Aku Rindu Bunyi Kentutmu, Papa
Oleh: Christian Siregar
Para pembaca jangan soudzon dulu ya. Tapi tulisan ini memang beneran lho, true story, tidak dibuat-buat. Aku rindu banget mendengar kentut bapakku. Kentut yang selalu kudengar entah sore atau malam hari saat beliau (kini sudah almarhum, meninggal tahun 2000) baru pulang kerja. Maklum, ke mana-mana beliau selalu naik motor Vespa bututnya dan sering lupa memakai jaket yang sebenarnya selalu disiapkan mamaku. Alhasil, ketika beliau pulang kerja gas di perutnya tidak tertampung lagi dan keluar otomatis saat secangkir teh atau kopi hangat yang dibuat mama masuk kerongkongannya terus mandeg di perut…duuuut…sejujurnya, kadang bau, kadang juga tidak sih.
Bagiku bunyi kentut bapakku seperti sebuah alarm penanda, alias menjadi reminder kalau dia sudah hadir, sudah pulang ke rumah, setelah bekerja keras seharian “mengukur jalan”. Meski dengan jujur pula harus kukatakan bahwa sebenarnya tidak banyak hasil yang beliau bawa tiap hari, karena faktanya beliau hanya seorang pekerja serabutan.
Tetapi bagaimanapun aku bangga dan sayang dengan bapakku sendiri. Dia bukan tipe pak bos yang suka mengatur dan main perintah; bukan pula direktur perusahaan besar seperti bapaknya orang lain, tapi faktanya beliau pernah menjadikan dirinya sendiri direktur dari sebuah perusahaan home industri tanpa banyak karyawan kontrak atau tetap, hanya 1 tenaga pembantu administrasi tamatan SMA.
Dalam CB Agama secara umum kita diajarkan untuk mencintai sesama dengan tulus, seperti Tuhan mencintai kita. Bapakku bukan Tuhan, tetapi ia mengasihi kami, keluarganya, dengan tulus. Bapakku bukan orang yang sepurna, namun ia hampir tidak pernah terdengar mengeluh untuk setiap upaya dan kerja yang dilakukannya demi keluarga, walau sering masuk angin. Bapakku adalah anugerah Tuhan yang terindah bagi keluarga kami. Bapakku mengasihi kami dengan tulus, ia bertanggung jawab penuh bagi keluarganya sebaga kepala keluarga. Bunyi dan bau kentutnya, bagiku, adalah pertanda perjuangan dan bukti cintanya yang tulus itu. Suwer, aku rindu mendengarnya.