Belajar dari Kopi
Oleh: Arcadius Benawa
Alkisah pada suatu hari seorang Ibu disambangi putrinya yang sudah berumah tangga. Dengan muka masam putri sang Ibu itu mengungkapkan uneg-unegnya serta kekesalan hatinya atas diri suaminya. Mulai dari ketidak sukaannya pada kerewelan sang suami tentang makanan, pakaian, kebersihan rumah dan anak-anaknya. Namun sang Ibu seperti sudah kenal karakter putrinya tidak kaget dengan omelan dan curhatan sang putrinya.
Seperti cuek saja sang Ibu malah meninggalkan putrinya dengan pergi ke dapur. Ia ambil panci dan mengisinya dengan air lalu dinaikkannya di atas kompor gas. Setelah merebus air, sang Ibu membuka kulkas dan pada bagian bawah Ibu itu ambil beberapa buah wortel. Tanpa dicuci wortel itu ditaruh saja ke dalam bejana kaca yang ukuran kecil.
Sementara putrinya masih terus berkeluh kesah tentang suaminya, sang Ibu seperti mencuekkan putrinya, ia kemudian mengambil beberapa butir telur dari kulkas juga. Beberapa butir telur itu juga ia taruh di dalam bejana kaca yang berukuran sedang. Seperti benar-benar tidak peduli dengan putrinya yang terus ngomel sang Ibu kemudian mengambil dari toples tempat ia menyimpan kopi, entah kopi robusta atau arabica tidak ada keterangan pada toples sang Ibu tersebut. Ia ambil beberapa sendok dan ia taruh di gelas kaca.
Usai menyiapkan wortel, telur dan kopi di meja dapur itu sang Ibu melihat bahwa air yang ia masak sudah mendidih. Tanpa memedulikan putrinya sang Ibu kemudian menuang air mendidih itu ke bejana yang berisi telur. Ia tuangkan juga air mendidih itu ke dalam bejana yang berisi wortel, dan tak terkecuali ke dalam gelas kaca yang berisi kopi.
Usai menuang air mendidih itu dan menaruh kembali panci yang sudah kosong, sang Ibu kemudian memanggil putrinya. “Putriku, apa yang kamu lihat di atas meja ini? Perhatikan apa yang ada di dalam masing-masing bejana maupun gelas kaca itu!”
Sang putri pun mengamat-amati bejana yang berisi telur, wortel, maupun gelas kaca tersebut. Namun sepertinya sang putri tidak menangkap kejadian di dalam wadah tersebut. Melihat putrinya masih terbelenggu oleh masalah yang dihadapi terkait suaminya, sang Ibu pun kemudian mendekati putrinya itu. Ia tunjukkan bahwa telur mentah itu kini sudah menjadi keras. Sementara wortel menjadi lemas, dan kopi menebarkan aroma yang semerbak wangi khas kopi yang mengundang selera.
Sang Ibu pun melanjutkan. Kamu tinggal pilih, putriku. Kamu mau seperti telur yang kena panas lalu mengeras, atau menjadi seperti wortel yang menjadi layu dan lemas, atau kamu mau seperti kopi yang dengan panasnya air ia memberi aroma sedap yang mengundang selera.
Tak usahlah kamu berambisi untuk mengubah suamimu. Semua terpulang pada sikapmu sendiri. Kamu mau mengeraskan dirimu dengan kondisi suamimu, atau kamu menjadi layu dan lemas, atau kamu justru akan tampil sebagai yang memberi aroma yang mengagumkan dan mengundang selera sehingga suamimu makin sayang dan lengket padamu.
Semoga kita pun dapat menangkap makna di balik cerita Ibu dan Putrinya ini. Semoga masalah tidak menjadikan kita berkeras hati atau membuat kita loyo dan layu tak bergairah, melainkan kita lebih mau belajar dari kopi yang menjadikan dirinya harum mempesona dan mengundang selera justru ketika ia harus menerima panasnya air, semakin panas semakin membuat kopi matang dan aromanya ke mana-mana harumnya. Mari ngopi dulu, kawans.