Keadilan dan Kesejahteraan (Bagian 3)

Oleh: Dr. Catarina Manurung, S.H., M.M.

Pasal 28 C, (1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.

Konstitusi menyatakan setiap orang berhak mendapatkan pendidikan. Namun mirisnya masih ada warga negara Indonesia yang buta huruf, tidak bisa untuk baca tulis. Padahal  pemerintah sudah mencanangkan program wajib belajar selama 12 (dua belas tahun). Artinya masyarakat seharusnya sudah lulus SMA, dengan program wajib belajar ini.

Dari tahun ke tahun, angka buta huruf di Indonesia kian menurun. Bahkan, untuk rentang usia 15 sampai 44 tahun, angka buta huruf tidak mencapai 1%. Badan Pusat Statistik mencatat, pencapaian ini dibarengi angka partisipasi sekolah yang juga meningkat.

Meskipun demikian, beberapa daerah di Indonesia masih memiliki angka buta huruf yang tinggi, seperti di Papua dan Nusa Tenggara Barat. Angka buta huruf  Papua pada tahun 2023 dari berbagai rentang usia masih di atas 12%. Nilai tertinggi pada rentang usia lebih dari 45 tahun sebanyak 22%.

Nusa Tenggara Barat juga masih mencatat nilai angka buta huruf cukup tinggi untuk penduduk usia lebih dari 10 tahun, yakni mencapai 10,89%. Penduduk Nusa Tenggara Barat berusia 45 tahun ke atas memiliki angka buta huruf tertinggi di 2023, sebanyak 26,48%.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) menekankan literasi sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM). Melalui Direktorat Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus (PMPK), Kemendikbudristek turut memperingati Hari Aksara Internasional (HAI) yang jatuh pada 8 September setiap tahunnya.

Peringatan HAI sekaligus merepresentasikan komitmen Indonesia untuk ikut berperan mencapai SDG’s  poin 4.6  mengenai pendidikan berkualitas. Dalam poin tersebut, dunia berupaya untuk menjamin kualitas pendidikan yang inklusif dan merata, serta meningkatkan kesempatan belajar sepanjang hayat untuk semua.

Pemerintah sudah menjalankan program wajib belajar selama 12 (dua belas tahun).  Dengan perkiraan pendidikan Sekolah Dasar (SD) selama 6 (enam) tahun, pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) selama 3 (tiga) tahun dan Pendidikan Sekolah Mengah Atas (SMA) selama 3 (tiga) tahun., Artinya masyarakat Indonesia seharusnya minimal lulusan SMA.

Untuk yang beruntung dan memiliki  dana lebih, biasanya akan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Tersedia Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan ada juga Pergururan Tinggi Swasta (PTS). Untuk melanjutkan kuliah ke Perguruan Tinggi baik  itu PTN maupun PTS memerlukan dana yang besar dan belum tentu semua orang tua mampu membiayaai Pendidikan anak-anaknya.

Gelaran Seleksi Nasional Berbasis Tes (SNBT) 2024 telah resmi berakhir, meninggalkan kenangan perjuangan dan harap bagi para calon mahasiswa  di  seluruh Indonesia. Antusiasme yang tinggi mewarnai SNBT 2024, dibuktikan dengan total 658.667 peserta yang mengikuti UTBK-SNBT.

Dikutip melalui laman berita Kompas.com, Prof. Ganerfi selaku Ketua Umum Tim Penanggung Jawab Tim Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru (SNPMB) mengatakan 231.104 ribu peserta dinyatakan lulus Ujian Tulis Berbasis Komputer Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (UTBK SNBT) 2024.

Angka di atas menunjukkan tingginya minat masyarakat terhadap pendidikan tinggi di Indonesia, dan menjadi bukti  nyata bahwa generasi muda Indonesia siap berkompetisi dan meraih mimpi mereka. Antusiasme SNBT 2024 menunjukkan bahwa generasi muda Indonesia memiliki semangat tinggi untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Dengan kerja keras dan dedikasi, para peserta lolos SNBT 2024 siap menggapai mimpi mereka dan berkontribusi bagi kemajuan bangsa.

Bagi para peserta yang belum lolos, jangan berkecil hati. Masih banyak tersedia Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Indonesia. Masih banyak kesempatan untuk meraih mimpi. Namun yang menjadi pertanyaan adalah uang kuliah di PTS tergolong mahal dan penghasilan orang tua tidak mampu untuk menjangkaunya. Jika gaji atau penghasilan para orang tua sudah dihabiskan hanya untuk kebutuhan sandang-pangan, masih adakah yang tersisa untuk biaya membayar uang kuliah anak-anaknya?

Jumlah penerima Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah 2024 meningkat dari tahun sebelumnya. Kuota KIP Kuliah ditargetkan untuk hampir 1 juta mahasiswa, yaitu 985.577 orang. Peningkatan jumlah penerima tentunya diiringi dengan peningkatan anggaran KIP Kuliah. Tahun ini besar anggarannya Rp 13,9 triliun, meningkat Rp 2,1 triliun dibandingkan tahun sebelumnya. Perlu dicatat, Beasiswa KIP Kuliah yang menyasar lebih dari 985 ribu orang diperuntukkan untuk mahasiswa PTN maupun PTS.

Pemerintah sudah berupaya keras untuk membantu biaya pendidikan dengan pemberian beasiswa buat 985 ribu orang. Artinya walaupun telah diupayakan penambahan anggaran oleh pemerintah, namun belum juga mampu untuk menjangkau semua peserta didik yang ada. Bagaimana dengan nasib peserta didik yang lain?

Untuk itu perlu pemerataan dan keadilan untuk mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya diperluas lagi. Sehingga ke depannya, diharapkan mampu menjangkau semua peserta didik.

Dr. Catarina Manurung, S.H., M.M.