Dampak Pengakuan Pelanggaran HAM Berat terhadap Integrasi Nasional di Indonesia

Oleh: Abdi Nurhuda, Chrystalia Glenys Winata Ang, Jesse Orlanda, Riskya Putra Sembiring                    

Integrasi nasional merupakan proses penyatuan berbagai perbedaan-perbedaan yang ada pada masyarakat sehingga menjadi selaras dalam sebuah bangsa. Salah satu alasan pentingnya membangun integrasi nasional adalah untuk menjaga persatuan, kesatuan, serta kedaulatan negara Indonesia.

Berdasarkan konferensi pers di Istana Merdeka, Presiden Joko Widodo menyampaikan pengakuan negara berdasarkan laporan yang diberikan Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat (PPHAM) di Istana Merdeka, Jakarta, pada Rabu, 11 Januari 2023.

Terdapat 12 pelanggaran HAM berat yang diakui oleh negara Indonesia:

  1. Peristiwa 1965-1966
  2. Peristiwa Penembakan misterius pada 1982-1985
  3. Peristiwa Talangsari di Lampung pada 1989
  4. Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh pada 1989
  5. Peristiwa Penghilangan orang secara paksa pada 1997-1998
  6. Peristiwa Kerusuhan Mei 1998
  7. Peristiwa Trisakti dan Semanggi I dan II pada 1998-1999
  8. Peristiwa Pembunuhan dukun santet pada 1998-1999
  9. Peristiwa Simpang KKA di Aceh pada 1999
  10. Peristiwa Wasior di Papua pada 2001-2002
  11. Peristiwa Wamena Papua pada 2003
  12. Peristiwa Jambo Keupok di Aceh pada 2003

Dampak positif dari pengakuan tersebut terhadap integrasi nasional adalah adanya pengakuan bahwa peristiwa-peristiwa tersebut merupakan sebuah pelanggaran yang dilakukan oleh negara, dimana dimata negara tidak ada keadilan dan hak asasi manusia tidak benar-benar dilindungi oleh negara dan mengurangi kecemasan akan besarnya kekuasaan dari negara terhadap hak kebebasan sipil (Civil Rights) yang seharusnya ditegakkan. Dimana hak kebebasan sipil sendiri seharusnya menjamin kesetaraan kesempatan sosial dan kesetaraan di mata hukum juga perlindungan setiap masyarakat tanpa melihat ras, agama, ataupun karakteristik personal lainnya.

Pengakuan tersebut menjadi bentuk transparansi dan kejujuran tentang sejarah negara, yang dapat membantu dalam proses perdamaian dan rekonsiliasi nasional. Ini dapat membantu menyelesaikan masalah sejarah yang telah lama mengganjal dan membuka jalan untuk pemahaman yang lebih baik dan kerja sama antar kelompok yang berbeda dalam masyarakat. Selain itu, pengakuan tersebut juga dapat membantu dalam pengembangan sistem hukum dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia.

Meskipun demikian, pengakuan tersebut juga dapat berdampak negatif bagi integrasi nasional. Pengakuan oleh negara tersebut tidak ada artinya apabila tanpa adanya pertanggungjawaban hukum dan keadilan HAM bagi para korban. Pengakuan yang tertunda membuat para korban pelanggaran HAM banyak diabaikan dan bahkan dapat menimbulkan luka baru bagi korban apabila tidak ada upaya untuk mengadili para pelaku. Negara akan kehilangan kepercayaan dari para korban karena mereka merasa hak-hak mereka tidak terjamin. Selain itu, pengakuan tersebut dapat menimbulkan kekecewaan dari kelompok masyarakat yang merasa pengakuan tersebut tidak cukup, dan tidak mencakup seluruh pelanggaran yang terjadi. Apabila hal ini terjadi, akan timbul perpecahan yang dapat mengancam integrasi nasional.

Adapun hal-hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat sipil dalam rangka mencegah terjadi kembalinya pelanggaran HAM berat. Pemerintah wajib menghormati, melindungi, dan memenuhi HAM melalui kebijakan, legislasi, regulasi, dan sistem pengadilan yang diciptakan oleh pemerintahan dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat. Selain itu, pemerintah dapat melakukan pembaharuan sistem penegakan hukum sehingga berbasis HAM, dan menghapus ataupun merevisi aturan yang berkemungkinan melanggar HAM. Kemudian, masyarakat yang merupakan korban memiliki hak untuk meminta pertanggungjawaban kepada pemerintah dalam menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat demi tercapainya keadilan dan kepastian hukum, dan bagi masyarakat sipil yang bukan merupakan korban, dapat membantu dan mendukung korban melalui aksi kebersamaan, pesan solidaritas, dan lain-lain.

Harapannya dengan mengakui pelanggaran HAM berat yang telah terjadi di Indonesia, menjadi awal mula bagi Indonesia dalam memulihkan hak-hak korban yang disertai dengan penegasan kembali kejahatan yang terjadi di masa lalu dan dapat diselesaikan secara adil melalui jalur hukum, sehingga tercapainya hak sipil, hak politik, dan hak sosial-ekonomi dari para korban demi terwujudnya integrasi nasional.

Abdi Nurhuda, Chrystalia Glenys Winata Ang, Jesse Orlanda, Riskya Putra Sembiring