Kriminalitas dan nilai kemanusiaan yang adil dan beradab

Kristan, S.E., M.Ag (D6325)

Sila kedua yang berbunyi “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” bukan saja sebagian bagian dari dasar filsafat negara, melainkan pada waktu yang bersamaan juga harus dijadikan rujukan dan pedoman dalam menuntun perilaku semua warga negara dalam berurusan dengan segala situasi.

Tragedi-tragedi kasus kejahatan di Indonesia sebenarnya sudah berlangsung lama, terutama karena proses penegakan hukum di Indonesia yang lemah. Bahkan, tidak mustahil ada di antara aparat penegak hukum yang bermain mata dengan para pelaku kejahatan itu.

Akibatnya, Indonesia yang sudah ber-Pancasila ini masih saja oleng dan labil secara moral, sehingga keadilan dan keadaban publik sering menghilang ditelan oleh ketidaksungguhan kita mengamalkan Pancasila, khususnya disini dalam bentuk penegakan hukum yang adil.

Masalah ini sangat mendasar yang wajib segera dituntaskan jika ingin mempunyai masa depan yang lebih adil dan beradab dan tidak ingin intensitas dan frekuensi tindakan kejahatan semakin bertambah.

Secara alami, selain memiliki relasi dengan Tuhannya, manusia juga memiliki relasi dengan sesama. Relasi dengan sesama manusia ini dapat dijelaskan via negative atau dengan makna negatif. Yang pertama, bukan materialisme, sebagai manusia yang hidup dengan berkemanusiaan yang beradab seharusnya tidak melihat manusia lain sebagai objek. Hal ini dapat diaplikasikan pada kasus pemerkosaan. Beberapa manusia yang tidak beradab seringkali melihat manusia lain sebagai objek pemuas nafsu, bukannya sebagai subjek yaitu manusia sesamanya yang tidak hanya memiliki raga tapi juga jiwa.

Relasi etis yang dijelaskan dengan via negative yang kedua adalah bukan pragmatisme, sebagai manusia yang hidup dengan berkemanusiaan yang beradab seharusnya tidak melihat manusia dari manfaat atau kegunaannya. Tentu setiap manusia bermanfaat dalam hidupnya bagi orang-orang di sekitarnya, tapi tidak menjadi beradab jika sikap yang diambil adalah mengambil manfaat manusia tersebut yang akhirnya menimbulkan kerugian. Yang ketiga, bukan spiritualisme, hal ini dapat

 

diaplikasikan bagi pihak berwajib dan pemuka agama. Dalam menghadapi permasalahan pelecehan, perampokan, maupun pemerkosaan, pihak berwajib dan pemuka agama tidak boleh bertindak otoriter dan tidak demokratis dalam mengambil keputusan hanya karena merasa perwujudan dari Yang Kuasa. Setiap korban yang harus diberikan rasa aman, sedangkan setiap tersangka harus mendapatkan hukuman yang setimpal sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dari ketiga relasi etis yang dijelaskan via negative tersebut, sebenarnya dapat dijabarkan perilaku-perilaku yang harus dilakukan masyarakat, penegak hukum, maupun pemuka agama untuk menciptakan hidup yang lebih adil dan beradab. Sehingga dapat menurunkan intensitas dan frekuensi tindak kejahatan.

Berikut contoh perilaku-perilaku yang harus dilakukan masyarakat, penegak hukum, maupun pemuka agama untuk menciptakan hidup yang lebih adil dan beradab:

  1. Masyarakat

 

  1. Mengakui adanya kesamaan hak maupun kewajiban antar sesama manusia. seperti halnya mengakui adanya persamaan derajat di mata hukum.
  2. Tidak berbuat semena-mena terhadap orang lain. Hal yang menjadi pembeda antara manusia dengan makhluk lainnya yaitu akal budi. Sebagai manusia yang berakal budi dan beradab kita harus memanusiakan manusia.
  3. Menghormati dan menghargai perbedaan serta bertindak secara adil tanpa memandang ras, suku, agama, dan status sosial.
  4. Saling berempati, mengasihi, menyayangi satu dengan yang lain bahkan dengan lingkungan sekitarnya.
  5. Tenggang rasa, mampu memberikan dorongan dalam memunculkan sikap tenggang rasa dalam setiap hubungan sosial yang seseorang lakukan dalam kelompok masyarakat.

 

 

  1. Penegak Hukum

 

  1. Membangun Hukum Indonesia berkarakter. Hukum yang bermoral, hukum yang senantiasa menjunjung tinggi nilai keadilan, kebenaran dan kejujuran.
  2. Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia secara konkrit yang berarti menjamin segi-segi manusia/ menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM).
  3. Menjaga integritas dengan legitimasi moral dan legitimasi sosial. Tidak adanya perlakuan hukum yang diskriminatif antara mereka yang berkuasa dan berharta dengan mereka yang tak berkuasa dan tak berharta.
  4. Mewujudkan keadilan dan peradaban yang tidak lemah. Hal ini berarti yang dituju masyarakat Indonesia adalah keadilan dan peradaban yang tidak pasif. Perlu pelurusan dan penegakan hukum yang kuat jika terjadi penyimpangan, karena keadilan harus direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari.
  5. Pemuka Agama

 

  1. Menghormati dan menghargai terhadap umat beragama lainnya. Dengan tidak merendahkan / menjelek-jelekkan terhadap agama lain.
  2. Menghargai hak antar umat agama lain. Seperti halnya menghargai hak setiap orang berhak beribadah sesuai keyakinannya atau keimanannya, membangun tempat beribadah, dll.
  3. Memberikan arahan serta contoh yang baik kepada pengikut atau umatnya agar menjalankan norma-norma agama yang sesuai dengan nilai-nilai pancasila.

Apabila seluruh lini masyarakat baik itu masyarakat, penegak hukum atau pemerintah, dan penegak agama dapat mengimplementasikan perilaku-perilaku yang sesuai dengan sila kedua di atas memungkinkan berbagai perilaku penyimpangan nilai-nilai pancasila dapat dengan perlahan diatasi.

 

Selain dari faktor-faktor penyebab kasus kejahatan yang telah kami deskripsikan sebelumnya, terdapat hal utama yang menjadi inti permasalahannya. Menurut analisis kami, maraknya kasus kejahatan di Jakarta bahkan di Indonesia yaitu berasal melalui keinginan/hasrat keliru akibat sikap egois dari diri sendiri. Tidaklah cukup apabila hanya  tanggung jawab dari institusi pendidikan, penegak hukum, agama maupun pemerintah saja, tetapi kesadaran dari masing-masing individu lah yang menjadi kunci utamanya. Setiap individu hendaknya mengintropeksi diri apakah sudah mempraktekkan nilai-nilai pancasila terutama dalam berperilaku adil dan bermartabat kepada semua orang yang didukung oleh perbuatan yang nyata. Dengan keikutsertaan masyarakat, kerjasama seluruh pihak dan yang terpenting mulai dari kesadaran masing-masing untuk mengatasi permasalahan ini, memungkinkan penurunan jumlah kasus kejahatan di Jakarta bahkan seluruh Indonesia demi menciptakan lingkungan yang aman, damai dan berkeadilan yang menjadi cerminan utama sifat-sifat luhur bangsa Indonesia.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Lecture Notes Character Building Pancasila Week 5: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.

Maarif, Ahmad Syafii. 2018. Sila Kedua Pancasila Sedang Mati Suri.
https://republika.co.id/berita/pj6mat440/sila-kedua-pancasila-sedang-mati-suri (Diakses pada tanggal 28 September 2020, Pukul 18.42 WIB)

Mansyur, M Ali. 2014. Membangun Hukum Indonesia yang Berkarakter. http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/PH/article/view/1486

http://pulausumbawanews.net/index.php/2019/12/27/opini-hukum-tumpul-ke-atas-runcing-ke-bawah-adilkah/ (Diakses pada tanggal 28 September 2020, Pukul 21.05 WIB)

https://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16557/2/T2_322015024_BAB%20II.pdf (Diakses pada tanggal 28 September 2020, Pukul 21.30 WIB)