Unlimited Forgiven

Oleh: Arcadius Benawa

Ketika Petrus bertanya kepada Yesus tentang batasan mengampuni, ia sudah memberi batasan yang melampaui standar pengampuan. Sudah melebihi hukum pembalasan atau hukum balas dendam. Mata ganti mata. Gigi ganti gigi. Nyawa ganti nyawa. Petrus bertanya, “Guru, sampai berapa kalikah kami harus mengampuni? Sampai 7 kali kah?” Angka 7 jelas merupakan representasi dari banyak kalinya kita telah harus mengampuni. Tetapi betapa mengejutkannya apa yang menjadi jawaban Yesus. “Bukan. Bukan 7 kali, melainkan 70 kali 7 kali!” Ya, ampun siapa yang sanggup? Ya, kalau mengandalkan kekuatan memaafkan atau mengampuni dari diri kita sendiri jelas tak sanggup. Sandarannya adalah Allah sendiri yang maha pengampun. Maka Yesus kemudian memaparkan kisah tentang Allah yang tidak terbatas kasihNya pada umat-Nya melalui kisah Anak yang hilang. Anak yang telah mendurhakai ayahnya karena meminta hak warisannya ketika ayahnya masih jelas-jelas sehat. Meskipun demikian sang ayah mengikuti tuntutan sang anak itu. Karena anaknya dua, warisan itu pun dibagi dua. Durhakanya lagi harta warisan itu begitu saja dijual bukan untuk kehidupan yang layak tetapi untuk foya-foya. Dikatakan melalui omongan si sulung Kakaknya: menghabiskan harta ayah dengan pelacur-pelacur. Betap sedih sebetulnya hati sang ayah. Namun ternyata sang ayah tetap menerima kehadiran sang anak yang mau kembali bukan sebagai anak tetapi sebagai salah satu karyawannya. Rupanya sang anak tetap diterima sebagai anak, bukan sebagai karyawan bahkan diterima dengan penuh suka cita dengan pemuliahan hak-hak anak yang hilang dengan tindakan simbolik yang dilakukan sang ayah. Mengenakan jubah, memberikannya cincin, dan memberinya alas kaki.

Kita pun bisa membayangkan betapa sedih dan hancurnya hati Ibu Rosti Simanjuntak, mama dari Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat saat mendengar kabar anaknya mati ditembak. Tentunya ia mengalami shock berat. Ia tidak menyangka anaknya mati ditembak di rumah dinas Ferdi Sambo sang atasannya sendiri. Menurut skenario sang jendral, kasus itu adalah tembak menembak antar ajudan sendiri. Baru kemudian diketahui bahwa kejadian itu adalah penembakan atas perintah Ferdi Sambo kepada Richard Eliezer. Di persidangan, Eliezer bersimpuh di hadapan Mama Josua meminta maaf atas tindakannya menghilangkan nyawa Josua. Orangtua Josua menerima dan memaafkan tindakan Eliezer yang tertekan karena perintah atasan. “Kita sebagai anak-anak Tuhan ya harus saling memaafkan, dan kami sudah memaafkan Bharada E. Tapi yang namanya hukum tetap harus ditegakkan dan dijalankan sesuai apa yang dia perbuat kepada anak kami,” sebut Rohani, salah satu keluarga Josua. Peristiwa ini dalam kadar tertentu juga mengingatkan kita pada peristiwa Paus Yohanes Paulus II yang ditembak oleh Ali Aqsa dan Paus berkenan mengampuninya dan mereka berubah menjadi bersahabat sehingga Al Aqsa pun melayat saat Paus Yohanes Paulus II meninggal dunia.

Jadi, sebagaimana sifat Tuhan yang selalu mengampuni, kita pun diajak meniru-Nya dalam praktik hidup yang nyata sehari-hari. Jangan sampai kita menjadi hamba seperti yang dikisahkan Yesus sebagai hamba yang tidak tahu diri dalam kisah seorang raja yang mengadakan perhitungan pada seorang yang berhutang sepuluh ribu talenta. Hamba itu memohon dengan bersujud kepada raja agar bersabar. Raja tergerak oleh belaskasihan. Ia membebaskan dan menghapus hutangnya.Tetapi di luar, hamba itu bertindak kejam dengan orang yang berhutang hanya 100 dinar kepadanya. Ia bertindak seperti debt collector yang beringas, kejam mengancam dan marah-marah dengan sumpah serapah. Itulah gambaran manusia yang sudah diampuni, dibebaskan dari hutangnya yang sepuluh ribu talenta, tetapi justru menindas dan mencekik temannya yang hanya berhutang seratus dinar saja. Semestinya ia berlaku sama seperti raja yang membebaskannya.

Dengan demikian orang yang bisa merasakan kasih Allah, mestinya ia juga akan mengasihi sesamanya dengan kesediaannya memaafkan atau mengampuni,bukan mengungkit-ungkit kesalahan sesama kita. Mari kita wujudkan iman kita  akan Tuhan Allah yang maha pengampun dengan berani mengampuni sesama kita yang kesalahannya sebenarnya tidak seberapa dibandingkan kesalahan yang telah kita lakukan. Semoga

Arcadius Benawa