MENERAPKAN SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA (Dilihat dari perspektif masyarakat modern)
Nama : Reynaldo & Rusliansyah Anwar
Pendahuluan
Bagi orang Indonesia, Pancasila merupakan kristalisasi nilai-nilai luhur yang hidup dan merasuk dalam kehidupan keseharian masyarakat suku-suku bangsa di Indonesia sejak lama, dan sekaligus merupakan ciri khas budaya dan peradaban manusia Indonesia yang harus terus dipelihara. Menjelang kemerdekaan Indonesia, para founding fathers bangsa Indonesia berhasil menggali dan merumuskan nilai-nilai luhur masyarakat suku-suku bangsa tersebut ke dalam lima rumusan sila yang disebut sebagai Pancasila, yang kemudian disepakati sebagai dasar negara Republik Indonesia merdeka. Rumusan tersebut tercantum pada Alinea Keempat Pembukaan UUD NKRI Tahun 1945.
Seiring dengan perkembangan zaman, disamping banyaknya permasalahan yang timbul di masyarakat, menyebabkan nilai-nilai luhur Pancasila tersebut mulai tergerus dari kehidupan keseharian masyarakat kita. Salah satunya adalah nilai luhur dari sila pertama yakni Ketuhanan Yang Maha Esa. Dewasa ini kita tidak bisa memungkiri bahwa banyak sekali isu-isu maupun kejadian yang kurang kondisif yang menyebabkan upaya toleransi antar umat beragama sebagai salah satu pilar nilai yang ingin ditegakkan sila pertama mengalami hambatan. Bahkan beberapa waktu belakangan ini, terjadi beberapa konflik yang memakan korban jiwa.
Melihat beberapa fakta-fakta yang ada di lapangan, penulis ingin membahas betapa pentingnya memahami, meresapi dan mengaplikasikan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, terutama pada sila ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ tersebut.
Pembahasan
- Makna Ketuhanan Yang Maha Esa
Kalimat Ketuhanan Yang Maha Esa sejatinya berasal dari istilah dalam bahasa Sanskerta ataupun bahasa Pali.
Ketuhanan berasal dari kata tuhan yang diberi imbuhan berupa awalan ke- dan akhiran –an. Penggunaan awalan ke- dan akhiran –an pada suatu kata dapat merubah makna dari kata itu dan membentuk makna baru. Penambahan awalan ke – dan akhiran – an dapat memberiperubahan makna menjadi antara lain : mengalami hal…., sifat – sifat …. Contoh kalimat : ia sedang kepanasan. Kata “maha” berasal dari bahasa Sanskerta / Pali yang bisa berarti mulia atau besar (bukan dalam pengertian bentuk). Kata “maha” bukan berarti “sangat”. Jadi adalah salah jika penggunaan kata “maha” dipersandingkan dengan kata seperti besar menjadi maha besar yang berarti sangat besar. Sedangkan kata Esa juga berasal dari bahasa Sanskerta / Pali. Kata “esa” bukan berarti satu atau tunggal dalam jumlah. Kata “esa” berasal dari kata “etad” yang lebih mengacu pada pengertian keberadaan yang mutlak atau mengacu pada kata “ini” (this – Inggris).[1]
Beberapa makna yang bisa dipahami dari sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, antara lain:
- Percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yag adil dan beradab.
- Hormat dan menghormati serta bekerjasama antar pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda sehingga terbina kerukunan hidup
- Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing
- Tidak memaksakan suatu agama atau kepercayaan kepada orang lain
- Frasa Ketuhanan Yang Maha Esa bukan berarti warga Indonesia harus memiliki agama monoteis namun frsa ini menekankan ke-esaan dalam beragama
- Mengandung makna adanya Cuasa Prima (sebab pertama) yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
- Menjamin penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agamanya.
- Negara memberi fasilitas bagi tumbuh berkembangnya agama dan iman warga negara dan mediator ketika terjadi konflik agama
- Bertoleransi dalam beragama, dalam hal ini toleransi ditekankan dalam beribadah menurut agama masing-masing.
Hakekat pengertian itu sesuai dengan:
- Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi antara lain ”atas berkat rahmat Allah yang maha kuasa….”
- Pasal 29 UUD 1945:
(1) Negara berdasarkan atas ketuhanan yang maha Esa
(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya[2]
- Kendala yang dihadapi
Menjelang berakhirnya abad ke 20, dunia telah diguncang oleh berbagai peristiwa yang tak terduga terjadi dan membawa perubahan – perubahan sangat drastis serta spektakuler, yang menjungkir balikkan berbagai pra anggapan yang sudah berakar puluhan tahun. Paska perang dingin telah meruntuhkan raksasa Uni Soviet menjadi kepingan negara-negara kecil. Kegagalan negara-negara komunis mengembangkan pembangunan yang meningkatkan kesejahteraan rakyat telah melumpuhkan konsep pembangunan berdasarkan ajaran komunis. Pola pembangunan dengan perencanaan sentral, pola politik dengan kekuatan partai tunggal dan pola kemasyarakatan yang terkontrol mengalami keruntuhan untuk kemudian diganti dengan pola baru.
Sejak reformasi, bangsa Indonesia sedang mengalami perubahan yang radikal. Reformasi yang sebenarnya memiliki tujuan yang sangat mulia, ternyata telah menghantarkan bangsa Indonesia pada dunia baru yang sama sekali berbeda dengan sebelumnya, yaitu sangat terbuka dan liberal, ditengah suatu gelombang yang disebut dengan globalisasi. Globalisasi tidak hanya berhasil mengubah selera dan gaya hidup suatu masyarakat bangsa menjadi sama dengan bangsa lain, tetapi juga menyatukan orientasi dan budaya menuju satu budaya dunia (world culture).
Salah satu dampak serius dari perubahan-perubahan tersebut adalah adanya kecenderungan memudarnya nasionalisme bangsa Indonesia. Kecenderungan tersebut timbul karena posisi nasionalisme bangsa Indonesia sedang berada dalam kisaran tarik-menarik antara kekuatan arus perubahan global dengan kekuatan komitmen kebangsaan dan ke-Indonesia-an yang ingin dipertahankan oleh bangsa Indonesia. Bangsa dan Negara Kesatuan RI bersama bangsa-bangsa modern memasuki era globalisasi yang semakin meningkat dinamikanya, sehingga dapat menggoda serta melanda semua bangsa-bangsa, apalagi terhadap bangsa yang tidak teguh kesetiaan dan integritas nasionalnya. Merupakan fenomena aktual bahwa globalisasi sesungguhnya membawa misi liberalisasi dengan pesan-pesan visi dan misi HAM serta demokrasi, kebebasan dan keterbukaan.
Dengan demikian nampak bahwa pada setiap perubahan dapat menghasilkan kemajuan ataupun kemunduran. Hal ini sangat di pengaruhi oleh kesiapan dan kemampuan masyarakat suatu bangsa dalam melakukan perubahan itu serta pada kemampuan para pemimpinnya dalam mengelola perubahan itu dan memberi keteladanan agar terjadi kemajuan yang harmonis. Karena banyak bukti empirik menunjukkan bahwa masyarakat yang paternalistik, akan lebih cepat melakukan dan mengikuti perubahan serta kemajuan bila ada keteladanan dari para pemimpinnya.
Penutup
Pancasila merupakan sistem filsafat yang sekiranya dapat menjembatani segala keanekaragaman bangsa Indonesia yang sebenarnya sudah berurat-berakar dalam hati sanubari, adat-istiadat, dan kebudayaan Nusantara, bahkan jauh sejak masa Nusantara kuno.
Kebebasan memeluk agama adalah salah satu hak yang paling asasi diantara hak-hak asasi manusia, sebab kebebasan agama itu langsung bersumberkan kepada martabat manusia sebagai mahluk Tuhan.
Dari butir-butir yang telah disebutkan di atas, telah disebutkan bahwa dalam kehidupan beragama itu tidak diperbolehkan adanya suatu paksaan. Agar tidak terjadi pertentangan antara pemeluk agama yang berbeda, maka hendaknya dikembangkan sikap toleransi beragama, saling tolong menolong, dan tidak menggunakan standar sebuah agama tertentu untuk dijadikan tolak ukur nilai moralitas bangsa Indonesia.
References
2014, T. C. (2014). Character Building: Pancasila. Jakarta: BINUS UNIVERSITY.
Detik.com. (2016). Ledakan Bom di Depan Gereja Samarinda, Ini 5 Sikap Nasyiatul Aisyiyah. Samarinda: Detik.com.
Hendara, W. (2017, January 11). Makna Sesungguhnya Di Balik Sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Retrieved from Wahana Mandiri: http://wm-site.com/opini/makna-sesungguhnya-di-balik-sila-ketuhanan-yang-maha-esa
[1] Hendara, W. (2017, January 11). Makna Sesungguhnya Di Balik Sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Diambil kembali dari Wahana Mandiri: http://wm-site.com/opini/makna-sesungguhnya-di-balik-sila-ketuhanan-yang-maha-esa
[2]2014, T. C. (2014). Character Building: Pancasila. Jakarta: BINUS UNIVERSITY.
-
Nanda Bagaimana cara mencari
-
editorcb Kalimat ini tidak lengkap,,,
-
-
erpan erere E Parah Kik .......
-
Aper Aopredgykn
-
nino mudah dipahami