Edukasi Label Nutrisi Makanan dan Minuman Kemasan di Sekolah Untuk Membangun Kesadaran Gizi
Oleh : Noviana Retno Pinasti – 2702363866 – PPTI 19
Berdasarkan data Euromonitor International pada laporan United States Department of Agriculture (USDA) dengan judul Indonesia: Food Processing Ingredients edisi April 2023 menunjukan nilai penjualan makanan dan minuman kemasan di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahun sejak 2018. Pada tahun 2022 nilai penjualannya diperkirakan mencapai 601,65 triliun rupiah dengan tingkat pertumbuhan mencapai 11,9% (year-on-year). Salah satu contohnya adalah produk Minuman Berpemanis dalam Kemasan (MBDK). Dan berdasarkan penelitian Ferretti dan Mariani (2019), Indonesia menempati posisi ketiga di Asia Tenggara setelah Maldives dan Thailand dengan konsumsi MBDK sebesar 20,23 liter per orang.
Peningkatan produksi MBDK dan produk kemasan lainnya diprediksi akan terus terjadi seiring dengan peningkatan pola konsumsi masyarakat pada makanan dan minuman kemasan, tak terkecuali anak usia sekolah dasar, menengah atau rentang usia produktif. Jika peningkatan ini tidak diimbangi dengan pembatasan konsumsi yang baik, dikhawatirkan terjadi peningkatan berbagai penyakit tidak menular (PTM) seperti obesitas dan diabetes yang menjadi faktor penyebab penurunan kualitas kesehatan pada usia produktif, dengan berdampak negatif jangka panjang, terutama di usia lanjut. Di Indonesia, berdasarkan data The Global Burden of Disease 2019 and Injuries Collaborators 2020, sebanyak 80% kasus kematian disebabkan oleh PTM.
Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 dan 2018 terjadi peningkatan obesitas penduduk Indonesia usia 18 tahun ke atas, dari yang semula 15,4% pada tahun 2013 menjadi 21,8% di tahun 2018. Prevalensi obesitas pada anak usia 5-19 tahun juga kian meningkat dari 2.8% di 2006 menjadi 6.1% pada tahun 2016. Untuk kategori remaja di usia 13-17 diperkirakan 14.8% mengalami berat badan berlebih dan 4.6% mengalami obesitas. Kementerian Kesehatan menyarankan batas konsumsi gula sekitar 50 gram atau 4 sendok makan, 5 gram atau 1 sendok teh untuk konsumsi garam, dan 67 gram atau 5 sendok makan minyak goreng untuk konsumsi lemak per harinya. Namun, di luar sana banyak ditemukan produk kemasan dengan kadar gula, garam, dan lemak yang melebihi batas aman.
Masalah lain muncul dengan adanya laporan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang menyebutkan adanya ketidaksesuaian label nutrisi beberapa produk kemasan yang beredar di pasaran. Sehingga langkah internal yang bisa kita lakukan adalah melakukan pembatasan konsumsi produk kemasan. Dan salah satu pencegahannya diawali dengan literasi label nutrisi. Edukasi perlu dilakukan khususnya jenjang sekolah dengan tujuan untuk meningkatkan seleksi kritis terhadap konsumsi produk kemasan berlabel nutrisi sedini mungkin. Dengan pemahaman yang lebih baik mengenai kandungan nutrisi produk kemasan, siswa dapat mengembangkan kebiasaan makan dan pemilihan makanan yang lebih sehat, serta memiliki kemampuan analisis kritis terhadap iklan dan strategi pemasaran produk kemasan.
Beberapa negara telah berhasil menerapkan literasi label nutrisi di sekolah seperti Jepang dengan program Shokuiku yang mengajarkan anak-anak membaca label nutrisi dan membangun kebiasaan konsumsi makanan sehat yang terbukti efektif dalam mengurangi angka obesitas. Disusul Finlandia yang mengajarkan literasi media khususnya label nutrisi produk makanan dan minuman kemasan sejak dini untuk mengendalikan tingkat penyakit tidak menular. Dan Uni Eropa yang menerapkan sistem Nutri-Score, suatu label warna yang menunjukkan kandungan nutrisi produk agar lebih mudah dipahami konsumen, termasuk anak-anak.
Literasi label nutrisi ini dinilai lebih efektif diajarkan saat jenjang pendidikan menengah, karena anak usia 12-18 tahun memiliki kemampuan berpikir kritis dan analitis yang lebih baik dibandingkan anak usia sekolah dasar. Namun, dalam implementasi Kurikulum Merdeka saat ini, materi terkait literasi label nutrisi belum menjadi bagian dari pembelajaran di sekolah dasar dan menengah. Oleh karena itu, diperlukan solusi konkret, seperti program edukasi atau sosialisasi mengenai cara membaca label nutrisi pada produk kemasan.
Implementasi dalam pendidikan yang bisa dilakukan diantaranya dengan integrasi dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan (PJOK), serta muatan lokal yang relevan. Kedua, kerjasama sekolah dengan ahli gizi atau organisasi kesehatan untuk mengadakan workshop dan sosialisasi mengenai cara membaca label nutrisi pada produk kemasan. Ketiga, penerapan dalam kehidupan sehari-hari siswa dengan pemberian tugas untuk menganalisis label gizi dari produk kemasan yang mereka konsumsi sehari-hari dan mendiskusikannya di kelas.
Meskipun program edukasi ini memiliki banyak manfaat, ada beberapa tantangan yang harus diatasi. Pertama, kurangnya kesadaran dan dukungan dari pihak sekolah dan orang tua dapat menghambat efektivitas implementasi program ini. Kedua, masih banyak produk kemasan di Indonesia yang tidak mencantumkan informasi gizi dengan jelas, sehingga dapat membingungkan konsumen, termasuk siswa. Selain itu, industri makanan dan minuman seringkali memiliki kepentingan ekonomi yang besar, sehingga regulasi terkait transparansi informasi gizi harus lebih diperketat oleh pemerintah. Saat ini, Peraturan BPOM No. 22 Tahun 2019 telah mengatur pencantuman informasi nilai gizi pada label pangan olahan, tetapi belum banyak disosialisasikan secara efektif kepada masyarakat dan produsen makanan.
Dengan demikian, penerapan edukasi literasi informasi nilai gizi di sekolah dasar dan menengah bukan hanya sekedar tambahan dalam kurikulum, tetapi merupakan kebutuhan mendesak untuk menciptakan generasi yang lebih sehat dan cerdas dalam memilih makanan atau minuman kemasan. Untuk mewujudkan hal ini, diperlukan kerja sama antara pemerintah, sekolah, orang tua, dan industri pangan dalam memberikan edukasi yang komprehensif dan transparan bagi para siswa.
Referensi
- Makanan dan Minuman Kemasan Kian Laris, Penjualannya Naik Tiap Tahun. (2023, April 26). Katadata Media Situs. Retrieved Februari 11, 2025, from https://databoks.katadata.co.id/produk-konsumen/statistik/636a7e69a81e9fe/makanan-dan-minuman-kemasan-kian-laris-penjualannya-naik-tiap-tahun
- 10 Perusahaan Makanan dan Minuman Kemasan Terbesar di Indonesia. (2023, May 12). Katadata Media Network. Retrieved February 11, 2025, from https://databoks.katadata.co.id/index.php/infografik/2023/05/12/10-perusahaan-makan an-dan-minuman-kemasan-terbesar-di-indonesia
- Cegah Meningkatnya Diabetes, Jangan Berlebihan Konsumsi Gula, Garam, Lemak. (2024, January 31). Sehat Negeriku. Retrieved February 11, 2025, from https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20240131/2544885/cegah-menin gkatnya-diabetes-jangan-berlebihan-konsumsi-gula-garam-lemak/
- BPOM Ungkap Banyak Pangan RI Tinggi Gula: Tidak Sehat, Digemari Rakyat. (2024, July 9). CNBC Indonesia. Retrieved February 12, 2025, from https://www.cnbcindonesia.com/lifestyle/20240709083945-33-552905/bpom-ungkap- banyak-pangan-ri-tinggi-gula-tidak-sehat-digemari-rakyat
- Mengenal Shokuiku, Kebiasaan Makan Sehat Ala Jepang. (2021). Halodoc. Retrieved Februari 12, 2025, from https://www.halodoc.com/artikel/mengenal-shokuiku-kebiasaan-makan-sehat-ala-jepa ng?srsltid=AfmBOoph-QVjCIY5N8kCzWXxWdz1Mdp_cqH4DrCxOwyEkjLd6Dm- 0nBI
- Literasi Media di Finlandia Diajarkan Sejak Kanak-kanak Untuk Membantu Mencegah Disinformasi. (2023, Juli 18). BBRMP Jatim. Retrieved Februari 12, 2025, from https://bbpmpjatim.kemdikbud.go.id/
- Implementasi kebijakan dan prioritas untuk menciptakan lingkungan pangan sehat menggunakan Indeks Kebijakan Lingkungan Pangan Sehat (Food-EPI): Analisis tingkat gabungan di sebelas negara Eropa. (2022, December 23). Science Direct. Retrieved February 12, 2025, from https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2666776222002186
- (n.d.). PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 22 TAHUN 2019 TENTANG INFORMASI NILAI GIZI PADA LABEL PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMA. Retrieved February 12, 2025, from https://standarpangan.pom.go.id/dokumen/peraturan/2019/PBPOM_Nomor_22_Tahu n_2019_tentang_ING.pdf