Damai tapi Gersang atau Gersang tapi Damai
Oleh: Arcadius Benawa
Romo Albertus Agus Ariestiynto, MSF dalam sebuah renungannya mengemukakan pengalamannya saat harus membaptis seorang Bapak yang telah menjalani masa katekumenat atau masa pembinaan calon baptis. Romo Aries bertanya: “Apa motivasi Bapak sehingga ingin dibaptis?” Sang Bapak menjawab: “Saya ingin hidup damai, Romo!” Lalu Romo Aries bertanya lagi: “Lalu kalau setelah dibaptis ternyata hidup Bapak tidak damai bagaimana?” Kemudian lebih jauh Romo Aries mengemukakan kisah tentang Bunda Maria yang dirayakan oleh Gereja Katolik setiap tanggal 15 September sehari setelah Gereja Katolik merayakan Hari Raya Salib Suci. Gereja Katolik justru tidak menjanjikan hidup yang damai dalam arti hidup yang tidak diwarnai penderitaan. Bunda Maria yang adalah Bunda Gereja di sepanjang hidupnya justru diwarnai oleh penderitaan sehingga ia dikenal sebagai Mater Dolorosa, Bunda yang menderita. Gereja Katolik tidak menawarkan damai yang gersang, damai yang semu, tetapi justru damai di dalam hati melalui sikap iman Bunda Maria yang selalu siap sedia menjalankan panggilan hidupnya sebagai Hamba Tuhan: Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataan-Mu atau kehendak-Mu!” Dengan sikap itulah Bunda Maria menjadi teladan dan kekuatan saat kita menghadapi kehidupan yang gersang kita bisa tetap merasa damai karena diinspirasikan oleh sikap Bunda Gereja, Bunda yang menderita. Seperti apakah penderitaan Bunda Maria sehingga ia dirayakan sebagai model umat beriman dalam menghadapi penderitaan?
Tidak bisa dipungkiri banyak sekali penderitaan yang dialami Buda Maria di sepanjang perjalanan hidupnya bersama Yesus, Anaknya dalam karya penyelamatan umat manusia dari dosa. Oleh karena itu Gereja memberinya gelar sebagai ‘Mater Dolorosa’, Bunda Dukacita.
Seluruh penderitaan Bunda Maria diringkas Gereja dalam 7 kedukaan Maria pada 7 peristiwa berikut ini:
- Kedukaan sewaktu Simeon meramalkan apa yang akan terjadi atas diri Yesus, Anaknya sewaktu Maria bersama Yusuf mempersembahkan Yesus di Bait Allah.
- Kedukaan yang dialami Maria sewaktu harus mengungsi ke Mesir.
- Kedukaan sewaktu Maria bersama Yusuf mencari Yesus di Yerusalem.
- Kedukaan sewaktu Maria saat bertemu dengan Yesus di jalan salib.
- Kedukaan Maria sewaktu Yesus disalib dan wafat.
- Kedukaan Maria sewaktu Yesus dibaringkan di pangkuannya.
- Kedukaan Maria sewaktu Yesus dimakamkan.
Jadi, Bunda Maria menanggung semua penderitaan itu dengan tabah dan penuh iman karena ia sendiri telah mengatakan dengan bebas kepada malaikat Allah: “Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu!” Dengan iman itulah apa yang secara manusiawi dipandang sebagai penderitaan atau kegersangan hidup, di dalam iman dengan telada Bunda Maria, Mater Dolorosa, Bunda yang menderita kita dapat tetap damai. Dengan demikian kita tidak terjebak dalam kehidupan semu yang damai tapi gersang, tetapi hidup dalam iman yang kendati tampak seperti gersang tetapi kita bisa menjalaninya dalam damai karena ditopang oleh iman yang diteladankan oleh Bunda Maria: Aku ini hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataanmu, menurut kehendak Tuhan. Semoga.