Di era serba digital saat ini, segala informasi dapat diperoleh melalui Internet, mulai dari berita kriminal hingga hasil skor pertandingan bola tim favorit kita.

Belum lagi membicarakan tentang sosial media, sekarang ini anak-anak, remaja, hingga yang sudah berumur memiliki minimal satu akun sosial di berbagai platform. Menurut data Indonesia Digital Landscape tahun 2018 yang dikeluarkan oleh Hootsuite, Indonesia memiliki 130 juta pengguna aktif media sosial. Pengguna tersebut rata-rata menghabiskan waktu 8 jam dalam sehari di internet, yakni hampir setengah hari.

Penggunaan internet yang tinggi itu terjadi juga peningkatan sebesar 25% pada penggunaan sosial media di tahun 2018 daripada 2017.

Kemudian, apa kaitannya dengan proses belajar?

Pada tahun 1971, Albert Bandura menemukan teori social learning. Bandura berpendapat bahwa faktor lingkungan dan kognitif seseorang dapat mempengaruhi proses belajar. Ketika seseorang berinteraksi dengan lingkungan, sebenarnya terjadi proses belajar, mungkin tanpa Ia sadari.

Berbekal teori belajar sosial dan teknologi yang kini berkembang makin pesat, ada baiknya kegiatan di Internet digunakan untuk hal-hal yang positif seperti belajar dan mencari informasi yang mampu meningkatkan kemampuan dan menambah pengetahuan.

Learning management system (LMS) merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk menerapkan social learning di lembaga pendidikan formal maupun non-formal. Melalui LMS, seorang pengajar mampu mendesain dan mengelola kelasnya secara virtual, tanpa melakukan tatap muka. LMS yang berkembang di Indonesia hingga saat ini dirasa masih belum digunakan secara optimal untuk belajar, padahal dengan menerapkan teori social learning ke dalam LMS, banyak manfaat yang dapat diperoleh dari lembaga pendidikan tersebut.

Berikut ini beberapa tips yang penulis himpun dari beberapa sumber mengenai pemanfaatan social learning dalam LMS.

Feed berita sosial
Feed berita sosial merupakan fitur yang cukup penting pada setiap platform sosial. Feed atau umpan berita dapat memberikan gambaran umum mengenai seluruh aktivitas dan memungkinkan pengguna untuk menambahkan komentar atau memberikan like untuk orang lain. Pada platform belajar, fitur ini dapat digunakan pada berbagai aplikasi. Pengguna dapat berbagi artikel terkait topik yang sedang mereka ingin pelajari. Admin juga dapat menggunakan feed berita sosial untuk bertanya maupun membuat survey kecil-kecilan.

Grup Diskusi
Didalam platform belajar, mungkin ada sekelompok yang memiliki ketertarikan pada topik-topik tertentu. Grup diskusi dapat dijadikan salahsatu fitur yang mampu menampung sekelompok orang untuk menyampaikan dan saling bertukar ide. Dengan demikian, mereka dapat membantu organisasi untuk semakin berkembang dengan ide-ide baru untuk diimplementasi dan di ujicoba.

Area “Tanya Ahlinya”
Area “pertanyaan yang sering ditanya” memang sering digunakan dalam masih efektif apabila digunakan di website, namun lain halnya apabila hal tersebut diterapkan di LMS yang dibiarkan terbuka begitu saja, umumnya ruang pertanyaan tersebut akan terbengkalai. Alternatifnya yaitu mengumpulkan para subject matter expert (SME) untuk topik-topik tertentu kedalam satu grup, kemudian buatlah area kecil untuk bertanya. Jawaban-jawaban para SME akan disimpan agar pengguna lainnya dapat belajar dari pertanyaan yang pernah dijawab oleh ahlinya.

Live Chat
Fitur yang umumnya mulai diimplementasikan di website e-commerce ini juga dapat digunakan di LMS, bagi pengguna yang tidak ingin percakapannya muncul dan dilihat oleh orang lain, dapat berkomunikasi langsung dengan fitur live chat. Fitur ini dapat digunakan tidak hanya untuk chat ke sesama pengguna LMS, melainkan juga SME yang mungkin sedang online. Dengan demikian, memungkinkan adanya sesi belajar yang lebih privat dengan SME.

Rating Konten dan Kolom Komentar
Bagi pengembang konten belajar, terkadang kita merasa ada dinding pemisah antara pengembang dengan pengguna. Dinding tersebut dapat kita atasi dengan membuat fitur rating dan menambahkan kolom komentar pada setiap konten yang dibuat. Selain itu, fitur-fitur tersebut juga dapat memungkinkan adanya ruang untuk improvisasi dan apresiasi. Pengguna juga dapat menandai konten-konten yang perlu diperbaharui.

Konten yang Dibuat Pengguna
Memberikan keleluasaan bagi pengguna untuk membuat kontennya sendiri merupakan hal yang sangat membantu terbentuknya proses social learning. Ditambah dengan semakin canggihnya teknologi gawai masa kini, pengguna dapat langsung membuat konten dalam bentuk video. Dengan demikian, bank aset belajar akan semakin bertambah, meskipun masih diperlukan juga sistem standarisasi dan kontrol terhadap kualitas agar konten yang tersebar tidak keluar dari konteks pembelajaran.

Peningkatan Profil Pengguna
Area profil pengguna merupakan fitur standar pada tiap aplikasi berbasis web. Namun demikian, fitur ini tidak di-optimalisasi, padahal banyak potensi yang dapat digali dengan menerapkan fitu profil. Profil pengguna dapat menampilkan alamat email dan program yang mereka ambil, tapi kenapa hanya sampai disitu? Publik profil memungkinkan pengguna untuk menambahkan keterampilan yang mereka miliki, passion, dan berbagi tentang momen-momen belajar terbaik mereka.

Gamification
Fungsi sosial sudah cukup baik, tapi terkadang pengguna membutuhkan insentif tambahan. Gamification sangat cocok disandingkan dengan social learning, karena pengguna dapat mendapat sebuah apresiasi dengan jumlah log in, berinteraksi dengan pengguna lain dan mendapat lencana setelah berbagi wawasan baru. Leaderboards menunjukan siapa yang mendapatkan poin dan lencana terbanyak, sehingga dapat menimbulkan kompetisi kecil-kecilan, dan menambah alasan untuk terus log-in.

Lencana Apresiasi
Setiap orang pasti menyukai umpan balik, meski tidak selalu positif. Tanpa adanya batas komunikasi antara pengajar dan pengguna, sangat sulit untuk memberikan apresiasi atau kritik membangun. Penerapan fitur gabungan antara sosial dan gamifikasi pada LMS, dapat ditambahkan dengan lencana apresiasi. Lencana tersebut memungkinkan pengajar memberikan penghargaan bagi pengguna dan yang lebih penting – mengapresiasi atas apa yang diperoleh pengguna tersebut.

Integrasi dengan Jaringan Sosial
Berdasarkan data digital yang telah dijelaskan sebelumnya, hampir dapat dipastikan setiap pengguna LMS telah aktif di sosial media. Integrasi LMS dengan sosial media memungkinkan para pengguna untuk berbagi prestasi yang telah mereka raih dengan pengikut di jaringan Twitter, Facebook, maupun LinkedIn.

Optimalisasi Mobile
LMS yang dapat diakses dengan mudah dan darimana saja, akan meningkatkan interaksi sosial didalamnya. Oleh karena itu LMS haruslah dibuat responsif ketika digunakan di aplikasi mobile.

Pada akhirnya, implementasi social learning dalam LMS tidak akan optimal apabila tidak didukung dengan budaya digital yang baik, entah itu dari pengguna, pengelola, dan pengembang.

Demikian tulisan artikel ini, semoga dapat menambah wawasan bagi para pembaca ya! Sampai jumpa lagi.

Photo by Brooke Cagle on Unsplash