Dinamika Demokrasi Pancasila: Dari Rakyat, Untuk Rakyat, dan Oleh Rakyat

Oleh: Andreas Liujaya Wiranata | PPTI 14 | 2602189165 |

Dinamika Demokrasi Pancasila mengacu pada perubahan, perkembangan, dan interaksi yang terjadi dalam sistem demokrasi yang diimplementasikan berdasarkan asas Pancasila. Dinamika ini menciptakan landasan kuat untuk menjaga keseimbangan dalam menjalankan sistem pemerintahan. Salah satu aspek yang menjadi pilar utama dalam demokrasi Pancasila adalah Sila Keempat Pancasila yaitu “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan”, menekankan prinsip dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat (Dahl, 1992). Sila keempat ini dijiwai pula dengan sila Pancasila lainnya.

Demokrasi Pancasila menciptakan suatu sistem di mana rakyat bukan hanya sebagai penerima kebijakan, tetapi juga sebagai pembuatan keputusan utama. Partisipasi aktif rakyat bukan sekadar hak, tetapi juga tanggung jawab yang harus diemban untuk memastikan keputusan yang diambil adalah hasil dari aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Dalam konteks ini, dinamika demokrasi Pancasila menciptakan sebuah lingkungan yang memungkinkan rakyat berpartisipasi aktif dalam pembuatan keputusan politik, sosial, dan ekonomi.

Seiring waktu, dinamika demokrasi Pancasila mengalami perkembangan. Masyarakat memanfaatkan perkembangan teknologi untuk meningkatkan partisipasi demokrasi. Misal, media sosial menjadi alat untuk menyuarakan pendapat secara bebas dan cepat. Hal ini memberi kesempatan bagi rakyat untuk berkontribusi langsung dalam membentuk opini dan memengaruhi kebijakan pemerintah. Selain itu, mekanisme demokrasi seperti pemilihan umum juga menjadi wadah penting dalam mewujudkan prinsip dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat. Pemilihan umum merupakan sarana bagi rakyat untuk menentukan pemimpin dalam berbagai tingkatan pemerintahan (Asshiddiqie, 2019). Proses ini memberi otoritas kepada rakyat untuk memilih pemimpin yang dianggap mampu mewakili aspirasi masyarakat secara keseluruhan. Tetapi, dinamika demokrasi Pancasila tidak hanya terbatas pada mekanisme formal seperti pemilihan umum. Peran aktif rakyat juga terlibat dalam berbagai bentuk organisasi masyarakat, seperti kelompok advokasi, organisasi nirlaba, dan komunitas lokal. Melalui partisipasi ini, rakyat dapat mengamati, memberi masukan, dan secara langsung terlibat dalam proses pengambilan keputusan.

Namun, dinamika demokrasi Pancasila juga diwarnai oleh tantangan seperti money politics dan identity politics. Money politics merupakan praktik penggunaan uang secara tidak etis. Identity politics merupakan pemanfaatan identitas kelompok sebagai dasar dukungan politik yang dapat mengancam integritas demokrasi dan menciptakan polarisasi dalam masyarakat (Bolo, 2018). Untuk memastikan bahwa dinamika demokrasi Pancasila tetap relevan terhadap kebutuhan masyarakat, maka diperlukan kerjasama antara pemerintah dan rakyat. Pemerintah perlu membuka ruang partisipasi lebih luas, mendengarkan aspirasi rakyat, dan merespons secara cepat terhadap masukan dan kritik yang membangun. Di sisi lain, rakyat juga memiliki tanggung jawab untuk terlibat secara proaktif, mendidik diri sendiri tentang isu penting, dan memastikan bahwa suara mereka didengar.

Refrensi:

Bolo, A. D. 2018. Demokrasi di Indonesia: Pancasila Sebagai Kontekstualisasi Demokrasi. Melintas, 34 (2). Hal 145-167.

Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara (Jakarta: Rajawali Press, 2009), Hal. 414.

Robert A. Dahl, Demokrasi dan Para Pengkritiknya (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1992)

Tim Dosen CBDC. (2023). Character Building: Kewarganegaraan (CHAR6014). Jakarta: Binus University. Hal. 36-44

Andreas Liujaya Wiranata