Raden Saleh dan Semangat Bela Negara

Oleh: Rina Patriana Chairiyani

Hari ini, baru saja saya selesai mengikuti kegiatan webbinar tentang kebangsaan. Salah seorang narasumber mengangkat tentang seorang tokoh bernama Raden Saleh. Seorang maestro lukisan pada jamannya. Eh,  tidak hanya pada jamannya, menurut saya sih hingga saat ini.  Menariknya melalui webinar tersebut dinyatakan bahwa, Raden Saleh yang pada saat itu meski menetap  dan bahkan berkarya di Eropa namun ternyata tetap memiliki semangat dan cinta terhadap bangsanya.

Siapa sih, Raden Saleh? Mungkin namanya akan sangat asing buat generasi muda saat ini. Raden Saleh bernama lengkap Raden Saleh Syarif Bustaman lahir sebagai bangsawan Jawa kelahiran Terboyo, Semarang, Jawa Tengah pada tahun 1807. Raden Saleh dikenal dengan Romantisisme, bahkan dia dikenal sebagai pionir pelukis modern Indonesia.  Bakat Raden Saleh pertama ditemukan oleh seorang pelukis Belgia yang tinggal di Jawa, A.A.J Payen. Payen lalu mengatur agar Raden Saleh untuk dapat mengenyam pendidikan dari pemerintah Belanda. Raden Saleh yang saat itu berusia 18 tahun kemudian mendapatkan dukungan dari Pof. Reinward yang merupakan ahli seni lukis dan botani perancang Kebun Raya Bogor dan Gubernur Jenderal Van der Capellen. Pada tahun 1830, akhirnya Raden Saleh berhasil dikirim untuk belajar melukis di negeri Belanda. Ia kemudian belajar mengenai lukisan potret dari Cornellius Kruseman, pelukis yang kerap mendapat pesanan dari pesanan dari pemerintah Belanda dan keluarga kerajaan (Setyaningrum, 2022).  dan melukis panorama pada Andreas Schelfout (Sangiran, 2017). Pencapaian Raden Saleh terbesar adalah ia termasuk menjadi pelukis istana di Kerajaan Belanda pada tahun 1844 (Setyaningrum, 2022). 

Salah satu lukisan Raden Saleh yang terkenal adalah Penangkapan Diponegoro.  Melalui lukisan tersebut, Raden Saleh berusaha mengungkapkan sebuah peristiwa sejarah sekaligus kecamannya terhadap pihak Belanda. Lukisan yang menggambarkan peristiwa pengkhianatan Belanda kepada Pangeran Diponegoro yang kemudian mengakhiri Perang Jawa (1825-1830) pada tahun 1830. Pada hari ke dua Lebaran, tanggal 2 Syawal 1245 Hijriyah atau 28 Maret 1830 Masehi, Belanda menangkap Sang Pangeran dan memisahkannya dari pengikutnya. Penangkapan di Magelang ini dilakukan secara licik dan curang. Belanda membungkus jebakan penangkapan itu sebagai pertemuan silaturahim dan perundingan. Tentu saja hal tersebut membuat Diponegoro tidak siap. Diponegoro tidak menduga Belanda akan menangkapnya di saat Lebaran. Apalagi pada bulan Puasa telah terjadi gencatan senjata dan Belanda tidak mengganggu Diponegoro dan pasukannya dalam menjalankan ibadah Ramdhan di kawasan Bukit Menoreh (Subarkah, 2019).

Peristiwa itu sendiri telah dilukis oleh seorang pelukis Belanda Nicolaas Pieneman pada tahun 1835. Pieneman sendiri memang ditugaskan untuk mendokumentasikan momen penangkapan Pangeran Diponegoro oleh Pemerinta Belanda (cagarbudaya.kemdikbud.go.id). Diduga Saleh melukis ulang lukisan Pieneman tersebut waktu ia tinggal di Eropa pada tahun 1857. Seolah tidak setuju dengan lukisan versi Pieneman, Raden Saleh memberikan sejumlah perubahan siginifikan pada lukisan versinya. Jika Peineman melukis dari angle sebelah kanan gedung, Saleh memilih dari kiri. Dengan angle kiri maka bendera Belanda yang berkibar gagah dilukisan Pieneman menjadi tidak terlihat di lukisan Raden Saleh (Subarkah, 2019).

Lebih lanjut, Pieneman menggambarkan Diponegoro dengan wajah lesu dan pasrah, sedangkan Saleh menggambarkan Diponegoro dengan raut tegas dan menahan amarah. Pieneman memberi judul lukisan Penyerahan Diri Diponegoro, Saleh memberi judul Penangkapan Diponegoro. Saleh juga sengaja menggambarkan tokoh Belanda di lukisannya dengan kepala yang sedikit terlalu besar supaya terlihat bertambah mengerikan ((p2k.unkris.ac.id) seperti kepala para hantu-hantu jahat di Jawa (Kusumo, 2021). Pieneman sendiri tidak pernah ke Hindia Belanda sehingga ia menggambarkan pengikut Diponegoro seperti orang Arab. Sedangkan, Saleh menggambarkan pengikut Diponegoro dengan lebih detail dan akurat dengan menggunakan kain batik dan blangkon yang terlihat pada beberapa figur. Saleh juga menambahkan detil menarik, ia tidak melukiskan senjata apapun pada pengikut Diponegoro, bahkan keris Diponegoro pun tidak. Hal tersebut menggambarkan bahwa Pangeran Diponegoro dan para pengikutnya sama sekali tidak menduga akan dijebak, apalagi mengingat pada saat itu adalah hari lebaran ke dua  (p2k.unkris.ac.id). Raden Saleh sendiri juga menggambarkan dirinya dalam karyanya itu sebagai sebuah saksi dalam sebuah perbuatan yang memalukan (Kusumo, 2021).

Yang jelas, karya dari Raden Saleh seolah ingin mengatakan bahwa sejarah memang ditulis para pemenang, tetapi sebenarnya siapa pun dapat melawannya dan menuliskan sejarahnya sendiri (Subarkah, 2019). Lebih lanjut, Raden Saleh mengajarkan bahwa membela dan mengangkat martabat bangsa dapat dilakukan oleh siapa pun, di mana pun dan dengan berbagai cara, salah satunya bahkan melalui sebuah lukisan.

Referensi:

Setyaningrum, P. 2022. Biografi Singkat Raden Saleh dan Makna Lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro.  https://regional.kompas.com/read/2022/01/23/224259978/biografi-singkat-raden-saleh-dan-makna-lukisan-penangkapan-pangeran.


p2k.unkris.ac.id. Raden Saleh. http://p2k.unkris.ac.id/id3/2-3065-2962/Raden-Saleh_91080_mputantular_p2k-unkris.html.

Sangiran, BPSMP. 2017. Raden Saleh Biografi. https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpsmpsangiran/raden-saleh-biografi/

Kusumo, R. 2021. Telaah Lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro, Cara Raden Saleh Membalas dengan Karya. https://www.goodnewsfromindonesia.id/2021/11/29/telaah-lukisan-penangkapan-pangeran-diponegoro-cara-raden-saleh-membalas-dengan-karya

Subarkah, M. 2019. Penangkapan Diponegoro: Jebakan Silaturahim di Hari Lebaran. https://www.republika.co.id/berita/psv592385/penangkapan-diponegoro-jebakan-silaturahim-di-hari-lebaran

Cagarbudaya.kemdikbud.go.id. Lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro Karya Raden Saleh. http://cagarbudaya.kemdikbud.go.id/cagarbudaya/detail/PO2017101200002/lukisan-penangkapan-pangeran-diponegoro-karya-raden-saleh

Rina Patriana Chairiyani