Efektivitas Program Makan Bergizi Gratis dalam Mengurangi Malnutrisi pada Anak Sekolah

Oleh: Daniela Vallerine Gunawan | 2702363361 | PPTI 17

Makan Bergizi Gratis (MBG) adalah salah satu program unggulan yang dicanangkan oleh pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Program ini bertujuan untuk memenuhi asupan gizi yang dibutuhkan anak sekolah setiap harinya dengan harapan dapat meningkatkan kesehatan dan prestasi belajar mereka. Masyarakat yang menjadi sasaran dari program ini adalah anak usia dini, anak SD, SMP, SMA, dan SMK, santri di pesantren, serta ibu hamil dengan total 82,9 juta orang. Program ini telah berjalan di tahap pertama sejak pada tanggal 6 Januari hingga April 2025 nanti dengan sasaran anak sekolah dari anak usia dini hingga siswa SMK dan santri. Per hari ini, 4 Februari 2025, Makan Bergizi Gratis (MBG) telah berjalan selama 29 hari di 26 provinsi di Indonesia dan telah menghabiskan anggaran sebesar 71 triliun rupiah dari APBN 2025.

Jika dilihat secara filosofis, makan bergizi gratis ini mencerminkan upaya negara dalam memenuhi tanggung jawab moralnya terhadap kesejahteraan seluruh warganya, khususnya anak-anak usia sekolah yang merupakan generasi penerus bangsa. Dengan adanya program ini, negara ingin memastikan bahwa setiap anak memiliki kesempatan yang sama untuk tumbuh dan berkembang dengan optimal, terlepas dari latar belakang ekonomi mereka.  Namun, efektivitas dari program ini masih menjadi bahan perdebatan di kalangan masyarakat.

Implementasi program MBG ini tentu tidak luput dari tantangan. Dokter Spesialis Gizi Klinik dari Universitas Indonesia (UI), Inge Permadhi, mengungkapkan bahwa beberapa menu makanan dalam MBG memiliki komposisi yang tidak cukup untuk bisa disebut bergizi. Menurut Dokter Inge, makanan dikatakan bergizi jika memiliki komponen lengkap dengan zat gizi seimbang yang terdiri dari sumber karbohidrat, lauk hewani dan nabati, sayur, serta buah. Berdasarkan laporan dari Merdeka.com, pada hari pertama pelaksanaan MBG terdapat banyak sekali keluhan. Mulai dari rasa makanan yang hambar, tidak tersedianya susu sebagai sumber protein, buah yang diberikan keras saat dikunyah, porsi lauk yang sedikit, serta adanya keterlambatan distribusi makanan yang datang menjelang waktu pulang sekolah. Selain itu, tidak sedikit pula siswa yang kecewa dengan rasa makanan yang diberikan dan menyebabkan banyak makanan yang tersisa di kotak-kotak makanan, terutama sayur.

Keluhan-keluhan ini menunjukkan dengan jelas adanya masalah dalam perencanaan dan pelaksanaan program. Hal ini tentu saja dapat mengurangi efektivitas dan tujuan yang telah ditetapkan bisa saja tidak tercapai. Jika siswa sekolah tidak puas dengan kualitas dan rasa dari makanan yang diberikan, tentu saja siswa tidak akan mau mengonsumsi makanan tersebut. Dengan begitu, pada akhirnya makanan yang diberikan hanya akan dibuang sia-sia. Jika hal ini terus terjadi, pertanyaan mengenai efisiensi dan efektivitas dari program ini akan bermunculan. Apakah program ini benar-benar memberikan manfaat seperti yang dijanjikan yaitu mengurangi malnutrisi pada anak usia sekolah, ataukah hanya menjadi beban tambahan bagi anggaran APBN tanpa hasil yang signifikan?

Untuk meningkatkan efektivitas program ini, diperlukan kerjasama yang komprehensif dan partisipatif dengan melibatkan para pemangku kepentingan. Orang tua, guru, ahli gizi, dan komunitas lokal dapat membantu untuk memberikan masukkan dan saran agar program ini sesuai dengan kebutuhan dan kondisi setempat. Pendapat dan saran dari beberapa anak-anak sekolah juga bisa dijadikan masukkan untuk pemilihan menu, rasa, dan porsi agar makanan yang diberikan tidak hanya bergizi, tapi juga sesuai dengan selera mereka. Selain itu, transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran serta pemantauan secara langsung juga sangat penting untuk memastikan program ini berjalan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Secara keseluruhan, program Makan Bergizi Gratis (MKG) memiliki potensi keberhasilan yang cukup besar untuk mengurangi malnutrisi pada anak sekolah dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia di masa depan. Namun, tanpa perencanaan yang matang, pelaksanaan yang efektif dan efisien, serta pengawasan yang ketat, program ini memliki resiko tidak mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Oleh karena itu diperlukan komitmen, kerjasama, dan integritas dari semua pihak untuk memastikan keberhasilan program ini.

Referensi

https://www.kompas.com/tren/read/2024/02/19/203000065/program-makan-siang-gratis-prabowo-siapa-saja-yang-dapat-dan-dari-mana

 https://www.kompas.com/tren/read/2025/01/20/100000765/mengevaluasi-makan-bergizi-gratis-?page=all

 https://www.merdeka.com/peristiwa/ragam-keluhan-hari-pertama-makan-bergizi-gratis-rasa-hambar-tidak-ada-susu-dan-makanan-datang-jelang-pulang-274325-mvk.html?page=9

 https://www.bbc.com/indonesia/articles/cd0e05p7n1go

 https://indonesia.go.id/kategori/editorial/8750/ini-tiga-skema-penyaluran-makan-bergizi-gratis?lang=1

 https://www.goodnewsfromindonesia.id/2025/01/30/mengubah-dunia-lewat-sepiring-makanan-bergizi

https://kumparan.com/alif-dzulvansyah/menilik-makan-bergizi-gratis-dalam-kacamata-data-solusi-atau-delusi-24JETPEuKJB

 https://sman1giri.digital-school.id/read/dilema-program-makan-siang-gratis-dari-pemerintah

https://goodstats.id/article/banyak-yang-tidak-setuju-dengan-program-makan-bergizi-gratis-apa-yang-dikhawatirkan-mayarakat-5rBUx

Yustinus Suhardi Ruman