Dalam orasi ilmiahnya di Dies Natalies ke-44 BINUS University, Prof. Gatot Soepriyanto menekankan sisi gelap pertumbuhan cepat di dunia startup digital Indonesia. Dengan mengangkat kasus lima fintech besar—eFishery, Investree, KoinWorks, TaniFund, dan Crowde—Prof. Gatot menunjukkan bagaimana strategi pertumbuhan cepat dengan memanfaatkan inovasi teknologi yang tidak dikawal dengan integritas dapat berujung pada manipulasi laporan keuangan, penyalahgunaan dana, hingga runtuhnya kepercayaan publik. Ia menggarisbawahi bahwa digitalisasi yang tidak dibarengi etika kepemimpinan dan tata kelola akan menjadi ancaman serius bagi kesehatan ekosistem digital Indonesia.

Narasi ini relevan dengan visi besar Indonesia Emas 2045, sebagaimana dikemukakan oleh berbagai analis dan media nasional, dalam rangka Indonesia menjadi negara maju. Salah satu indikator status negara maju secara perekonomian adalah jumlah perusahaan menengah dan besar yang substansial; dan ini berarti perlu ada peningkatan  signifikan atas kemampuan pelaku usaha kecil dan menengah untuk naik kelas menjadi perusahaan menengah dan besar. 

Pasca-Pandemi Covid-19, dari sisi ekonomi, UMKM berkontribusi sekitar 60-62% terhadap GDP Indonesia, dan menyerap tenaga kerja yang besar. UMKM memiliki potensi yang besar untuk didukung menjadi usaha menengah dan atas dalam menuju Indonesia Emas 2045.  Ini hanya terjadi jika UMKM saat ini didukung dengan ekosistem pertumbuhan bisnis yang baik, seperti transformasi digital. 

Namun, beberapa kajian menunjukkan bahwa meskipun jumlah UMKM di Indonesia sangat besar, kualitas manajemen dan kesiapan digital masih menjadi penghambat utama dalam proses transformasi tersebut. Menurut Wamenkominfo, di tahun 2024, ada 27 juta UMKM yang mengadopsi tekonologi digital. Topik ini juga menjadi salah satu topik yang banyak diteliti oleh para dosen Binus University. Penelitian para akademisi BINUS University menyimpulkan bahwa digitalisasi bisnis di Indonesia dapat meningkatkan kinerja organisasi bisnis, yaitu efisiensi yang akan terwujud pada profitabilitas. Namun, hasil penelitian-penelitian kami juga menemukan bahwa transformasi bisnis dengan digitalisasi harus didasari pada pilar-pilar: etika, transparansi, akses yang merata kepada semua pengguna, keberlanjutan dan moral pemimpin (Margiono, 2021, Wu & Pambudi, 2025, Mastianto et.al, 2025).  Pilar-pilar tersebut juga terkait pada kontirbusi bisnis Indonesia dalam pencapaian SDG 8 – Decent Work and Economic 

Dengan demikian, digitalisasi yang mengadopsi pilar-pilar etika dan transparansi merupakan hal yang mutlak untuk suksesnya UMKM “naik kelas di Indonesia”

Di tengah pentingnya digitalisasi untuk mendorong pertumbuhan UMKM dan memperkuat ekonomi nasional, tantangan besar lain yang saat ini kita hadapi adalah kesenjangan antara literasi keuangan dan inklusi keuangan masyarakat Indonesia. 

Literasi dan inklusi keuangan memiliki peran penting untuk naik kelasnya UMKM di Indonesia, khususnya dari aspek daya beli dan kekuatan pasar domestik Indonesia. Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan kesenjangan antara literasi keuangan dan inklusi keuangan masyarakat Indonesia semakin menurun. Menurunnya inklusi keuangan bisa disebabkan oleh karena meningkatnya literasi keuangan atau karena daya beli masyarakat yang menurun. Sebagai tambahan, menurut Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), indeks literasi keuangan digital Indonesia di Indonesia pada tahun 2023 adalah 62%, adalah yang terendah dari rata-rata indekas negara di ASEAN, sebesar 70%.

Sumber: OJK, SNLK (2024)

Hasil penelitian kami juga pentingnya literasi keuangan di sisi pelaku UKM dan masyrakat dalam transformasi digital UKM Indonesia (Riantono et al., 2025) dengan kondisi pelaku UKM menerapkan sistem digital yang aman, transparan, dan etikal. 

Semakin meningkatnya inkusi keuangan masyarakat Indonesia adalah akibat baik dari transformasi digital bisnis di Indonesia. Sisi positifnya inklusi keuangan yang meningkat, meningkatkan perekonomian Indonesia. Pada sisi lain, jika tidak dibarengi dengan literasi keuangan yang cukup, maka masyarakat bisa menjadi korban dari fraud yang dijelaskan pada orasi ilmiah Prof. Gatot sebelumnya. 

Menuju 2045, kolaborasi lintas sektor menjadi kunci. Pemerintah perlu membangun kerangka regulasi yang menyeimbangkan dua hal penting: akselerasi digitalisasi UMKM dan pengawasan. Pasar dan investor harus menerapkan due diligence yang tidak hanya berbasis data, tetapi juga menilai tata kelola dan nilai etis perusahaan.