Menuju Indonesia Sehat: Mewujudkan Akses Kesehatan Inklusif bagi Semua Lapisan Masyarakat
Oleh : Edna Odetta | PPTI 19 | 2702364143
Kesehatan adalah hak fundamental yang seharusnya bisa dinikmati oleh setiap manusia tanpa terkecuali. Dalam Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya tujuan ketiga (Good Health and Well-being), dipertegas bahwa setiap individu berhak mendapatkan layanan kesehatan yang berkualitas. Namun, di Indonesia, akses kesehatan yang ideal masih menjadi impian bagi banyak orang. Dari kota metropolitan hingga pelosok desa, kenyataan di lapangan menunjukkan ketimpangan yang begitu nyata: rumah sakit yang penuh sesak, antrean BPJS yang mengular, hingga warga desa yang harus menempuh perjalanan panjang hanya demi mendapatkan obat sederhana.
Salah satu masalah utama adalah perbedaan tajam antara layanan kesehatan di kota besar dan daerah terpencil. Di pusat kota, fasilitas kesehatan tersedia dalam jumlah yang cukup, tetapi biaya yang tinggi sering kali menjadi penghalang bagi mereka yang berpenghasilan rendah. Sementara itu, di pedesaan, banyak puskesmas yang kekurangan tenaga medis, peralatan, dan stok obat-obatan. Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui BPJS Kesehatan sebenarnya bertujuan untuk menjamin akses kesehatan bagi semua, tetapi sistem ini masih menghadapi berbagai kendala, mulai dari birokrasi yang rumit, defisit anggaran, hingga kualitas layanan yang sering kali mengecewakan.
BPJS Kesehatan yang diharapkan menjadi solusi justru sering kali menjadi tantangan tersendiri bagi masyarakat. Antrean panjang, layanan yang terbatas, hingga sulitnya mendapatkan rujukan ke rumah sakit besar adalah kenyataan pahit yang dihadapi banyak peserta BPJS. Sistem rujukan yang berjenjang terkadang justru memperlambat penanganan pasien yang membutuhkan perawatan cepat. Selain itu, defisit keuangan BPJS membuat banyak rumah sakit enggan menerima pasien BPJS karena pembayaran klaim yang terlambat atau tidak sesuai.
Untuk mengatasi berbagai hambatan ini, langkah-langkah konkret perlu diterapkan. Pertama, pemerintah harus memperkuat layanan kesehatan dasar, terutama di daerah terpencil. Lebih banyak fasilitas kesehatan harus dibangun, dan tenaga medis harus didistribusikan secara lebih merata. Insentif bagi dokter dan perawat yang bertugas di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) perlu diperbesar agar mereka memiliki motivasi lebih untuk melayani masyarakat di wilayah tersebut.
Kedua, sistem BPJS Kesehatan harus direformasi secara menyeluruh. Transparansi dalam pengelolaan anggaran harus ditingkatkan, serta sistem rujukan diperbaiki agar lebih fleksibel dan tidak memberatkan pasien. Rumah sakit dan puskesmas yang bekerja sama dengan BPJS juga perlu mendapatkan insentif yang layak agar kualitas layanan tetap terjaga. Selain itu, perlu ada peningkatan dalam digitalisasi layanan BPJS, termasuk penggunaan teknologi untuk memangkas birokrasi dan mempercepat administrasi klaim kesehatan.
Ketiga, telemedicine dan teknologi kesehatan harus diperluas untuk menjangkau masyarakat di daerah terpencil. Dengan layanan konsultasi online, masyarakat dapat berkonsultasi dengan dokter tanpa harus melakukan perjalanan jauh. Program SATUSEHAT yang dikembangkan pemerintah juga perlu diperluas agar rekam medis pasien dapat diakses dengan lebih efisien, sehingga koordinasi antar tenaga medis menjadi lebih baik.
Keempat, edukasi kesehatan harus lebih digalakkan agar masyarakat lebih sadar akan pentingnya pola hidup sehat. Pemerintah perlu menggandeng akademisi, organisasi masyarakat, dan media untuk mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya vaksinasi, pencegahan penyakit, serta pola makan dan gaya hidup sehat. Puskesmas juga harus lebih aktif dalam mengadakan program penyuluhan dan pemeriksaan kesehatan gratis untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kesehatannya sendiri.
Kelima, sektor swasta dan organisasi non-pemerintah perlu lebih aktif dalam memperluas akses layanan kesehatan. Program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) bisa digunakan untuk membangun klinik gratis atau mendukung pelatihan tenaga medis. Organisasi non-pemerintah juga bisa membantu dalam advokasi kebijakan kesehatan serta memberikan layanan kesehatan bagi kelompok rentan seperti lansia, penyandang disabilitas, dan masyarakat kurang mampu.
Dengan langkah-langkah ini, diharapkan akses layanan kesehatan yang lebih adil dan inklusif dapat terwujud di Indonesia. Kesehatan bukan hanya urusan individu, tetapi juga aset nasional yang menentukan masa depan bangsa. Oleh karena itu, semua pihak baik pemerintah, sektor swasta, maupun masyarakat harus bekerja sama untuk memastikan bahwa setiap warga negara, tanpa terkecuali, bisa mendapatkan layanan kesehatan yang layak dan berkualitas.
Referensi:
“Transformasi Kesehatan untuk Mewujudkan SDGs 2030”. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, https://www.kemkes.go.id
“Laporan Kinerja BPJS Kesehatan 2023”. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, https://www.bpjs-kesehatan.go.id
“Universal Health Coverage and Sustainable Development Goals”. World Health Organization (WHO), https://www.who.int
“Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024: Strategi Mewujudkan Akses Kesehatan yang Inklusif”. Bappenas, https://www.bappenas.go.id
“Peran Digitalisasi dalam Meningkatkan Akses Layanan Kesehatan di Indonesia”.
Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, https://www.kominfo.go.id