Koreksi Pekerjaan, Koreksi Kehidupan!

Oleh: Dian Anggraini Kusumajati, M.Psi

Dalam dunia kerja maupun belajar, kata “koreksi” bukanlah hal yang asing. Kita sering mendengar istilah itu ketika memeriksa tugas, laporan, atau pekerjaan. Koreksi biasanya dilakukan untuk melihat susunan, urutan, pemilihan kata, hingga isi dari suatu karya. Tujuannya sederhana: menemukan kesalahan, memperbaikinya, lalu menjadikan hasil akhir lebih baik dari sebelumnya. Proses ini memang tidak bisa dilakukan sembarangan, karena membutuhkan ketelitian, kesabaran, dan sikap objektif. Hasilnya, pekerjaan yang semula masih banyak kekurangan bisa berubah menjadi lebih rapi, matang, dan mendekati sempurna.

Menariknya, kebiasaan mengoreksi ini lebih sering kita lakukan pada hal-hal yang bersifat formal, seperti dokumen atau tugas, daripada pada kehidupan pribadi. Kita terbiasa memberikan catatan, kritik, bahkan komentar terhadap pekerjaan orang lain. Namun, ketika diminta untuk berhenti sejenak dan menilai diri sendiri, banyak dari kita yang memilih diam atau pura-pura lupa. Fenomena ini wajar terjadi karena memang lebih mudah melihat kesalahan orang lain daripada mengakui kekurangan dalam diri sendiri.

Pertanyaannya, mengapa kita jarang melakukan koreksi diri? Salah satu jawabannya adalah karena koreksi diri membutuhkan keberanian. Tidak semua orang siap berhadapan dengan kenyataan bahwa dirinya masih jauh dari sempurna. Mengakui kelemahan pribadi kadang terasa menyakitkan, sementara menilai orang lain terasa lebih ringan dan menyenangkan. Bahkan, tanpa sadar, kita sering merasa lebih baik hanya karena bisa menunjukkan kesalahan orang lain.

Padahal, koreksi diri justru bisa menjadi pintu menuju perubahan besar. Dengan berani berkaca, kita belajar rendah hati, belajar menerima kekurangan, sekaligus membuka ruang untuk memperbaiki diri. Setiap refleksi kecil yang dilakukan akan membuat kita tumbuh menjadi pribadi yang lebih bijaksana dan dewasa.

Jadi, jika selama ini kita terbiasa mengoreksi pekerjaan di atas kertas, tidak ada salahnya mulai membiasakan hal yang sama pada diri sendiri. Sebab, koreksi yang paling penting sesungguhnya bukanlah pada hasil pekerjaan, melainkan pada perjalanan hidup kita.

Dian Anggraini Kusumajati, M.Psi