Membangun Trust Building di Tengah Ancaman Konflik

Oleh: Christian Siregar (D3046)

Cendikiawan Islam, Nurcholish Madjid, dalam sebuah artikel pada harian KOMPAS pernah mengatakan, konflik adalah perbedaan yang semakin dipertajam. Dalam situasi sosial yang semakin kompleks dewasa ini, ancaman konflik adalah keniscayaan dan dapat muncul dari perbedaan kepentingan, identitas, maupun kesalahpahaman antarindividu maupun kelompok. Di tengah kondisi tersebut, membangun trust building menjadi salah satu kunci penting untuk mencegah eskalasi konflik serta menciptakan hubungan yang lebih harmonis. Kepercayaan bukan hanya dimulai dari kesediaan untuk membuka diri, tetapi juga dari kemauan untuk memahami perspektif orang lain secara jujur dan terbuka.

Salah satu fondasi utama dalam trust building adalah komunikasi yang jujur dan transparan. Ketika pihak-pihak yang terlibat berani menyampaikan gagasan, kebutuhan, dan kekhawatiran tanpa tekanan, peluang terjadinya mispersepsi dapat ditekan. Komunikasi yang efektif juga melibatkan kemampuan mendengarkan secara aktif, yaitu memberikan perhatian penuh serta merespons tanpa prasangka. Dari sinilah tumbuh rasa saling menghargai yang memperkuat kepercayaan.

Selain komunikasi, integritas diri memiliki peran penting dalam membangun kepercayaan. Konsistensi antara ucapan dan tindakan menciptakan keyakinan bahwa seseorang dapat diandalkan dalam berbagai situasi. Dalam konteks ancaman konflik, integritas dapat menjadi faktor penentu apakah suatu pihak akan dipandang sebagai mitra yang aman atau justru sebagai pihak yang berpotensi menimbulkan ketegangan.

Empati juga memainkan penting dalam proses trust building. Dengan berupaya memahami latar belakang, emosi, serta kepentingan pihak lain kita dapat mengurangi rentang psikologis yang sering menjadi pemicu konflik. Empati mendorong terciptanya ruang dialog yang humanis sehingga setiap orang merasa dihargai dan didengar.

Langkah berikutnya adalah membangun komitmen bersama. Komitmen bukan hanya sekadar pernyataan (lips service), tetapi perlu diwujudkan dalam kerja sama yang konkret. Ketika setiap pihak merasa terlibat dalam tujuan yang sama, pola interaksi menjadi lebih positif dan stabil.

Dengan demikian, trust building bukanlah proses instan, melainkan upaya berkelanjutan yang membutuhkan komunikasi jujur, keterbukaan, integritas, empati, dan komitmen. Di tengah ancaman konflik, kepercayaan menjadi jembatan yang mampu menghubungkan perbedaan dan memberikan harapan bagi terciptanya perdamaian berkelanjutan.

Christian Siregar