Masih teringat sembilan tahun yang lalu, menjelang persiapan Ujian Nasional, saya belajar setiap hari selama kurang lebih enam bulan. Saya mulai belajar sepulang sekolah hingga larut malam, tidak jarang sayapun terbangun hingga subuh demi mengulang kembali pelajaran yang telah saya dapatkan dari kelas satu hingga kelas tiga. Terbayangkan di benak saya apabila saya tidak berhasil lulus melewati Ujian Nasional, saya harus mengulang kembali dengan penuh rasa malu. Setiap hari saya mencoba membuka satu persatu buku cetak yang kebanyakan berukuran tebal, hingga ratusan halamannya.

Seringkali saya merasa jiper duluan sebelum membaca buku. Ada rasa ragu saya dapat menghafal kembali seluruh isi buku itu dalam waktu enam bulan tersisa. Tidak ada cara lain, saya tetap harus membaca halaman tersebut satu persatu bagaimanapun caranya saya harus hafal setiap materi yang ada di dalam buku. Itulah yang harus saya lakukan untuk mendapatkan skor UN yang memuaskan. Umur saya masih belasan saat itu dan saya hanya seorang siswa, belum terlatih berpikir kritis,  belum  tahu banyak mengenai kebijakan pemerintah termasuk kebijakan Ujian Nasional.

Sebagai seorang siswa, umumnya saya dan kebanyakan siswa lainnya menerima apapun keputusan guru, sekolah, dan pemerintah mengenai pendidikan. Bila memang kebijakan penentuan kelulusan kami adalah UN atau USBN, baik akan kami kerjakan. Begitu umumnya seorang siswa, belum berpikir mengapa UN adalah solusi tepat atau kurang tepat sebagai salah satu indikator penentu kelulusan. Kalaupun memang ada siswa yang berpikir demikian, bahwa UN atau USBN dan konsep pilihan ganda yang ada didalamnya bukanlah hal tepat, lalu mengapa? Tetap saja tidak dapat mengubah apapun. Kebijakan adalah milik pemerintah. Seharusnya memang ditentukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bukan? Tentu saja melalui riset-risetnya.

Saat kebijakan baru yang diajukan Pak Nadiem Makariem mengenai Asesmen Kompetensi Minimum yang mencakup pengetahuan mengenai literasi dan numerasi disosialisasikan, saya menjadi salah satu yang berbahagia dengan kebijakan tersebut. Menurut saya, sungguh suatu awal membuka mata dan membuka jalan kepada pegiat pendidikan, yang mungkin selama ini, selama bertahun-tahun merasa ada yang salah dengan sistem penentu kelulusan, namun tidak dapat berbuat apa-apa. Merdeka belajar! Begitu semboyannya. Semboyan yang cukup cocok rasanya mengingat bertahun-tahun sistem pendidikan kita terkunci oleh sistem UN dan USBN sebagai penentu kelulusan. Tidak salah, namun selalu ada yang lebih baik.

Saya mulai berpikir, mengapa saat itu saya sangat stres melihat buku-buku tebal tersebut? Kemungkinan karena yang harus saya lakukan adalah menghafal kembali hal-hal yang mungkin telah saya lupakan dalam tiga tahun kebelakang. Pada bloom taxonomy, menghafal merupakan proses terendah dalam proses belajar. Hal tersebut hanya dilakukan untuk hal dasar seperti saat mengenal bahasa atau istilah. Kurang tepat proses menghapal diterapkan pada sebuah proses, sebuah proses seharusnya dipahami, bukan dihapal. Sempat terpikir, mungkin saat itu bila saya diajarkan untuk memahami sebuah proses dan menjelaskan kembali, akan lebih mudah untuk saya mengingat dan menerapkannya kembali, tanpa harus menghafal buku-buku tebal itu. Terlebih apabila diharuskan membuat project, portfolio atau essay mengenai penjelasan dalam sebuah proses. Seingat saya masih sangat jarang ujian berbasis project, essay, atau portfolio diterapkan.

Mengapa sistem penilaian essay, project, dan portfolio lebih baik dibandingkan UN atau USBN. Sistem penilaian UN berpacu kepada pilihan ganda yang disediakan sehingga penilai tidak melihat proses bagaimana siswa mendapatkan jawaban tersebut. Sedangkan dengan adanya essay, siswa harus memaparkan tahap pertahap sehingga akhirnya hasil tersebut dapat dicapai. Project dan portfolio, keduanya memiliki output menghasilkan atau menciptakan sesuatu. Tujuan dari project atau portfolio ini sendiri berada di tahapan paling atas pada Bloom Taxonomy yaitu create atau menciptakan. Tujuan tersebut, create, dicapai melalui  proses yang cukup panjang yaitu mengetahui proses dari tujuan, memahami, menerapkan konsep atau rencana pengembangan, menganalisa tiap prosesnya, melakukan evaluasi, sehingga akhirnya dapat menghasilkan sesuatu. Secara tidak langsung project atau portfolio melatih siswa untuk berpikir kritis dan melatih kecerdasan mereka.

Sembilan tahun yang lalu, saya teringat ketika saya mengerjakan simulasi soal UN Matematika dimana saya merasa sudah cukup paham tahapan dan proses untuk menemukan jawabannya. Semangat saya tiba-tiba turun drastis karena hasil yang saya dapat tidak ada yang cocok dengan satupun pilihan ganda yang di sediakan. Pada akhirnya konsep pilihan ganda yang mana juga diterapkan dalam UN, hanya berpaku kepada hasil. Hal ini menyedihkan untuk mereka yang telah belajar dengan giat dan merasa sudah mencoba semaksimal mungkin untuk menemukan jawaban dengan tahapan yang mungkin sudah benar atau hampir benar. Berbeda dengan konsep essay, portfolio, ataupun project, yang penilaiannya tidak sepenuhnya berpaku kepada hasil. Kurang adil rasanya, saat kita harus menemukan sebuah jawaban, yang dalam prosesnya harus  melalui beberapa tahapan, dan ketika jawaban yang dihasilkan tidak sesuai dengan pilihan ganda yang di sediakan  jawaban tersebut dinyatakan salah. Bagaimanapun yang perlu dilihat adalaha bagaimana siswa telah memahami suatu pelajaran, bukan sekedar menjawab pilihan ganda, sehingga sekecil apapun proses yang telah dilakukan siswa layak mendapatkan kredit atau skor, setidaknya sebagai bentuk apresiasi.

Harapan saya, semoga kebijakan baru yang diterapkan oleh Kemendikbud dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh para pegiat pendidikan sehingga dapat membentuk generasi muda yang lebih kritis dan cerdas. Demikian catatan apresiasi terhadap keberanian Kemendikbud untuk mengubah sistem yang sudah cukup lama berlangsung. Perubahan bukanlah hal yang mudah, diperlukan kerjasama dari semua pihak terkait di bidang pendidikan untuk mewujudkan visi dan misi kebijakan Kemendikbud tersebut. Semoga kelak generasi muda dapat bersaing secara total dalam dunia global.