Tantangan Penegakan Hukum di Indonesia

Oleh: Stefanie Angeline Sanjaya | PPTI 16 | 2602189682 |

Hukum merupakan salah satu dari tatanan sosial paling penting, berdampingan dengan norma lainnya seperti norma agama, kesusilaan dan kesopanan, adat istiadat. Pada dasarnya, hukum berfungsi untuk melindungi dan mengintegrasikan (menggabungkan dan menyelaraskan) kepentingan-kepentingan anggota masyarakat yang ada. Penjelasan UUD 1945 kunci pokok Sistem Pemerintahan Negara berbunyi “Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat) dan bukan berdasar atas kekuasaan belaka (machtsstaat)”. Salah satu dari ciri-ciri negara hukum yang dihasilkan The International Commission of Jurist melengkapi pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, salah satunya, Julius Stahl. Ia mempertegas ciri-ciri dari hukum yaitu negara harus tunduk pada hukum, pemerintah menghormati hak-hak individu, peradilan yang bebas dan tidak memihak. Nilai-nilai hukum menjadi pilar utama dalam menjalankan negara hukum dan mempengaruhi proses penegakan hukum di masyarakat.

Namun, pada realitanya, persoalan dalam penegakan hukum di Indonesia masih terus terjadi sampai saat ini dan belum kunjung selesai. Hukum-hukum di Indonesia masih gagal untuk melindungi rakyatnya, supremasi hukum yang diamanatkan UUD 1945 belum berhasil dilaksanakan. Tidak sedikit aparat penegak hukum yang justru menjadi aktor dibalik permainan hukum itu sendiri. “Mafia Hukum” telah menjadi istilah yang dapat didengar sehari-hari, penegakan hukum seolah tumpul ke atas tetapi tajam ke bawah. Persoalan – persoalan tersebut disebabkan oleh masalah-masalah yang terdapat di akar yang belum terselesaikan, sehingga persoalan-persoalan yang lebih kompleks kian bermunculan. Masalah dan tantangan mendasar yang masih dihadapi dalam proses penegakan hukum di Indonesia saat ini adalah ketidakcocokan antara yang tertulis dengan tidak tertulis. Hal tersebut bermulai di kala pembuatan peraturan perundang-undangan, hingga disahkannya hukum tersebut, akan tetapi pelaksanaannya yang seringkali menyimpang. Penyimpangan tersebut juga berkaitan dengan masalah terkait mental aparat penegak hukum, dimana salah satu muara dari mental aparat yang bermasalah adalah korupsi. Berdasarkan data Corruption Perception Index untuk tahun 2022, skor Indonesia kembali turun dengan memperoleh nilai 34 dengan peringkat 110 dari 180 negara. Fasilitas pelaksanaan hukum juga sering menjadi penghambat proses penegakan hukum. Seringkali, penegakan hukum menjadi terganggu karena fasilitas yang menunjang penegakan hukum itu sendiri tidak layak. Hal ini perlu mendapat perhatian dari pemerintah khususnya Kemenpolhukam agar tidak ada lagi alasan yang dapat menggangu proses penegakan hukum. Terakhir, masalah kesadaran masyarakat. Sebagian masyarakat masih memiliki tingkat literasi hukum dan kepedulian yang rendah. Tentu pengawasan terkait proses penegakan hukum menjadi kurang maksimal, tanpa adanya peran dari masyarakat itu sendiri.

Pada akhirnya, pemerintah masih harus terus berbenah untuk menciptakan penegakan hukum yang adil bagi seluruh rakyatnya. Sebagai bagian dari masyarakat, kita perlu mengedukasi diri kita dan sesama terkait pentingnya penegakan hukum untuk terlaksana dengan baik. Dengan upaya bersama, Indonesia dapat memiliki sistem penegakan hukum yang lebih kuat dan hubungan masyarakat yang lebih harmonis.

Referensi

Tim CBDC. (2014). Modul Character Building: Kewarganegaraan. Character Building Development Center (CBDC). Universitas Bina Nusantara

Badan Pembinaan Hukum Nasional. (2023). Diakses pada 23 Desember 2023 dari https://bphn.go.id/publikasi/berita/2023031603084646/indeks-persepsi-korupsi-indonesia-turun-lagi-penegakan-hukum-tipikor-perlu-dikaji-ulang#:~:text=BPHN.GO.ID%20%2D%20Tanjung,peringkat%20110%20dari%20180%20negara.

Stefanie Angeline Sanjaya