Gagak Versus Elang

Oleh: Arcadius Benawa

Satu-satunya burung yang berani mematuk elang adalah burung gagak. Ia duduk di punggung elang dan menggigit lehernya. Namun, elang tidak menanggapi atau enggan bertarung dengan gagak. Elang tidak mau menghabiskan waktu atau energinya dengan ulah si gagak.

Elang hanya membuka sayapnya dan mulai terbang lebih tinggi di langit. Semakin tinggi penerbangan, semakin sulit bagi gagak untuk bernafas, dan akhirnya gagak tersebut jatuh karena kekurangan oksigen.

Dalam kehidupan sehari-hari ini kita kadang risih dengan berbagai patukan dari gagak-gagak di dalam kehidupan, entah komentar miringlah, kritik minir apa lah. Kalau kita menghadapi realitas tak mengenakkan seperti itu, sikap Elang dapat memberi inspirasi dan motivasi bagi kita.

Seperti halnya Elang tidak meladeni patukan si gagak, demikianlah hendaknya kita. Kita tidak perlu menanggapi semua nafsu pertempuran tersebut. Kita tidak perlu menanggapi atau menjawab kembali semua ungkapan nyinyir, tuduhan atau kritik dan segala macam yang seperti gagak yang asal patuk-patuk saja itu.

Seperti halnya Elang, kita pun diajak untuk mengangkat standar capaian kita dengan kepakan sayap kita agar kita semakin melambung tinggi. Saat kita terbang tinggi, niscaya gagak-gagak kehidupan itu akan berjatuhan sendiri!!

Kalau mengambil inspirasi dari spirit Sang Guru Kehidupan, carilah dulu Kerajaan Allah, maka yang lain akan dicukupkan bagimu! Fokus saja pada peningkatan capaian, maka yang akan mematuk-matuk itu pada gilirannya akan terkulai sendiri karena kehabisan energi tak sanggup mengikuti capai standar kita yang semakin tinggi.

Bila sebaliknya yang terjadi adalah kisah kura-kura yang mau diselamatkan oleh Elang. Kura-kura itu diminta untuk fokus pada gigitannya pada batang yang dicengkeram Elang agar kura-kura itu bisa diselamatkan dari habitatnya yang dirusak manusia. Namun karena kura-kura itu tidak bisa berpegang pada pesan Elang untuk fokus menggigit barang yang dicengkeram kaki Elang, kura-kura itu pun jatuh saat emosinya meluap ketika mendengar celotehan yang mengatakan bahwa Elang sedang membawa terbang “kotoran kuda”. Kura-kura itu meladeni celotehan dari bawah dengan membuka mulutnya untuk mengatakan: “Bukan kotoran kuda. Ini aku kura-kura yang sedang diselamatkan oleh Elang dari ulah manusia serakah!”

Jadi kemampuan mengendalikan diri agar bisa fokus dan total pada pencapaian tujuan atau standar menjadi kunci. Sebaliknya ketika kita mudah terbawa emosi dan meladeni setiap celotehan, kebinasaanlah yang akan terjadi seperti kura-kura.

Barang siapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar.

Arcadius Benawa