sebuah penelitian oleh Glynn & DiVesta, 1977; Lorch & Lorch, 1985; Van Patten, Chao, & Reigeluth, 1986 yang dikutip dari shiftelarning.com, mengorganisasikan aktivitas pembelajaran dapat memengaruhi pemrosesan informasi bagi siswa dalam belajar. 

Pemahaman siswa dipengaruhi oleh struktur teks yang digunakan untuk menyampaikan informasi. Otak menyukai organisasi informasi, itulah sebabnya bab, garis besar, dan bagian sangat direkomendasikan sebagai metode pembelajaran.

Terdapat dua cara untuk mengorganisasikan konten,

  1. Sequential, yakni informasi yang disajikan dalam bentuk daftar dan berurutan. Sebagai contoh mengikuti resep masakan dengan langkah tepat. Ada urutan bagaimana materi disajikan dan dipelajari. Bisa dalam bentuk deskripsi/daftar, masalah/solusi, simpel ke kompleks, familiar dan tidak familiar.
  2. Non Sequential, yakni dapat diartikan sebagai cara alami untuk belajar, siswa dapat melewati bagian proses yang tidak selalu berkaitan dengan mereka. Siswa harus memahami makna dari informasi yang disajikan kepada mereka. Seringkali, informasi ini disajikan melalui studi kasus dan skenario. Format ini di mana seorang siswa harus dapat menggunakan informasi yang mereka miliki untuk menentukan apa masalahnya dan memberi mereka informasi untuk memulai penyelidikan.

Pengajar dapat memilih apa yang bisa dilakukan ketika akan mengorganisasikan konten belajar. Perlu diingat bahwa pengorganisasian konten seharusnya akan lebih memudahkan siswa memahami materi yang akan disajikan.

Artikel ini merupakan adaptasi dari artikel yang berjudul:

https://www.shiftelearning.com/blog/choosing-an-organization-strategy-elearning