Pengakuan Pelanggaran HAM Berat dalam Perspektif Integrasi Nasional

Oleh :  Alicia Josephine Ekosputri, Amanda Ardianti, Brychan Artanto, Fanny Angelia Valentina, Vincent Kartamulya Santoso

 Di Indonesia, pernah terjadi berbagai tragedi yang mengancam integrasi nasional, di antaranya adalah Pembunuhan Massal 1965, Talangsari Lampung 1989, Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998, Kerusuhan Mei 1998, Tragedi Trisakti dan Semanggi I dan II, Peristiwa Penembakan Misterius (Petrus). Berbagai kejadian ini dapat dikatakan menjadi trauma yang besar bagi rakyat Indonesia sehingga rakyat mengecam semua yang terlibat dalam kejadian tersebut.

Melihat betapa ironisnya kejadian tersebut, kita dapat memahami mengapa rakyat sangat mengecam orang-orang yang terlibat di dalamnya. Tetapi hal ini terus berlanjut bahkan sampai ke keturunan mereka. Anak-anak mereka tidak dapat mendaftar menjadi PNS, tentara dan masih banyak kegiatan yang tidak dapat diikuti oleh mereka karena mereka dianggap tidak memiliki hak yang sama dan merupakan “keturunan penjahat”. Contohnya pada kasus Pembunuhan Massal 1965 atau lebih dikenal dengan kasus G30S/PKI dimana terjadi pembunuhan terhadap orang-orang yang dianggap sebagai komunis, sehingga keturunan mereka juga dianggap sebagai ‘keturunan komunis’ dan kehilangan hak-hak yang seharusnya menjadi milik mereka. Tentu saja hal ini sudah melanggar tujuan integrasi nasional.

Kita mengetahui bahwa integrasi nasional merupakan upaya atau proses penyatuan suatu negara yang memiliki perbedaan-perbedaan, baik itu budaya, etnis, bahasa, dan lain-lain  sehingga menjadi suatu negara yang harmonis. Untuk dapat mencapai persatuan tersebut, bangsa Indonesia harus bisa menerima keberagaman yang ada. Hal ini juga menunjukkan bahwa setiap warga negara memiliki hak serta kewajiban yang setara dan terintegrasi.

Salah satu sifat dari Integrasi Nasional adalah sifat secara Vertikal atau Integrasi Politik yang mempersatukan persepsi, keinginan, harapan, antara pemerintah dan rakyat. Tentunya setiap warga negara ingin memperoleh haknya dan diakui oleh negara. Akan tetapi, dari kasus di atas dapat dilihat bahwa terjadi perenggutan hak warga negara. Jika kita melihat dari sudut pandang korban dan keluarga yang terlibat, dengan adanya peristiwa di atas, hubungan antar negara dan rakyat menjadi rusak. Mereka sudah tidak memiliki rasa percaya lagi kepada pemerintah karena hak-hak sipil dan politik mereka tidak diakui oleh negara. Salah satu kunci dari integrasi nasional adalah seluruh golongan bisa merasakan pengalaman yang sama, dan ini tidak terlihat pada kasus ini. Oleh karena itu, dengan adanya pengakuan pelanggaran HAM berat oleh negara atas kejadian-kejadian tersebut, maka diharapkan semua pihak yang terdampak mendapatkan haknya kembali dan pandangan mereka terhadap negara juga bisa kembali sehingga dapat tercipta harmonisasi.

 

Alicia Josephine Ekosputri, Amanda Ardianti, Brychan Artanto, Fanny Angelia Valentina, Vincent Kartamulya Santoso