Kesadaran Atas Kesalahan Menjadi Jembatan Menuju Integrasi Nasional Yang Inklusif

Oleh: Christian Chandra Kusuma, Jayasidhi Ariyo Jordan, Michiko Amaya Yonatan, Steven Matthew, Tesalonika Abigail Eikwine Mangkang

Baru-baru ini, Presiden Joko Widodo mengaku menyesal atas terjadinya berbagai peristiwa pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa lalu. Banyak kasus pelanggaran HAM ini mengalami kebuntuan dan tidak menemukan titik terang hingga hari ini. Di hadapan wartawan, Jokowi menyebutkan terdapat 12 kasus pelanggaran HAM di masa lalu yang ia sesalkan.

Jika kita mengulik kasus ini lebih dalam, salah satu faktor penyebab terjadi beberapa peristiwa ini adalah SARA, contohnya adalah Kerusuhan Mei 1998. Kerusuhan rasial terhadap etnis Tionghoa ini banyak menelan korban jiwa. Keturunan pelanggar atau pelaku dari peristiwa ini terkadang menerima ketidakadilan atau merasa tidak dianggap dan dikucilkan. Melalui pengakuan Jokowi ini, ia berharap supaya semua orang dapat meningkatkan rasa toleransi dan tidak memandang peristiwa-peristiwa tersebut sebagai alasan untuk membenci dan mengucilkan orang lain. Peristiwa-peristiwa pelanggaran HAM ini tidak boleh menjadi alasan untuk mengadu-domba kelompok/ras/etnis tertentu. Pengakuan negara akan pelanggaran ini juga bertujuan untuk membuka jalan pemulihan hubungan antar pihak yang terlihat. Dengan negara mengakui bahwa peristiwa-peristiwa tersebut adalah suatu pelanggaran, maka hal ini dapat menyadarkan masyarakat Indonesia bahwa toleransi dan respect sangatlah penting dalam negara Indonesia supaya dapat mewujudkan nilai persatuan dan kesatuan.

Pengakuan Jokowi ini juga menunjukkan sistem kerja pemerintah Indonesia yang transparan dan menjunjung tinggi kesetaraan untuk setiap warga negara Indonesia. Dengan menunjukkan kepada seluruh rakyat Indonesia bahwa pemerintah Indonesia transparan terhadap kasus ini, hal ini bisa saja menjadi titik terang untuk masyarakat Indonesia dalam meningkatkan integrasi nasional sehingga dapat mewujudkan keadilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Transparansi pemerintah juga dapat menghilangkan tembok yang menjadi penghalang masyarakat Indonesia dalam melihat kasus ini.

Melalui pengakuan tersebut, Jokowi dengan hati tulus ingin memulihkan hak-hak korban peristiwa pelanggaran tersebut secara adil dan bijaksana. Dengan pengakuan ini juga, Jokowi berhadap masyarakat dan negara dapat meningkatkan kesadaran akan HAM supaya peristiwa-peristiwa pelanggaran HAM tidak akan terjadi lagi di Indonesia pada masa yang akan datang. Masyarakat juga berharap supaya pemerintah dapat mencegah terjadinya peristiwa pelanggaran HAM dan dapat menindaklanjuti peristiwa pelanggaran HAM yang ada dengan adil dan tegas.

Christian Chandra Kusuma, Jayasidhi Ariyo Jordan, Michiko Amaya Yonatan, Steven Matthew, Tesalonika Abigail Eikwine Mangkang