Pursuit of The Happiness

Oleh : Linda Mutiara Lumban Tobing (Dosen Character Building, Bina Nusantara University)

Jika seseorang ditanyakan mengenai apa yang diinginkan dalam hidupnya, maka kebanyakan orang akan menjawab: “aku ingin tenang, aku ingin bahagia.” Namun, sesungguhnya banyak orang tidak memahami apa arti ketenangan dan kebahagiaan yang sesungguhnya. Karena memang tidak mudah mendefinisikannya. 

Jika demikian, di manakah kita akan menemukan dan mencari ketenangan dan kebahagiaan itu? Banyak orang berpikir bahwa hidup tenang dan bahagia hanya akan di rasakan ketika memiliki uang milyaran rupiah dan deposito di bank, punya satpam yang menjaga rumahnya selama 24 jam penuh. Atau mencarinya sambil berwisata ke gunung, atau pergi ke pantai. Ada yang mencari di tempat sunyi dan ada yang mencari di tempat ramai. Semua orang mencari ketenangan dan kebahagiaan itu di sana sini: di pertokoan, di restoran, di tempat ibadah, di kolam renang, di lapangan olah raga, nonton di bioskop dan televisi, dan lain sebagainya. Ada pula yang mencari kebahagiaan dengan bekerja keras, sebaliknya ada pula yang bermalas-malasan. Ada yang  merasa bahagia dengan mencari pacar dan ada juga yang mencari gelar, sehingga gelar yang diperoleh delapan bahkan lebih. Ada yang menciptakan lagu dan ada yang mengarang buku atau menulis artikel-artikel jurnal.

Pokoknya, semua orang ingin mencari dan menemukan kebahagiaan dan ketenangan dalam hidupnya. Pernikahan, misalnya, selalu dihubungkan dengan kebahagiaan. Hal ini akan-akan beranggapan bahwa belum menikah berarti belum bahagia dan tenang. Padahal semua orang juga tahu bahwa menikah tidaklah identik dengan bahagia atau dapat hidup tenang.

Dari hari ke hari, tahun ke tahun, kita terus mencari kebahagiaan dan ketenangan hidup. Kita semua ingin menemukan kebahagiaan dan ketenangan. Kita ingin merasa bahagia. Tetapi di mana dan bagaimana cara memperoleh ketenangan dan kebahagiaan itu?

Konon Tuhan memanggil tiga malaikat. Sambil memperhatikan sesuatu, Tuhan berkata, “Ini namanya kebahagiaan. Ini sangat bernilai. Ini dicari dan diperlukan oleh manusia. Simpanlah di suatu tempat supaya manusia itu sendiri yang menemukan. Jangan di tempat yang terlalu mudah, sebab nanti kebahagiaan ini disia-siakan. Tetapi jangan pula di tempat yang terlalu susah sehingga tidak bisa ditemukan oleh manusia. Dan yang penting, letakkanlah kebahagiaan ini di tempat yang bersih.”

Ketiga malaikat itu langsung turun ke bumi untuk meletakkan kebahagiaan. Tetapi di mana meletakkannya? Malaikat pertama mengusulkan, “Letakkan di puncak gunung yang tinggi.” Tetapi para malaikat lain kurang setuju. Lalu malaikat kedua berkata, “Letakkan di dasar samudera.” Tetapi usul ini kurang disepakati. Akhirnya malaikat ketiga membisikkan usulnya. Ketiga malaikat itu langsung sepakat. Malam itu juga ketika semua orang sedang tidur, ketiga malaikat tadi meletakkan kebahagiaan itu dengan rapi. Di mana mereka meletakkannya? Bukan di puncak gunung seperti yang diusulkan oleh malaikat pertama. Bukan di dasar samudera seperti usulan malaikat kedua. Melainkan di tempat yang dibisikkan oleh malaikat ketiga. Ia berbisik, “Kita simpan di dalam hati manusia.” Di hati manusia yang bersih. Bersih di sini mengandung arti tidak tercemar atau tidak dikotori. Bersih juga berarti tulus, murni, atau polos. Firman Tuhan berkata, “ Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah” (ay. 8). Hati yang bersih membuat kita dapat melihat Allah (merasakan hadirat/kehadiran Tuhan). Itulah kebahagiaan dan ketenangan.

Selain hatinya bersih, pemazmur secara tegas juga menyatakan orang yang berbahagia adalah orang yang hidup di dalam kebenaran firman Tuhan. Orang yang berbahagia adalah orang yang melakukan firman Tuhan. Kebahagiaan itu bisa ditemukan dan dirasakan dan dialami hanya di dalam Tuhan. Jika Tuhan ada di dalam mu dan kamu ada di dalam Tuhan, maka ke manapun kamu berada di situ Dia ada. Artinya di manapun, kapanpun, dan dalam situasi apapun, Tuhan tetap ada di dalam mu. Karena Tuhan adalah sumber kebahagiaan, maka di manapun, kapan pun, dan dalam situasi apapun kamu akan bahagia. “Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan merenungkan Taurat itu siang dan malam” (Mazmu. 1:1-2). Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya.” (Yesaya 32:17).

“Miliki hati yang bersih, hidup dalam Tuhan dan kebenaran-Nya, serta lakukan perintah-Nya, maka kamu pasti tenang dan bahagia

Referensi:

Lembaga Alkitab Indonesia (LAI)

Ismail, Andar. 2018. Selamat Berbakti: 33 Renungan tentang Ibadah. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Linda Mutiara Lumban Tobing