Religiusitas Zombie
Oleh: Markus Kurniawan
Salah satu kecenderungan banyak orang, adalah lebih mudah melihat kekurangan orang lain dibanding melihat kelemahan sendiri. Termasuk dalam bidang rohani. Dengan menggunakan istilah-istilah bernuansa agama dengan mudah kita, menuduh orang lain sebagai, misalnya: ‘tidak beriman’; ‘tidak mengasihi Tuhan’; ‘tidak sungguh dalam menyembah Tuhan’; ‘tidak bertuhan’.dsb. Dengan menunjuk orang lain kurang rohani sebenarnya kita sedang menegaskan bahwa saya lebih rohani dari orang tersebut. Singkatnya, menganggap diri sendiri benar dan memandang orang lain salah.
Religiusitas diartikan sebagai sikap seseorang terkait dengan tuntutan-tuntutan keagamaan. Semakin seseorang banyak mengikuti tuntutan atau ritual keagamaan semakin dianggap religius. Kalau seorang kristen banyak berdoa, membaca alkitab, beribadah ke gereja, memuji Tuhan, memberi perpuluhan dan persembahan, serta aktifitas keagamaan kekristenan lainnya, maka ia dinilai sebagai orang kristen yang memiliki religiusitas yang baik. Demikian juga dalam kalangan agama lainnya. Agama merupakan salah satu sarana untuk membentuk spiritualitas dalam diri seseorang. Dapat dipandang bahwa inti religiusitas adalah spiritualitas. Spiritualitas tidak selalu terkait dengan aktifitas-aktifitas keagamaan tersebut. Spiritualitas lebih menekankan sikap hati dan iman serta rasio terhadap wahyu Allah yang dinyatakan melalui kitab suci dan itu tidak selalu terikat dengan ritual-ritual keagamaan. Spiritualitas melampaui institusi agama.
Seorang yang beragama dapat mengembangkan spiritualitasnya dengan baik sekalipun dalam perspektif keagamaan ia orang yang dipandang tidak taat dalam menjalankan tuntutan-tuntutan kitab suci. Jarang – bahkan mungkin tidak pernah – memberikan persembahan, tidak pernah berpuasa, berdoa tidak sesuai dengan yang biasa orang lakukan (bahkan jarang berdoa), sering tidak dating beribadah, dsb. Spiritualitas dapat tetap bertumbuh dan berkembang selama tetap memiliki kepekaan dan hati yang bersedia diajar (teachable).
Philip Sheldrake (Spirituality: A Brief Introduction, 2012) menekankan bahwa spiritualitas berakar pada pengalaman yang dihayati (lived experience), mencakup keterlibatan sadar dalam integrasi hidup melalui transendensi diri menuju nilai tertinggi yang dihargai seseorang (Schneiders dalam The New SCM Dictionary of Christian Spirituality, 2005). Dengan kata lain, spiritualitas adalah perjalanan iman yang muncul dari kesadaran batin dan interaksi hidup, bukan sekedar menjalankan ritual keagamaan.
Indonesia termasuk negara yang masyarakatnya sangat taat berdoa/ sembahyang (95%). Sebanyak 98% masyarakat menganggap agama merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan (Pew Research Center, 2022-2024). Menurut Indeks Religiusitas Kementrian Agama (2024) nilai religiusitas yang berfokus pada kesalehan individu masyarakat termasuk tinggi yaitu 70.91, indeks ini meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar 69,33. Kesimpulannya: Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang religius alias taat beragama.
Yang menarik ternyata Indonesia juga termasuk negara yang masuk dalam kategori “Tinggi” untuk tingkat korupsi. Indonesia masih jauh lebih korup dibanding dengan negara-negara ASEAN lainnya, mis: Malaysia, Singapura, Vietnam. Kategori yang sama juga disematkan untuk masalah intoleransi baik yang dilakukan masyarakat maupun institusi pemerintah, khususnya dalam kebebasan beragama. Apakah dapat disimpulkan bahwa religiusitas atau sikap beragama masyarakat Indonesia belum didasarkan pada spiritualitas? Saya istilahkan dengan religiusitas zombie alias mayat hidup. Ia hidup tapi tidak punya roh hanya digerakan insting hewani. Religusitas tanpa spiritualitas adalah tubuh tanpa roh, yang hidup karena digerakan insting hewani, seperti, mencari rasa aman, mendapatkan perlindungan dari penguasa semesta, mendapatkan berkat dan kesembuhan, dsb.Jawabannya tergantung pada kita masing-masing.